telusur.co.id - Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Wijaya Kusuma (BEM UWK) Surabaya menggelar Aksi Solidaritas di pelataran Replika Candi Panataran Wijaya Kusuma.
Aksi solidaritas ini adalah bentuk dukungan moral dari BEM UWK Surabaya kepada kasus yang menimpa 7 Aktivis Mahasiswa Papua yang mendapat diskriminasi hukum oleh negara.
“Yang mana telah kita ketahui bersama, mereka adalah aktivis anti-rasisme yang hanya meminta negara untuk bertanggung jawab atas apa yang terjadi kepada mereka. Tapi mirisnya malah mereka yang kembali mendapat diskriminasi.
Betapa diskriminatifnya implementasi hukum di negara ini kepada mereka,” ujar Presiden BEM UWK Surabaya, Eko Pratama saat ia berorasi dalam aksi solidaritasnya. Selasa, (16/6/2020).
“Belum lagi akhir-akhir ini kita semua kembali dikagetkan oleh putusan yang mana pelaku kasus penyerangan terhadap penyidik senior KPK Novel Baswedan 3 tahun silam hanya dijatuhi hukuman 1 tahun penjara. Kembali lagi kita dipertontonkan suatu ketidakadilan yang ciptakan oleh negara kita sendiri,” tambahnya.
“Betapa mirisnya kita sebagai sebuah bangsa, nilai-nilai pancasila dan kebhinekaan seakan tak lagi menjadi titik tumpu penguasa dalam berfikir dan bertindak. Ketika kita mulai berbicara mengenai isu rasial terhadap masyarakat Papua, mulailah Intimidasi-intimidasi oleh negara masuk,” sambungnya.
Ia menambahkan, mulai dari buzzer-buzzer di sosial media yang mencoba mengontrol opini publik, seolah tak terjadi apa-apa, sampai kepada intimidasi-intimidasi langsung. Tentu saja itu akan menjatuhkan psikis orang yang sedang ingin tau dan bersolidaritas.
Tetapi hal ini tidak membuat BEM UWK Surabaya menyerah untuk bersolidaritas, memang tidak banyak yang bisa mereka lakukan di tengah pandemi Covid-19 seperti sekarang ini.
Dikatakan lebih lanjut, mahasiswa banyak yang di kampung halaman, massa aksi sedikit, karena kampus libur dan lain sebagainya. Tetapi asalkan niat dan semangat bersolidaritas itu ada, apapun bentuknya, dimanapun lokasinya, semua bisa dilakukan.
”Untuk itu, saya mengimbau kepada seluruh Mahasisa Universitas Wijaya Kusuma Surabaya dimanapun kalian berada, turun dan ikutlah bersama gerakan rakyat yang ingin meminta tegaknya Hukum di negeri ini terkhusus bagi kasus 7 tahanan politik (Tapol) Papua,” ajak Eko.
Menurut Eko, hari ini mungkin diskriminasi ini terjadi terhadap mahasiswa Papua, bukan tidak mungkin besok lusa hal yang sama akan menimpa kita semua.
“Jika kita hanya berdiam, karena sejatinya mereka yang mendiamkan tindakan rasis adalah mereka yang membiarkan kemanusiaan berada di bawah telapak sepatu kaki penguasa,” tegas Eko yang juga merupakan Koordinator Aliansi BEM Surabaya.
Adapun sikap yang disampaikan Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Wijaya Kusuma Surabaya :
1. Dukungan solidaritas terhadap 7 Tapol Papua.
2.Bebaskan 7 tahanan politik Papua tanpa syarat.
3.Mengusut tuntas aktor intelektual terhadap kasus penyerangan Novel Baswedan.
4.Hentikan seluruh tindakan teror, intimidasi, dan represi terhadap diskusi-diskusi yang membahas tentang rasisme dan persoalan lainnya.
5.Tegakkan supreemasi hukum di Indonesia.
6.Mengimbau kepada seluruh Mahasiswa Universitas Wijaya Kusuma dimanapun kalian berada untuk ikut bersolidaritas melebur dalam gerakan rakyat yang menuntut keadilan atas diskriminasi hukum di Indonesia.
“Kami juga sudah berkoordinasi dengan BEM yang tergabung dalam Aliansi BEM Surabaya untuk bersolidaritas dalam kasus ini. Setidaknya hari ini ada beberapa kampus yang menggelar Aksi Solidaritas di titik yang berbeda-beda. Dan juga ada aksi-aksi virtual yang dilakukan oleh teman-teman Aliansi BEM Surabaya,” ungkap Eko. (ari)