telusur.co.id - Bagaimana jika sebuah megaproyek NFT terbesar dirilis untuk pertama kalinya di Surabaya?. The Broy, seorang seniman ilustrasi asal Surabaya yang terkenal prolifik dan terpandang, berkolaborasi dengan sebuah perusahaan NFT bernama Logo Pabrik Roti untuk menggagas proyek NFT (Non Fungiable Token) generatif bernama The Roty Broi NFT’s.
Proyek NFT generatif ini dirilis kepada publik secara gradual, yaitu pada 20-25 Januari dan 30 Januari-5 Februari untuk pre-sale I dan II, sedangkan AMA (Ask Me Anything) dihelat pada Kamis, 27 Januari 2022 di Konka Dominion, Surabaya.
AMA merupakan acara rilis publik sekaligus aktivasi offline The Roty Broi NFT's berupa 175 aset visual yang diduplikasi menjadi 1047 collectible characters yang bisa diakses di situs rotybroi.endhonesa.com.
The Roty Broi NFT’s adalah upaya adaptasi terhadap perkembangan teknologi blockchain, sebuah teknologi yang menjadi dasar bagi perkembangan metaverse. Pada masa yang akan datang, proyek ini menjadi sebuah pijakan NFT bagi para seniman, kreator, kolektif seni, maupun investor di Surabaya agar semakin bersaing di market global.
Karya-karya dalam proyek The Roty Broi NFT’s bernuansa apokaliptik dengan tajuk “Melting Land”. Tema ini belakangan menguat diperbincangkan di seluruh dunia karena kerusakan lingkungan makin tampak vulgar dan seolah-olah kiamat hanya tinggal sepenggalan tangan.
Momen-momen yang mendukung prasyarat dunia apokaliptik ini yang coba ditampilkan oleh The Roty Broi NFT’s melalui karakter-karakter yang komikal, anekdotal, satir, dan kaya dengan nuansa humor cerdas.
“Ketika menyusun semesta ‘Melting Land’ bersama tim The Roty Broi, saya berpikir tentang kepanikan yang terjadi pada hari-hari terakhir umat manusia. Saya membayangkan, di masa depan, ketika bumi semakin rusak, bukan hanya es atau kutub saja yang mencair tapi tanah juga bisa meleleh dan manusia berlarian panik tak terarah,” terang The Broy.
Baker The Roti Broy, Suwar Kainde mengatakan bahwa, proyek ini adalah lompatan besar bagi industri kreatif Surabaya mengingat proyek NFT masih belum digarap dengan baik, dan memiliki masa depan yang menjanjikan karena perkembangannya di pasar global masih belum mencapai titik puncak.
“Melihat adanya potensi tersebut, kami mencoba ikut untuk menyajikan karakter The Roty Broi beserta road map yang keren. Gol dari project ini adalah mengumpulkan dana untuk produksi Roty Broi The Movie.
Gagasan dari proyek ini berawal dari kesadaran bahwa. kondisi bumi semakin mengkhawatirkan dan bukan hal yang mustahil jika nubuat kehancuran bumi karena kerusakan lingkungan semakin nyata di depan mata. Kami ingin berbagi awarness ini dengan menciptakan universe ‘The Melting Land’ yang sudah siap meleleh pada bulan Februari 2022,” ungkap Suwar.
Kenapa memilih format NFT?
My Receipt sebagai developer berpendapat bahwa teknologi dalam NFT, yaitu blockchain, adalah titik vital desentralisasi transaksi jual beli aset digital untuk karya seni. Tak hanya transaksi karya dengan format jpeg, tetapi juga berupa token yang dihasilkan oleh smart contract.
Pembeli bisa memiliki sertifikat kepemilikan aset yang diakui oleh sistem blockchain. Dalam karya kolaborasi kali ini, The Roty Broi memilih Polygon karena memiliki gasfee yang murah. Seri NFTs PFP (profile for photo) ini adalah representasi imajinasi si kreator, The Broy.
Community Leader The Roty Broi, Qembones berpendapat bahwa, selain memiliki nilai artistik yang tinggi, The Roty Broi juga memiliki nilai investasi yang potensial. Nilai investasi ini sudah dirasakan oleh para kolektor seni.
Sebagai contoh kasus yang terjadi di Indonesia, melonjaknya nilai investasi ini dirasakan oleh ratusan orang yang membeli karya selfie NFT (Ghozali Everyday) yang viral belakangan ini. Kegemparan ini mengakibatkan banyak orang penasaran dan tertarik turut berinvestasi dalam NFT. (ari)