telusur.co.id - Kurikulum Merdeka menjadi perbincangan hangat dikalangan guru, kepala sekolah, pengawas sekolah, dan seluruh praktisi pendidikan. Kehadiran Kurikulum Merdeka merupakan angin segar bagi para siswa dalam menentukan pola dan minat belajar yang sesuai. 

Reformasi kurikulum merdeka belajar memberikan tantangan kepada semua guru di sekolah. Masih banyak guru yang kurang memahami dan merasa kesulitan dalam mengimpelementasikannya, terlebih dalam memasukkan unsur budaya lokal.

Apalagi dalam kurikulum baru ini guru dituntut menjadi curriculum co-creator yaitu secara mandiri dan kreatif mengembangkan kurikulum ke dalam konteks. Artinya guru tidak hanya pasif mentransmisikan kurikulum di kelas, tapi mereka harus kreatif berkonstribusi terhadap pengembangannya. 

Menurut beberapa penelitian bahwa, pemahaman dan persepsi guru terhadap kebijakan reformasi kurikulum sangat esensial (Kirk and MacDonald 2001; Little 1993; Park and Sung 2013; Spillane 1999). Artinya, suksesnya penerapan reformasi kurikulum sangat bergantung pada peran guru dalam mengimplementasikannya.

Dr. Fifi Khoirul Fitriyah, S.Pd., M.Pd. selaku Dosen PG-PAUD FKIP Unusa merespon kondisi tersebut dengan memberikan pelatihan dan pendampingan kepada guru-guru PAUD tentang implementasi konseling indigenous dalam kurikulum merdeka pada guru-guru PAUD di bawah naungan PGTKM Kabupaten Mojokerto. 

Pelatihan dan pendampingan dilakukan beberapa kali dengan materi teori dan praktik secara langsung agar guru-guru bisa mengalami secara langsung. 

Kegiatan yang diadakan mulai bulan April 2022 dan kemudian diakhiri sekitar bulan September 2022 itu diharapkan bisa membawa perubahan baik bagi pedagogi guru berkaitan dengan penerapan merdeka belajar di kelas. Peserta dihadiri sekitar 40 guru. (ari)