telusur.co.id - SURABAYA, Ketua Dewan Pimpinan Cabang (DPC) PDI Perjuangan (PDIP) Surabaya, Adi Sutarwijono mengatakan aduan dugaan pembohongan publik dan provokasi yang dilayangkan Ketua DPD Kongres Advokat Indonesia (KAI) Abdul Malik terhadap Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini, tak memiliki logika dan konstruksi hukum yang jelas.
Dikutip dari CNNIndonesia.com aduan kepada Risma itu sebelumnya dilakukan Malik di Ditreskrimum Polda Jatim, Senin (2/11) sore kemarin. Dalam aduannya, Risma dinilai telah melakukan pembohongan publik dan provokasi terhadap warga Surabaya, saat mengampanyekan calon wali kota dan wakil wali kota nomor urut 1 Eri Cahyadi-Armuji.
"Logika dan konstruksi hukumnya tidak jelas," kata Awi, sapaan akrabnya
Awi menanggapi soal tudingan Malik yang menyebut bahwa Risma telah melakukan pembohongan publik karena menyatakan Eri merupakan anaknya. Menurutnya, ucapan Risma adalah hal yang lumrah dan sudah biasa dilakukan oleh orang nomor satu di Surabaya tersebut.
"Soal [Eri] anak Bu Risma, itu kan suatu diksi yang biasa. Itu lumrah disampaikan oleh seorang tokoh, kalau dia bilang 'anak-anakku warga Surabaya' itu kan biasa. Apakah anak-anak itu kemudian harus selalu berkonotasi biologis, kan tidak juga," ujarnya.
Pernyataan Risma yang menyebut Eri adalah anaknya, menurut Awi, adalah sebuah kiasan yang juga sudah biasa dinyatakan para tokoh di waktu kampanye, sebagai wujud kedekatan dan menyatakan dukungan secara personal.
"Saya pikir semua orang tahu, dan laporan itu malah diketawain banyak orang. Karena itu biasa, dalam kampanyenya jika seorang tokoh memakai satu kiasan sebagai suatu metafora mengenai hubungan personalnya," kata dia.
Poin selanjutnya yang dipermasalahkan Malik, adalah soal perkataan Risma yang dinilai provokatif, yakni saat Risma menyebut Surabaya bisa hancur lebur, jika tidak dipimpin oleh anaknya (Eri).
Menurut Awi, pernyataan Risma tersebut adalah bentuk keyakinan politik pribadi, yang juga memiliki nilai-nilai kebebasan untuk disampaikan sebagai pendapat. Dan pendapat itu tentu punya preferensi tersendiri.
"Soal Surabaya rusak dan sebagainya itu adalah keyakinan Bu risma. Bahwa dia punya preferensi politik pribadi maupun pendapat pribadi ya terserah saja. Dan Mas Eri Cahyadi lama membantu Bu Risma, sehingga dia tahu dan mengenal persis pada siapa kemudian Surabaya ini pantas dipimpin siapa," ujarnya.
Soal dugaan pelanggaran cuti kampanye. Awi mengatakan bahwa Risma telah mengajukan permohonan cuti kepada Gubernur Jawa Timur, dan sudah mendapatkan jawaban. Ia pun memastikan, secara teknis, Risma tak melakukan pelanggaran apapun.
"Soal cuti, Bu Risma menyampaikan kalau sudah mengajukan izin cuti kepada Gubernur Jawa Timur. Oleh Pemprov Jatim dijawab, yang kegiatan hari libur tidak perlu mengajukan cuti. Karena cuti itu terikat dengan hari kerja," kata dia.
Awi mengatakan bahwa laporan-laporan dugaan pelanggaran yang dialamatkan kepada Risma tersebut adalah bentuk kegelisahan dari pihak tertentu. Pasalnya, Risma adalah tokoh yang memiliki pengaruh elektoral besar di Surabaya, dan berpotensi akan mengalirkan suara pula ke Eri-Armuji.
"Akhir-akhir ini saya rasa ada pihak yang gelisah Bu Risma turun sebagai juru kampanye. Faktanya memang Bu Risma punya pengaruh elektoral yang besar, karena kepercayan dan kepuasan masyarakat kepada Bu Risma sangat tinggi," ucapnya.
Jika Risma adalah tokoh yang biasa-biasa saja, dan tak memiliki pengaruh politik, menurutnya, pernyataan-pernyataan Risma itu juga akan diabaikan begitu saja dan tidak terlalu dikhawatirkan.
"Persoalan kekhawatiran politik itulah yang menjadi pangkal sehingga semua langkah Bu Risma coba dipotong, dengan cara memperkarakan secara hukum sekalipun logika hukumnya juga tidak jelas," pungkas Awi.
Sebelumnya, Ketua DPD Kongres Advokat Indonesia (KAI) Abdul Malik mengadukan Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini ke Polda Jatim. Dalam aduannya, Risma dinilai telah melakukan pembohongan publik dan provokasi terhadap warga Surabaya, saat mengampanyekan calon wali kota dan wakil wali kota nomor urut 1 Eri Cahyadi-Armuji.
Aduan Malik ini disampaikannya usai Ditreskrimum Polda Jatim pada Senin (2/11) sore kemarin. Aduan ini dilayangkannya lantaran laporannya ke Bawaslu dan Kemendagri tak kunjung digubris.
"Kami serahkan proses ini kepada Polda Jawa Timur karena Bawaslu sepertinya lambat karena pengalamannya Risma dipanggil tidak datang," kata Malik.