telusur.co.id - Konferensi dan lokakarya International Maritime Safety and Weather Technology berlangsung pada 9 dan 10 Agustus di ITS dan kantor BMKG Tanjung Perak Surabaya.  Tujuan dari konferensi ini adalah untuk untuk menigkatkan keselamatan di laut dengan meningkatkan pengetahuan dan peringatan tentang cuaca yang akan datang.
 
Dekan Fakultas Teknologi Kelautan ITS, Dr. Trika Pitana membuka konferensi yang mendorong kolaborasi dengan tema yang banyak pembicara ikuti. 

Worldwide Ferry Safety Association, Dr. Roberta Weisbrod menyambut para peserta mengatakan bahwa, selama dua dekade terakhir kejadian berkaitan dengan cuaca telah menjadi lebih intens, sering, perubahan yang tiba-tiba serta menunjukkan pola yang berubah yang menambah bahaya. 

“Bahaya-bahaya ini dapat diusahakan untuk dihindari kecerdasan manusia dan teknologi yang hemat biaya. Saya berharap para peserta bergabung dengan kampanye ini untuk meningkatkan keselamatan,” ucapnya. Rabu, (09/8/2023).
 
Dr. Weisbrod, atas nama penyelenggara konferensi lainnya, Aleik Nurwahyudy, KNKT, Achmad Baidowi ITS; Bayu Edo Pratama BMKG dan Universitas Brest; dan Dr. Catherine Lawson, University of Albany, serta anggota dewan WFSA Mary Ann Pastrana dan Kapten Nurur Rahman, berterima kasih kepada Lloyd’s Register Foundation atas dukungan dan bimbingan mereka. 

“Saya juga berterima kasih kepada perusahaan Dharma Lautan Utama (DLU) karena mengizinkan kapal-kapalnya digunakan untuk menguji teknologi yang digunakan di tempat lain, tetapi baru untuk Indonesia,” paparnya.
 
Direktur Pusat Meteorologi Laut BMKG, Eko Prasetyo memberikan catatan kunci yang memberikan gambaran tentang sumber daya yang dibawa BMKG untuk mengatasi masalah keselamatan maritime karena cuaca ini.  

Ketua KNKT, Dr. Soerjanto Tjahjono mencatat bahwa, peninjauan kecelakaan maritim oleh agensinya menunjukkan bahwa cuaca maritim yang berbahaya adalah salah penyebab penting kecelakan di laut dan hilangnya nyawa.
 
Beberapa pembicara dari BMKG (Dr. Riris Adriyanto, Fachri Radjab, Sam Adhiprabowo, Dr. Furqon Alfahmi, Randi Firdaus, dan Dava Amrina) berbicara tentang bagaimana apa yang mereka lakukan berkontribusi terhadap keamanan maritim.  Sangat jelas bahwa, para profesional BMKG memiliki keahlian kelas dunia, wawasan dan pemahaman lanjutan. Ada seperangkat peralatan yang mengesankan.  

Ketua World Meteorology Organization, Dr. Nelly Florida menjelaskan, Data Buoy Cooperation Panel dan dengan BMKG; menampilkan peta yang menunjukkan distribusi global badai cuaca – dan benua maritim Indonesia sangat kekurangan. 

“Ini penting bagi para pelaut dan pemahaman global tentang cuaca karena seperti yang ditunjukkan oleh pembicara lain, ada kekurangan informasi tentang gelombang, sesuatu yang harusnya datanya dapat disediakan dengan lebih banyak data Buoy, baik yang tetap atau yang mengapung,” tukas Florida.
 
Profesor dari ITS, Dr. Saut Gurning, yang berbicara atas nama Dr. Beny Cahyono. Teknik Sistem Perkapalan ITS memberikan presentasi dengan Studi Kasus selat Bali. Penyeberangan yang hanya berjarak beberapa kilometer (3-4) tetapi tidak jarang ditutup karena karena faktor cuaca, dan kadang-kadang selama berjam-jam.  

“Pengambilan keputusan pada waktu penutupan memiliki konsekuensi bagi ekonomi Bali, dan karenanya, Indonesia secara keseluruhan baik turis domestik dan asing telah dipaksa untuk menunggu hingga sepuluh jam akrena cuaca meskipun mereka kunjungan hanya untuk waktu yang singkat,” jelas Saut.
 
