telusur.co.id - “Orang-orang Sangihe hari ini tidak miskin. Kami tetap makan, bekerja, aman, dan bahagia. Persoalannya kekayaan bumi yang ada di Sangihe akan diambil. Orang Sangihe aja nggak gila mau ambil. Kenapa orang luar yang sibuk?” ucap Jull Takaliuang dari Save Sanghie Island pada Senin (21/6) dalam Insight #38 PKAD.

Seperti diketahui, “Insight #38 PKAD: Save Sangihe Island, Apa Kabar Tambang Indonesia?” mengundang Jull Takaliuang (Save Sanghihe Island), Laksamana Muda TNI (Purn) Soeleman B. Ponto (Mantan KABAIS dan Tokoh Sulawesi Utara), dan Dr. Arim Nasim (Akademisi dan Ekonom Islam).

Persoalan #SaveSangiheIsland telah menjadi wacana global. Pemberitaan media internasional dan nasional mengangkat persoalan rencana penambangan emas oleh perusahaan yang 70% dikuasai Kanada.

Jull Takliuang juga menyesalkan sikap negara. “Negara harusnya menjamin kesejahteraan masyarakat. Nah, ukuran kesejahteraan itu kesejahteraan siapa, kalau kemudian pulau ini dirusak dan orang Sangihe menderita?” ujarnya.

Pulau Sangihe adalah pulau kecil di Sulawesi Utara dengan luas hanya 73.600 hektar yang rentang bencana, khususnya gempa bumi. Hal ini karena terletak di antara lempeng besar Pasifik dan lempeng Eurasia, 2 lempeng kecil, ada patahan dan 3 gunung api aktif. 

Sebanyak 27-30 lembaga yang tergabung dalam Save Sangihe Island menolak keras kegiatan penambangan oleh PT Tambang Mas Sangihe (TMS) karena akan menimbulkan kerusakan lingkungan yang masif.  

Mereka terus melakukan upaya agar Izin Usaha Produksi (IUP) terhadap perusahaan tambang tersebut dibatalkan. Apalagi IUP tersebut sesungguhnya bertentangan dengan UU Nomor 1 Tahun 2014 yang memang dibuat untuk melindungi pulau-pulau kecil dari rakusnya para penambang.  

Soleman B. Ponto menambahkan, fakta dari Jull Takaliuang. Dirinya yang juga mantan KABAIS menjelaskan bahwa, dalam Izin Usaha Produksi (IUP) yang dikeluarkan Kementerian ESDM disebutkan, wilayah yang diberikan kepada PT. TMS seluas 42 ribu hektar, lebih dari separuh dari total luas Pulau Sangihe.  

“Ironisnya, 70% sahamnya adalah milik perusahaan Kanada, sisanya swasta, di antaranya untuk daerah hanya mendapatkan 2%. Dampak kerusakan dan kerugian yang harus diterima masyarkat Sangihe jika aktivitas penambangan ini terus dilanjutkan tidaklah ringan,” ungkapnya. 

Demi menguarai akar pesoalan dari madharat yang ditimbulkan penambangan emas di pulau Sangihe, maka ini tidak boleh dilakukan. Karenanya, Dr. Arim Nasim memberikan perspektif pengelolaan tambang dan Sumber Daya Alam (SDA) dalam ekonomi Islam. 

“Sebenarnya ada solusi dari semua permasalahan tambang yang terjadi tidak hanya di Sangihe, tapi juga di seluruh negeri ini, yaitu pengelolaan dalam perspektif Islam yang adil dan mensejahterakan,” paparnya. 

Tambahnya lagi, “Karena paradigma pengelolaan kekayaan alam dalam Islam bukan bisnis untuk profit sebagaimana kapitalis, tapi ri’ayah (pengurusan terhadap rakyat) untuk kesejahteraan secara profesional dan bebas dari korupsi. Dikelola dengan mengutamakan kemaslatan dan kelestarian lingkungan,” sambungnya. 

Dr Arim Nasim menilai bahwa, haram hukumnya tambang diserahkan kepada swasta baik lokal apalagi asing.  

Diskusi Insight #38 Pusat Kajian dan Analisis Data (PKAD) terselenggara pukul 15:30-17:00 WIB mendapatkan sambutan meriah. Banyak peserta dari anak-anak pilihan Sanghihe yang hadir di Zoom Meeting.  

Tak terkecuali, dukungan masyarakat Indonesia kian menggelora bahwa, Islam mampu memberi solusi bagi seluruh alam. Baik muslim maupun non muslim. (ar/hn/ari)