telusur.co.id - Bedah buku MIJIL upaya hilirisasi kebudayaan Indonesia melalui Literasi dan In Memoriam Nirwan Arsuka (Pendiri Pustaka Bergerak) yang diselenggarakan oleh Unit Bisnis Strategis (UBS) www.petani.id bertempat di Tandhok Artspace, Jl. Papandayan No. 11, Kota Semarang.

Giat tersebur bertepatan dengan Hari Literasi Internasional tanggal 8 September 2023 dengan tamu istimewa pembedah buku novel MIJIL; Wakil Menteri Komunikasi dan Informatika RI, Nezar Patria, Komisaris Independen PT Jasa Raharja (Persero) sekaligus Pegiat Literasi Digital, Dyah Kartika Rini Djoemadi, dan Sastrawan dan Jurnalis Senior, FX. Rudy Gunawan. Dirjen Kebudayaan Kemendikbud Ristek RI, Hilmar Farid yang turut diundang berhalangan hadir karena ada agenda lain. 

Acara dengan suasana akrab ngobrol gaya rumahan ini dipandu oleh Adhitya Poetra dengan sambutan pembuka dari CEO UBS www.petani.id, Susilo Eko Prayitno selaku tuan rumah acara.  

"Almarhum sebagai sosok yang unik. Nirwan kuliah di Fakultas Teknik Nuklir UGM angkatan tahun 1987 sangat update dengan perkembangan teknologi tetapi juga banyak membaca karya-karya sastra. Obsesi almarhum Nirwan sejak mahasiswa adalah bagaimana dengan sains manusia menjadi lebih beradab. Almarhum Nirwan di mata saya sosok yang free thinker dan menghargai ide-ide progresif. 

Almarhum Nirwan sering menulis esai di beberapa jurnal yang cukup mengguncang dan menarik untuk didiskusikan. Sekitar tahun 2004 Nirwan menjadi Redaktur halaman Bentara di Kompas. Halaman tersebut merupakan asupan gizi intelektual yang luar biasa. Nirwan juga sempat menjadi kurator Catatan Pinggir Goenawan Mohammad di Majalah Tempo. 

Ketika Aceh dilanda tsunami, pusat-pusat kebudayaan Aceh hancur lebur. Saya bersama para pegiat budaya Aceh membentuk komunitas pegiat budaya Tikar Pandan. Nirwan Arsuka bersama kawannya Nirwan Dewanto hadir untuk turut mengasuh kegiatan diskusi komunitas tersebut. Proyek ini berhasil membuka cakrawala sastra generasi muda Aceh. 

Salah satu anak asuh Nirwan dari komunitas tersebut yang berhasil adalah Azhari Aiyub pemenang Khatulistiwa Literary Award dengan karya novel berjudul Kura-Kura Berjanggut. Nirwan kemudian menjadi salah satu Direktur di Freedom Institute milik Rizal Malarangeng dan kawan-kawan, merupakan tempat diskusi politik, ekonomi, kebudayaan dan teknologi. 

Lama menghilang kemudian Nirwan muncul lagi mengabarkan telah membentuk jaringan Pustaka Bergerak. Dia membeli kuda dan perahu dari tabungannya untuk mengantarkan buku-buku ke seluruh pelosok Indonesia. 

Ada sekitar 3000 titik di seluruh Indonesia yang sudah dijalin oleh Nirwan. Ketika menjadi Direksi PT Pos Indonesia, saya sempat membantu kegiatan Pustaka Bergerak dengan program pengiriman buku gratis setiap tanggal 17 (Free Cargo Literacy) ke daerah 3 T (tertinggal, terpencil, terluar)," kenang dan kesan singkat Nezar Patria tentang sahabat dekatnya almarhum Nirwan Ahmad Arsuka.

Tiba saat sesi bedah buku, pembedah FX Rudy Gunawan yang juga sahabat dekat almarhum Nirwan Arsuka meyampaikan sepatah kata kenangan dan mimpi bersama almarhum yang belum terlaksana salah satunya pada tahun 2018 bertemu dengan Nirwan dalam suatu rapat membahas Kata Desa yang menangani semua pemberdayaan tentang desa termasuk masalah literasi. 

Kata Desa adalah media yang didirikan bersama Yayan Sofyan, sahabat Nirwan Arsuka juga, Sigit dan Fajar. Dan sempat menggagas bagaimana Kata Desa dikoneksikan dengan Pustaka Bergerak, untuk memperkaya kedua lembaga ini. Idenya adalah relawan Pustaka Bergerak sekaligus menjadi jurnalis Kata Desa. Ide ini belum terlaksana. Semoga bisa diteruskan Faiz dan rekan-rekan Pustaka Bergerak.

