telusur.co.id - 26 Desember 2022 menjadi catatan gelap bagi Universitas Negeri Surabaya, dimana pada hari Senin tersebut telah terselenggara kecacatan puncak pesta demokrasi yaitu Pemilihan Umum Raya atau yang biasa disebut Pemira.
Hal itu disampaikan oleh mahasiswa Unesa (inisial P) yang tidak mau disebutkan namanya lewat rilisnya yang diterima awak media. Senin, (26/12/2022) malam.
Pemilihan Umum Raya Unesa yang bertujuan untuk memilih Presiden Mahasiswa beserta wakilnya, Majelis Permusyawaratan Mahasiswa (MPM), Ketua BEM Fakultas selingkung Universitas beserta wakilnya, Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM) tingkat Fakultas, serta Ketua dan Wakil Ketua Himpunan Mahasiswa Jurusan dilakukan secara online melalui sistem pemira pada web SSO Unesa. Seluruh mahasiswa aktif Unesa memiliki hak untuk berpartisipasi dengan memilih melalui masing-masing akun yang telah diperoleh sejak awal masa perkuliahan.
“Pemilihan Umum yang seharusnya menggunakan asas langsung, bebas, rahasia, jujur, dan adil tidak terjalannya secara utuh pada Pemira Unesa tahun 2022 ini. Pemira yang seharusnya berasaskan Luber Jurdil hanyalah narasi yang dipertontonkan untuk menjaga formalitas semata,” jelas P.
Nyatanya, menurut P, dengan menggunakan sistem e-vote melalui SSO Unesa asas langsung dan rahasia telah diciderai. Tidak cukup sampai disitu, bahkan asas bebas, jujur, dan adil pun telah digerogoti oleh tipu daya kecerdikan pengguna teknologi karena saat ini terjadi banyak permasalahan pada sistem e-vote pemira melalui SSO Unesa tersebut.
“Banyak keluhan yang muncul dari mahasiswa, seperti tidak dapat melakukan vote sesuai pilihan sampai dengan hak suara yang digunakan secara ilegal oleh pihak tidak bertanggung jawab sehingga muncul bukti rekam telah melakukan vote padahal mahasiswa tersebut belum melakukan e-vote,” tambahnya.
P melanjutkan, penggunaan sistem e-vote bagaikan pisau bermata dua, jika didesign dan digunakan dengan baik maka akan sangat bermanfaat bagi keefektifan serta kecepatan transfer teknologi pada dunia pendidikan Unesa.
“Namun, di sisi lain sistem e-vote dapat menjadi bencana bagi Unesa karena berpotensi besar terjadi kecurangan karena sampai saat ini belum ada sistem keamanan yang menjamin hal tersebut,” bebernya.
Ditambahkan P, ketidakutuhan proses Pemira Unesa bukan hanya terjadi pada tahun ini. Penggunaan sistem e-vote melalui SSO Unesa telah dilakukan sejak tahun 2020. Hal ini dilakukan akibat dampak pandemi covid-19 yang mengharuskan diberlakukan pembelajaran jarak jauh.
“Namun, sangat disayangkan karena sejak 2 tahun lalu banyak permasalahan serupa yang muncul tetapi tidak mendapatkan perhatian apalagi pembenahan sistem e-vote tersebut,” urai dia.
Jika telah seperti ini, P mempertanyakan apakah masih pantas Pemira Unesa disebut sebagai pesta demokrasi? bukannya demokrasi, yang hadir hanyalah oligarki. Karena Hasil dari PEMIRA inilah yang nantinya menjadi penentu wajah baru Unesa dihadapan publik selama satu tahun kedepan.
Oleh karena itu, menurut P, perlu adanya penyataan sikap yang tegas yaitu dengan menolak sistem e-vote PEMIRA melalui SSO Unesa tahun 2022 dan menuntut adanya perbaikan/pembenahan/pergantian sistem e-vote Pemira karena terlalu banyak kecacatan dalam prosesnya sehingga menciderai demokrasi mahasiswa pada lingkungan Universitas Negeri Surabaya.
“Mari kawan kita lantangkan kebenaran, jangan terjerembab atau bahkan hanya menjadi penonton dan memaklumi hal yang Salah. Hidup Mahasiswa, Hidup Rakyat Indonesia.Turut Berduka Untuk UNESA,” tutup P. (ari)