Begitu juga dengan Dr. Agoes Santoso berbicara tentang desain kapal yang sensitif cuaca untuk armada kapal nelayan Indonesia. nelayan seringkali menjadi profesi yang paling berbahaya karena cuaca tetapi kapal-kapal ini memiliki resiko karena kekurangan jaringan komunikasi yang canggih.
 
Aspek utama dari konferensi dan lokakarya adalah pengenalan teknologi baru. Pertama dan terpenting adalah penggunaan monitor cuaca otomatis yang terhubung ke AIS, yaitu suatu perangkat lokasi yang sudah dimiliki sebagian besar kapal dimana AIS mengirimkan informasi cuaca ke kapal, dan yang penting ke kapal dalam kisaran frekuensi radio sehingga mereka dapat mempelajari cuaca mendatang yang mungkin mempengaruhi mereka dan mengambil tindakan menghindari. 

Dr. Greg Johnson yang bekerja sebagai kontraktor untuk agen maritim AS telah menguji sistem pada 15 kapal sejak 2019 menerima data cuaca setiap 3 menit, 24/7 yang dikirim ke layanan cuaca nasional dan internasional untuk meningkatkan model prediksi cuaca global.  

Inilah teknologi yang oleh panitia dianggap dapat membantu kemudian bertekad untuk membawa ke Indonesia dengan menguji di kapal Dharma Kencana 3 dan Dharma Rucitra 1 milik PT Dharma Lautan Utama.

Presentasi Dr. Johnson diikuti oleh lima presenter yang lain, semuanya sangat inovatif, dan semuanya masih dalam jangkauan dari klien, perusahaan teknologi deteksi / komunikasi cuaca maritim. 

“Empat yang pertama menggunakan AIS sebagian: Ocean Sync; eOdyn yang mengukur arus; CLS-Indonesia, bekerja dengan BMKG sekarang; OneOcean, sebuah perusahaan Lloyd’s Register; dan SofarOcean yang mengimplementasikan Pelampung cuaca seukuran bola basket untuk mengukur gelombang dan parameter cuaca lainnya,” ungkapnya.

Ketua Filipina Archipelago Ferries, Mary Ann Pastrana yang datang di acara, meringkas hari pertama, mengatakan bahwa, Worldwide Ferry Safety Association yang diselenggarakan bekerjasama dengan ITS dan BKMG adalah acara yang menyoroti pentingnya data cuaca, studi, dan teknologi dalam industri maritim. 

Pertemuan para ahli menunjukkan peran unsur-unsur ini dalam memastikan keselamatan maritim, terlepas dari kondisi cuaca. Pengenalan alat penilaian risiko berbasis teknologi yang ditunjukkan selama konferensi ini menyoroti langkah maju yang signifikan dalam meningkatkan keselamatan operasional maritim. 

“Dengan memanfaatkan kekuatan data, kemajuan ini menjanjikan untuk merevolusi pendekatan industri untuk navigasi di berbagai tantangan cuaca. Acara ini berfungsi sebagai kesadaran kuat dari upaya berkelanjutan yang dilakukan untuk meningkatkan keselamatan maritim dan menekankan potensi solusi inovatif untuk melindungi nyawa dan kapal di laut,” tutur Mary.

Workshop pada 10 Agustus yang berlangsung di kantor BMKG di Tanjung Perak Surabaya merupakan diskusi teknis yang mendalam tentang kemampuan yang luas dari BMKG dan tutorial praktis tentang Automatic Weather Station seukuran cangkir kopi.

Dr. Weisbrod menutup sesi dengan mengatakan bahwa, para peserta berada di garis depan dunia perubahan iklim yang sedang terjadi. Teknologi baru, sensor dengan biaya rendah, analisis data cuaca kecepatan tinggi dapat membantu, membuka diskusi untuk apa yang harus dilakukan selanjutnya. Tim penyelenggara sedang mengerjakan ide-ide tersebut menjadi agenda aksi untuk meningkatkan keselamatan maritim bagi Indonesia dan dunia. (ari)