"Ernawiyati (Penulis MIJIL -red) yang berlatar belakang pendidikan S1 teknik telekomunikasi justru bisa memperkaya hasil tulisan jika terjun ke dunia sastra. Untuk bisa menulis seseorang harus rajin mencoba menulis dan banyak membaca untuk menstimulus otak kita. Menulis adalah suatu hal yang bisa dipelajari. Kita hidupkan terus karakter tokoh-tokoh dalam tulisan di kepala kita. 

Di MIJIL, Erna melakukan itu, meski Erna tidak mengalami langsung, tokoh-tokohnya cukup hidup, dia terus mengolah pembentukan karakter agar kuat melalui wawancara dengan orang-orang yang mengalami peristiwa langsung lalu diolahnya menjadi cerita fiksi. Metoda yang biasa dilakukan oleh penulis berbasis jurnalis seperti Leila Salikha Chudori. 

Jadi MIJIL adalah fiksi yang faktual. Ada peristiwa nyata sebagai latar belakang. Tantangannya cukup kompleks, adanya jarak antara penulis dengan peristiwa yang tidak dialaminya langsung. Erna mensiasatinya melalui mengemasnya dengan bumbu percintaan-percintaan. Saran saya jangan terlalu ambisius, jangan terlalu boros dengan bumbu. 

Saya sangat mengapresiasi semua karya baru termasuk MIJIL. Penulis harus terus bergerak untuk menjangkau lebih banyak lagi pembaca sebagai tanggung jawab pribadinya. Erna harus memanfaatkan momentum ini, niat dan disiplin itu yang paling penting,” ujar FX Rudy Gunawan saat membedah novel MIJIL.

Dyah Kartika Rini yang merupakan pegiat literasi digital saat membedah buku novel MIJIL menyampaikan bahwa, Generasi Z yang disebut eye generation karena dari lahir sudah ada internet, berkarakter FOMO, fear out missing out, tidak mau ketinggalan dengan teman yang sudah baca suatu buku. 

“MIJIL memiliki spesifikasi unik, ada misteri pembunuhan, ending tidak bisa ditebak, disukai generasi Z. Generasi Z sebenarnya lebih suka membaca buku dari pada e-book. Buku MIJIL diterbitkan di era digital masih memiliki daya tarik bagi para Gen Z atau milenial,” tukas Dyah.

Perlu trik tersendiri untuk membuka wawasan mereka untuk membaca karya-karya bagus seperti MIJIL, salah satunya dengan membuat film dari buku MIJIL, semoga segera ada produser film yang tertarik dengan MIJIL.

”Selamat untuk Mbak Erna, setelah tiga puluh tahun tidak menulis, langsung menghasilkan satu novel ini merupakan hal yang dahsyat. Tantangannya adalah bagaimana mensubtilkan pengalaman, mengambil angle yang tepat. Saran saya mumpung Mbak Erna sudah menghidupkan mesin menulis, perbanyak membaca dan mengeksplorasi karya-karya literatur dunia yang bagus untuk memperkaya hasil karya berikutnya. 

MIJIL adalah satu awalan, kita sambut dengan baik, semoga bisa terus menjadi inspirasi, dibuat dalam bentuk film. Semoga Mbak Erna bisa terus mengembangkan letikan api yang sudah muncul menjadi bara yang menyala-nyala,” ungkap Nezar Patria menutup sesi paparan pembedah.

Penulis novel MIJIL, Ernawiyati menambahkan bahwa, pesan moral dalam novel MIJIL antara lain adalah perjuangan membela wong cilik membutuhkan kesabaran dan keberanian. 

Harapannya novel MIJIL yang disajikan dengan gaya bahasa populer dan mudah dicerna ini dapat meningkatkan minat baca masyarakat Indonesia dan mempopulerkan nilai-nilai budaya Indonesia. 

Selain itu, Ernawiyati juga berencana akan mulai menulis novel kedua yang merupakan sekuel dari novel MIJIL dengan tetap mengangkat nilai-nilai budaya Indonesia. 

Dengan menjadi penulis, Ernawiyati ingin meninggalkan karya yang bermanfaat dan dikenang sepanjang masa. Dan jangan lupa menghubunginya melalui media sosial Facebook fanpage : ernawiyati, Instagram : @ernawiyati, Twitter : @ernawiyati, Linkedin : ernawiyati Author dan YouTube : ernawiyati. (ari)