telusur.co.id - Tidak dapat dipungkiri, pandemi Covid-19 merupakan krisis kesehatan dunia yang berdampak pula bagi adanya resesi di berbagai negara. Hingga per 25 September 2020, lebih dari 32 juta manusia terjangkit virus ini.
Amerika Serikat, India, Brazil, dan Rusia merupakan empat negara terbanyak dengan kasus ini, masing-masing sebesar 6,8 juta, 5,8 juta, 4,6 juta, dan 1,1 juta jiwa.
Indonesia sebagai salah satu negara dengan populasi terbesar juga termasuk dalam 25 negara dengan kasus terbanyak. Kasus Covid-19 di Indonesia dimulai pada awal Maret 2020 dengan dua kasus, kini meningkat drastis hingga 266.845 kasus (25 September 2020).
Saat ini kita semua menyaksikan bagaimana kebijakan fiskal yang ekspansifjadi opsi yang diambil oleh berbagai negara.Belanja yang besardanrelaksasi pemungutan pajakadalah jurus utamanya.
Tujuannya, menyelamatkan ekonomi. Penerimaan pajak umumnya bakal terkena dua pukulan telak. Perlambatan ekonomi secara natural mengurangi basis pajak.
Sementara, tax expenditure akan banyak digelontorkan. Baru nanti setelahnya, pemerintah akan secara gradual menerapkan konsolidasi fiskal seiring berjalannya waktu.
Satu hal yang pasti, di tengah situasi seperti saat ini, peran sentral pemerintah dalam mendorong perekonomian jelas sangat penting. Pasalnya, kegiatan konsumsi, investasi, dan perdagangan internasional praktis terganggu dan cenderung menurun.
Oleh karena itu, pemerintah melalui berbagai kebijakan, khususnya fiskal, akan sangat menentukan. Instrumen fiskal haruslah berperan sebagai aidatau membantu pihak-pihak yang terdampak pelemahan ekonomi.
Setiap sektor atau kelompok masyarakat kegiatan ekonominya terpengaruh pandemi harus segera diselamatkan. Perlunya untuk mendorong permintaan total (aggregate demand). Ketersediaan permintaan dalam masyarakat akan tetap menjamin berputarnya roda perekonomian.
Terdapat berbagai tujuan yang ingin dicapai melalui relaksasi pajak tersebut, yakni mempertahankan daya beli masyarakat, memberikan ruang cash flow perusahaan, sebagai kompensasi switching cost (biaya sehubungan perubahan negara asal impor dan negara tujuan ekspor), relaksasi administrasi pajak, serta mendukung sektor kesehatan.
Salah satu pengelolaan hasil pajak adalah untuk belanja daerah, maka dari itu Gubernur Provinsi Banten melakukan pemangkasan terhadap belanja hibah kepada pemerintah dan lembaga atau organisasi kemasyarakatan.
Hasil pemangkasan kemudian dialokasikan untuk percepatan penanganan Covid-19 di Provinsi Banten. Salah satu yang dipangkas alokasi dana hibah untuk Lembaga Pengembangan Tilawatil Qur’an (LPTQ) Provinsi Banten.
Sebelum dilakukan pemotongan, pada tahun anggaran 2020, LPTQ mendapat hibah sebesar Rp 15 miliar, namun kemudian dipotong menjadi Rp 10 miliar.
Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Biro Kesejahteraan Rakyat (Kesra) Provinsi Banten, Toton Suriawinata membenarkan alokasi dana hibah untuk LPTQ dilakukan pemotongan atas dasar kebijakan Gubernur Banten.
Sementara itu, untuk dana hibah Pondok Pesantren (Ponpes) tidak dilakukan pemotongan. Toton menambahkan, Ponpes yang menerima bantuan dana hibah dari Pemprov Banten jumlahnya sebanyak 3.926. Adapun untuk data Ponpes yang menerima bantuan itu, diterima dari Forum Silaturahmi Pondok Pesantren (FSPP) Provinsi Banten.
“Masing-masing Ponpes menerima bantuan hibah pada tahun ini sebesar Rp 30 juta yang dikirim langsung dari Kasda Pemprov yang di BJB ke rekening masing-masing Ponpes,” tambahnya.
Selain LPTQ, lembaga lainnya yang bantuannya dipotong adalah Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Provinsi Banten, Korp Pegawai Republik Indonesia (KORPRI), Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan dan Kosmetik Majlis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) Provinsi Banten, serta dana dari kelebihan anggaran dari Bosda SMA swasta.
Masing-masing lembaga dilakukan pemotongan dengan besaran yang bervariatif. Berdasarkan dokumen yang diterima, pemotongan dana hibah tahun anggaran 2020 ini sebesar Rp 1,07 triliun dari total yang dianggarkan sebelumnya sebesar Rp 8,22 triliun menjadi Rp 7,16 triliun.
Jumlah tersebut selain dari dana hibah, juga berasal dari belanja tidak langsung lainnya seperti Tunjangan Kinerja Tukin (ASN) Pemprov Banten yang dipotong 50 persen selama tujuh bulan ke depan, terhitung sejak bulan Juli 2020.
Selanjutnya, pengurangan belanja Bantuan Sosial (Bansos) yang tidak direncanakan, pengurangan belanja dana bagi hasil pajak untuk Kabupaten/Kota yang didasarkan pada target pendapatan pajak daerah, pengalokasian Bankeu untuk Kab/Kota untuk penanganan Covid-19 dan pengalokasian Biaya Tak Terduga (BTT) untuk penanganan Covid-19.
Adanya pandemi telah mendorong adanya pertanyaan mendasar tentang pentingnya kegotong royongan (kontribusi) oleh warga negara. Adanya pandemi yang membuat setiap negara berupaya memberikan pelayanan dan barang publik yang ‘terbaik’ bagi warga harusnya juga menjadi sinyal upaya merestorasi kontrak fiskal antara negara dan masyarakat.
Hubungan timbal balik yang saat ini telah ditunjukkan dari pengorbanan negara yang perlu dibalas oleh warga negara melalui kepatuhan membayar pajak. Pada dasarnya, tanpa pajak yang kuat, mustahil negara ini dapat menciptakan keadilan dan kemakmuran bagi masyarakatnya.
Penulis: Muzrima Anzaldi S. (182020100075) Administrasi Publik, Universitas Muhammadiyah Sidoarjo (Umsida)