telusur.co.id - Pancasila disepakati oleh pendiri bangsa sebagai dasar negara Republik Indonesia. Kehadiran Pancasila bukan suatu pemberian yang tiba-tiba jatuh dari langit. Ia mengalami proses panjang, mendapat persetujuan dan kemudian disahkan secara musyawarah mufakat oleh perwakilan-perwakilan bangsa Indonesia dalam sidang-sidang BPUPKI maupun PPKI. 

Negara Republik Indonesia dengan dasar negara Pancasila terbentuk menjadi satu negara modern. Ia bukan negara sekuler dan bukan pula sebagai negara agama, yang artinya negara mendukung perkembangan agama namun tidak menyatakan satu agama untuk menjadi agama negara. 

Kita juga harus menjaga komitmen dan tujuan kemerdekaan dengan menjaga keutuhan kehidupan bersama ini. Namun, sejak reformasi, muncul sebagian orang yang mempertanyakan kembali Pancasila sebagai dasar penyelenggaraan bernegara, menawarkan ideologi lain, dan membenturkan Pancasila dengan agama. 

Hal ini disampaikan Menteri Agama RI, Yaqut Cholil Qoumas saat memberikan materi melalui video yang diputar pada acara Webinar Menyingkap Pancasila dalam Peradaban Bangsa yang diselenggarakan BEM KM UGM pada Minggu, (27/6/2021).

Hal ini dikarenakan dalam era kekinian, arus globalisasi dan war by proxy, keberadaan Pancasila sebagai ideologi terganggu dengan masuknya paham politisasi agama.  

“Akibatnya, Pancasila menjadi tenggelam, dan terdistorsi dalam ruang publik yang begitu sesak. Melalui Pancasila, ada titik temu atau kalimatun sawa dengan agama-agama yang ada di Indonesia,” ujar Yaqut. 

Menurutnya, Pancasila merupakan seperangkat nilai yang menjadi identitas kultural masyarakat Indonesia, dimana tradisi kultural ini tidak lepas dari peran agama Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha, Konghuchu, dan lainnya telah ikut menyempurnakan tradisi dan nilai-nilai masyarakat nusantara.  

Dengan berdasarkan Pancasila, bangsa Indonesia dijamin dapat melaksanakan perintah agama dan kepercayaan masing-masing dengan tetap mengedepankan  harmoni dalam kehidupan bermasyarakat berbangsa, dan bernegara.  

“Saya berharap, dialog ini akan membuka cakrawala pandang masyarakat mengenai  Ketuhanan Yang Maha Esa, serta mengupas pentingnya makna Pancasila dari berbagai perspektif dan kepercayaan yang ada di Indonesia. Sehingga tidak akan ada lagi yang bisa mempertentangkan Pancasila dengan agama,” tandas Yaqut.  

Sementara itu, Pegiat Pancasila, Diasma  Sandi Swandaru menyatakan, Indonesia dibangun dalam untaian sejarah yang panjang. Mempelajari Pancasila tidak boleh dilepaskan dari basis material pembentuknya, yaitu peradaban-peradaban yang telah ada sebelum Indonesia merdeka.  

Bahkan, bila ditarik ke belakang, dalam bumi nusantara ini, telah ditemukan manusia purba Megantropus Paleojavanicus, 1 –2 juta tahun lalu yang hidup masa zaman batu tua (paleolitikum), juga terdapat situs tertua Megalitikum 2.351-1.416 SM di Lore Lindu Sulawesi Tengah. 

Kemudian beralih memasuki zaman sejarah dengan ditemukannya prasasti Yupa abad 4 di Kalimantan Timur dengan bertuliskan huruf Palawa kuno dan bahasa Sansekerta, dan diteruskan dengan berdirinya beragam kerajaan-kerajaan di Nusantara. Seiring dengan itu, interaksi sosio kultural antar bangsa juga telah berlangsung selama berabad-abad.  

“Adat-istiadat, budaya, agama, dan kebiasaan-kebiasaan yang ada dalam masyarakat inilah merupakan bahan baku, asal usul  pembentuk Pancasila atau yang dikenal dengan sebutan Causa Materialis.  

Maka sangatlah tepat saat Ir. Soekarno mengatakan, Pancasila digali dalam bumi Indonesia,” tegas peneliti PSP UGM yang menggeluti Pancasila sejak 2006 ini. 

Menurut Diasma, setelah Pancasila menjadi dasar negara Republik Indonesia, maka pihak pertama yang wajib memegang erat-erat Pancasila adalah pejabat-aparat negara.  

