telusur.co.id - Dalam konferensi pers Polda Jatim yang dipimpin Kabid Humas Polda Jatim, Kombes Pol Dirmanto didampingi Wadirkrimsus Polda Jatim, AKBP Arman, bersama Dinas Kominfo Jawa Timur soal peretasan website jatimprov.go.id dan tpka.its.ac.id.

KBP Dirmanto menjelaskan, modus operandi yang dilakukan tersangka DS alias MA alias MC dengan cara menyusupkan file ekstensi (back door) pada website jatimprov.go.id. Waktu pengungkapan pada bulan Februari 2023. Hal itu digunakan untuk meningkatkan Search Engine Optimization (SEO) bagi konten perjudian.

“MA (23) asal Bekasi ini pernah bekerja sebagai admin website perjudian di Kamboja, sekaligus peretas website dan mendapat gaji Rp 10 juta perbulan. Tersangka sebagai hacker ingin menunjukkan eksistensi diri bahwa telah berhasil meretas website pemerintah (go.id atau ac.id),” ungkapnya. Rabu, (31/5/2023).

Selanjutnya, Wadirkrimsus Arman menambahkan, untuk perkara peretasan pada website tpka.its.ac id (milik Institut Teknologi Sepuluh November / ITS). Pihak ITS mendapat laporan dari sistem deteksi (IDS) bahwa telah terjadi dugaan akses ilegal terhadap website tersebut.

“Diketahui bahwa dari peristiwa peretasan tpka.its.ac.id mengakibatkan terganggunya sistem elektronik menjadi berubah dengan tampilan landing page website perjudian slot88. Penyidik kami langsung melakukan serangkaian penyidikan. Pada tanggal 28 Maret, penyidik menangkap tersangka AT yang dilakukannya di Dan. Sinabe, Ds. Mundu Mesigit, Kec. Mundu, Kab. Cirebon,” jelasnya.

Fakta hasil penyidikan, kata Arman, AT melakukan peretasan website pemerintahan sejak tahun 2018. Awalnya AT melakukannya hanyalah sebuah iseng. Berikutnya, tersangka AT dihubungi DPO berinisial J memesan website yang sudahbdiretas dihargai sejumlah Rp 200 ribu per website. AT berhasil meretas puluhan website pemerintah beserta sub domainnya.

“Kemudian barang bukti yang berhasil kami sita berupa; 1 unit PC komputer, 1 unit HP Pocco, 1 unit HP Xiaomi Note 12, 1 unit HP Samsung Gold, dan 1 unit laptop Asus Tuf Gaming. Pasal yang disangkakan yakni Pasal 32, 33, 34 UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik sebagaimana telah diubah dengan UU No. 19 Tahun 2016. Pidana paling lama 10 tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 10 miliar,” tutup Arman. (ari)