telusur.co.id - Minyak jelantah ternyata bisa dimanfaatkan menjadi lilin aromaterapi yang bernilai ekonomis. Hal ini dilakukan olehtim Pengabdian Masyarakat (Pengmas) Politeknik Perkapalan Negeri Surabaya (PPNS). 

Tim PPNS yang beranggotakan dosen PPNS, Luqman Cahyono, Mirna Apriani, Agung Prasetyo, Anggara Trisna, Adhi Setiawan dan para mahasiswa jurusan Teknik Pengolahan Limbah, mengadakan pelatihan pembuatan lilin aromaterapi dari minyak jelantah.

Berdasarkan data Publikasi Indonesia Oilseeds and Products Annual 2019, konsumsi minyak goreng rumah tangga Indonesia mencapai 16,2 miliar liter atau setara dengan 13 juta ton. 

Hasil studi International Council on Clean Transportation (ICCT) menunjukkan bahwa pada tahun 2018 potensi produksi minyak jelantah mencapai 1,6 miliar liter dengan rata-rata potensi setiap tahun mencapai 3 miliar liter. Sebagian masyarakat menganggap minyak jelantah tidak bermanfaat, lalu membuangnya ke saluran air.

“Tingginya konsumsi minyak goreng menyebabkan besarnya potensi produksi minyak jelantah dan limbah yang dihasilkan,” tutur Luqman selaku ketua tim. Kamis, (21/10/2021).

Kondisi saluran air yang tercampur dengan minyak jelantah ada saluran air akan menghasilkan bau yang tidak sedap lambat laun tercemar lalu bermuara ke laut. 

Selain itu, lapisan minyak pada permukaan air dapat menghalangi masuknya sinar matahari dan berpotensi menghambat proses fotosintesis yang dapat menyebabkan kerusakan ekosistem perairan.  

Air yang tidak layak pakai mempengaruhi keseharian dan berpotensi penyakit yang timbul dari air seperti diare, hepatitis A, korela dan penyakit lainnya. 

Banyak masyarakat seperti warga Bumi Suko Indah, Sidoarjo yang membuang limbah minyak goreng pada saluran air, padahal perilaku tersebut dapat menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan perairan.  

“Permasalahan yang terjadi tidak mengenai saluran air, namun juga tentang kondisi perekonomian warga. Rata-rata ibu rumah tangga di wilayah tersebut belum memiliki pekerjaan tetap, sehingga pemasukan hanya bersumber pada suami. Kegiatan pelatihan dan sosialisasi ini berlangsung dari bulan April sampai November 2021,” sambungnya. 

Dalam pelatihan pembuatan lilin aroma terapi dari minyak jelantah menggunakan konsep ekonomi sirkular. Ada 5 prinsip utama konsep ekonomi sirkular yaitu, Reduce, Reuse, Recycle, Recovery dan Repair.  

“Penerapan konsep ekonomi sirkular terbukti menguntungkan pada segala aspek, terutama aspek ekonomi. Minyak jelantah yang dihasilkan warga diolah menjadi lilin aromaterapi lalu dijual di pasaran dengan harga yang bersaing,” tutur Luqman. 

Prosedur pembuatan yang tergolong mudah sehingga dapat diterapkan dalam kegiatan sehari-hari. Masyarakat terutama ibu rumah tangga diharapkan bisa memproduksi lilin aromaterapi sebanyak 100 buah dalam tiap bulan.  

“Selain mengadakan pelatihan, tim pengmas juga mengadakan sosialisasi  tentang budaya peduli lingkungan. Sosialisasi harus dilakukan agar warga mengetahui proses pengolahan limbah dan dapat meminimalisir tindakan dalam membuang limbah sembarangan,” ucap dia. 

Pengetahuan yang diberikan selama sosialisasi harus diimplementasikan pada kehidupan sehari-hari. Bukti implementasi dari sosialisasi yang telah diberikan dapat diukur dengan melihat kondisi lingkungan warga Bumi Suko Indah, Sidoarjo.  

“Lilin aromaterapi yang dihasilkan tidak berbahaya bagi lingkungan meskipun dihasilkan dari minyak jelantah. Bahkan lilin aromaterapi ini bernilai ekonomis karena modal bahan bakunya cukup murah,” tutup Luqman Cahyono. (ari)