Merekalah yang diberikan kewenangan membuat peraturan, kebijakan, regulasi serta melaksanakan tugas dan fungsi pemerintahan untuk memajukan kesejahteraan umum, menjamin kesehatan dan pendidikan, memberikan perlindungan dan rasa aman untuk seluruh rakyat Indonesia.   

Sedangkan dalam menghadapi perkembangan zaman dan ragam persoalan-persoalan yang terjadi akhir-akhir ini, Diasma menyarankan agar dihadapi dengan jalan dialogis, disamping itu, perlu terus-menerus memupuk dan mempertebal kepercayaan diri sebagai bangsa yang beradab, berpikiran terbuka, dan berbudaya.  

Bangsa kita memiliki Pancasila yang berakar dalam sendi-sendi kehidupan masyarakat, yaitu nilai ketuhanan, kemanusiaan, kebangsaan/persatuan, kerakyatan/demokrasi, dan keadilan sosial merupakan modal dasar yang kuat dalam hidup sehari-hari maupun dalam pergaulan dunia internasional.  

Masa depan dunia adalah Asia Pasifik, tanda-tanda itu sudah nampak di depan mata. Sebagai generasi muda, kita tidak boleh hanyut terbawa arus dan hanya menjadi follower saja tetapi harus menjadi salah satu aktor yang turut membangun peradaban dunia.  

Saat ini Indonesia masuk negara G-20, maka kita perlu mempersiapkan dan membekali diri dalam menghadapi dunia yang semakin terbuka ini agar menjadi bangsa maju dan berbudaya.  

“Kita harus memulai kembali mengekspor Pancasila dalam pergaulan internasional, membawa pesan pesan persaudaran antar bangsa, hidup damai dan sejahtera,” ujar Ketum Genmuda ISRI ini.    

Sependapat dengan Diasma, Ganjar Pranowo menyampaikan, aparat harus yang nomor satu memegang Pancasila, “Saya katakan itu betul! Nah sekarang kalau masih ada aparat yang masih teriak-teriak tentang khilafah bagaimana? Saya minta izin kepada menteri agar dipecat, tidak ada kata lain.  

Proses pemecatan harus dipermudah, jangan dipersulit. Sekarang sudah dinyatakan bahwa, PKI dilarang, HTI dilarang, FPI dilarang, ya sudah. Kalau mereka berafiliasi disitu, buat surat pernyataan tobat, kalau tidak mau tobat ya pecat,” lugas Gubernur Jawa Tengah ini.  

Bahkan Gubernur Jawa Tengah ini menambahkan, saat melantik Bupati dan Wakil Bupati Pekalongan pada hari Minggu pagi tadi, Ganjar menandaskan, “Yang pertama saya bacakan kepada mereka. Pertama: Anda harus loyal pada ideologi negara, kalau tidak loyal itu problem, Anda berhadapan dengan saya karena sudah memegang tanda tangan  pakta integritas.   

Kedua, tidak boleh korupsi, pegang itu. Tidak boleh KKN, Kolusi Korupsi dan Nepotisme no way. Hal ini saya lakukan agar mereka mengerti, kalau suatu saat ada persolan maka izinkan saya dengan mudah untuk memecat Anda,” papar Ganjar.   

Sedangkan, implementasi Pancasila dalam kehidupan sehari-hari, Ganjar membeberkan bahwa, Pancasila itu saling membantu, saling menghormati, saling meninggikan, dan bertenggang rasa satu sama lain, itulah laku Pancasila. Hal ini akan menjadikan kehidupan kita menjadi lebih sejuk, adem-ayem tenteram, damai membawa persatuan Indonesia.  

Lebih lanjut, ia menambahkan, kalau ada tetangga terkena Covid-19, isolasi mandiri, dengan saling membantu, kasih minyak goreng, sayuran, iuran dikit-dikit itulah the real of Pancasila.  

“Contoh lain, pada sebuah desa di Temanggung, satu keluarga 8 orang terkena Covid-19. Saat isolasi mandiri, bagaimana ternak dan kebun mereka?  

Disinilah kemudian Lurah menggerakkan warga untuk gotong royong, membantu penuh kebutuhan makanan, kebunnya dicangkulkan dan disiangi, dan termasuk urusan ternak, para warga membantu mencarikan rumputnya. Ini contoh perilaku Pancasila,” sambung Ganjar.  

Ia juga mengimbau, “Hai anak-anak bangsa yang berada di dalam dan di luar negeri, datanglah, negerimu sedang membutuhkanmu untuk mengembangkan dan melakukan riset dalam menangani Covid-19 dan menghadapi tantangan zaman. 

Maka hasil karya anak bangsa haruslah mendapat tempat, seperti vaksin nusantara dan GeNose C19 buatan anak bangsa, saya dukung penuh,” tutup Ganjar Pranowo. (ari)