telusur.co.id - Radikalisme selalu menjadi isu paling hangat dalam momentum apapun. Dari politik hingga pandemi, isu ini tak henti-hentinya menjadi pembicaraan. Pelajar pemuda menjadi sasaran utamanya karena dianggap belum mengetahui banyak hal, dan tingkat emosionalnya masih pada tahap tidak seimbang.
Dalam menanggapi hal ini, diperlukan kontribusi kaum intelektual yang mampu tampil untuk mencegah perpecahan di atas isu radikalisme.
BEM FE Unesa sebagai organisasi kemahasiswaan, dalam menjaga keutuhan NKRI mengadakan Webinar Radikalisme dengan tema 'Peran Pemuda dan Mahasiswa dalam Memutus Rantai Paham Radikalisme dan Anti Pancasila’.
Pematerinya, Mantan Anggota Jamaah Islamiyah, Nasir Abas, Direktur Jaringan Moderat, Islah Bahrawi, dan Analis Radikalisme, Hafid Hamsah sebagai representatif kaum milenial.
Kegiatan ini dibuka oleh Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan FE Unesa, Khoirul Anwar, dan dimoderatori langsung oleh Ketua BEM FE Unesa 2020, Febrian Satria Hidayat.
Narasumber pertama, Nasir Abas menyampaikan bahwa, radikalisme muncul karena intoleransi dan NKRI adalah negara darussalam, artinya negara yang damai.
Disambung Islah Bahrawi, “Sebagai pemuda jangan hanya puas dengan membaca sedikit buku. Karena, hal tersebut menjadikan awal kemiskinan pengetahuan sehingga berujung pada intoleransi antar sesama,” tegasnya. Kamis, (26/11/2020).
Hafid Hamsah sebagai narasumber paling muda sebagai representatif milenial, membeberkan bagaimana seharusnya peran mahasiswa dalam menangkap kebutuhan mahasiswa akah banyak hal sehingga mereka tidak terjerumus pada paham yang bertentangan.
“Nilai utama yang dapat diperoleh adalah, persatuan lah yang bisa cita-cita kemerdekaan. Lantas tidak ada yang bisa diharapkan diatas perpecahan,” lugas Hafid.
Melalui kegiatan ini, diharapkan pemuda berpredikat mahasiswa mampu menjadi Guardian of Value atau penjaga nilai dalam mengimplikasi nilai-nilai positif persatuan bingkai harmonisasi dan demokrasi Negara Kesatuan Republik Indonesia tercinta ini. (ari)