telusur.co.id - Sejak pertama kali Covid-19 masuk ke Indonesia Maret 2020 lalu hingga catatan angka penyebaran Covid-19 saat ini, nampak pemerintah cenderung kurang sigap dalam melakukan pencegahan terhadap mewabahnya virus Covid-19.
Hal ini dapat dilihat dengan membandingkan jumlah kasus positif Indonesia dengan negara lain, dimana Indonesia menempati urutan tertinggi bila dibandingan dengan 9 (sembilan) negara ASEAN lainnya, demikian disampaikan Ketua Komite III DPD RI, Sylviana Murni dalam sambutannya membuka Rapat Kerja dengan Menteri Kesehatan RI, Budi Gunadi Sadikin.
Masih menurut Sylvi, pemerintah juga dinilai kurang melibatkan pelayanan kesehatan dasar seperti Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) serta masyarakat dalam menghadapi penyebaran Covid-19.
“Sebagaimana diketahui, Puskesmas sebagai fasilitas kesehatan yang paling dekat dengan masyarakat, seyogyanya menjadi ujung tombak dalam melakukan upaya penanggulangan Covid-19.
Namun tidak semua Puskesmas menjalankan fungsi tersebut, terutama bagi Puskesmas yang berada di daerah-daerah dikarenakan minimnya sarana dan prasarana,” ujar Mpok Sylvi, sapaan akrabnya. Selasa, (26/1/2021).
Perihal peran dan fungsi Puskesmas yang seharusnya diberdayakan dan dioptimalkan sebagai Fansyankes dalam penanganan Covid-19 di dukung oleh Anak Agung Gde Agung, Senator dari Bali.
Dalam Raker dengan Menkes tadi, Senator yang juga mantan Bupati Badung dua periode tersebut menguraikan, pengalamannya saat menjalankan program pencegahan dan penanggulangan HIV di daerahnya, yang sukses menempatkan Puskesmas sebagai garda terdepan layanan kesehatan ke masyarakat.
Masih menurut Anak Agung seharusnya seluruh Puskesmas di Indonesia difasilitasi dengan alat rapid test yang memadai untuk kepentingan testing dan tracing.
Senator Bali ini bahkan merekomendasikan Pemerintah untuk menggunakan GeNOSE C-19 produksi Universitas Gajah Mada, sebagai alat pendeteksi Covid-19. Apalagi GeNOSE kabarnya telah memperoleh izin edar dari Kemenkes.
Sependapat dengan senator Bali, Zuhri M. Syazali, Senator asal Bangka Belitung mengharapkan, pemerintah juga menggunakan vaksin merah putih, yang merupakan produksi dalam negeri, sebagai alternatif vaksin lainnya yang saat ini dikonsumsi.
Menanggapi pernyataan senator Bangka Belitung perihal vaksin Covid-19, Menteri Kesehatan, Budi Gunadi Sadikin memastikan ketersediaan jumlah dosis vaksin mencukupi hingga Kuarter pertama tahun 2022.
“Dari total penduduk yang harus divaksin untuk Herd Immunity sebanyak 181.554.465 orang, dipastikan pemerintah telah siap dengan jumlah kebutuhan dosis vaksin sebanyak 426.800.000 dosis,” ucap Menkes Budi.
Budi menambahkan, jumlah tersebut telah diperhitungkan dengan wastage rate sebesar 15%. Pemberian vaksinasi bagi tenaga kesehatan dan pelayan publik di 34 provinsi diprioritaskan untuk gelombang pertama, yang berlangsung pada Januari s/d April 2021. Sebanyak 1,48 juta tenaga kesehatan dan 17,4 juta pelayan publik menjadi targetnya.
Adapun perihal penggunaan vaksin merah putih, Budi menyatakan memang telah masuk dalam rencana kebijakan pemerintah. Namun, saat ini vaksin merah putih masih dalam proses pembersihan dari elemen-elemen yang tidak diperlukan serta beberapa penelitian di laboratorium luar negeri, serta belum dilakukan uji klinis 1, 2 dan 3.
“Oleh karena itu, pemerintah memprediksi vaksin merah putih baru akan siap dipergunakan pada akhir Maret 2022. Sedangkan perihal optimalisasi peran dan fungsi Puskesmas, hal tersebut telah masuk dalam strategi penguatan surveilans yang dijalankan oleh pemerintah, yang terdiri atas tes, lacak, isolasi dan managemen data,” ungkapnya.
Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) Covid-19 menjadi perhatian senator Bambang Sutrisno. Senator dari Jawa Tengah itu mengungkapkan, adanya temuan efek samping pingsan pasca vaksin Covid-19 selain mual, mata merah, hingga bengkak.
Bambang mempertanyakan dalam hal terdapat biaya yang timbul sebagai dampak dari KIPI yang menimpa seseorang, maka siapa yang akan bertanggung jawab. Hingga saat ini, informasi perihal tersebut belum dijelaskan dan tersampaikan kepada masyarakat.
Pada kesempatan yang sama, Bambang dan beberapa senator seperti Eni Khairani (senator Bengkulu), dan Jihan Nurlela (senator Lampung) mengkritisi masih minimnya keberpihakan dan perlindungan pemerintah kepada tenaga kesehatan atau tenaga kerja lainnya (seperti sopir, office boy dll) yang terlibat dalam penanganan covid-19.
Hal ini terbukti dari minimnya tunjangan/insentif bagi mereka. Hingga saat ini, janji pemerintah untuk memberikan tunjangan tersebut belum terealisasi.
Budi memastikan bahwa, Kementerian Kesehatan akan menanggung seluruh biaya yang timbul dari adanya KIPI pasca vaksinasi Covid-19.
“Untuk itu, Kemenkes memastikan bekerjasama dengan Komisi KIPI daerah dan Komnas KIPI berkenaan tindak lanjut adanya laporan dari masyarakat pasca vaksinasi Covid-19,” kata Mantan Wamen BUMN ini.
Lanjut Budi, sedangkan perihal tunjangan/insentif kepada nakes maupun tenaga kerja lainnya (seperti sopir, office boydll) yang terlibat dalam penanganan covid-19, Budi menjamin tidak ada masalah dalam pemberian tunjangan/insentif kepada nakes yang bersumber dari APBN.
“Saat ini yang terjadi adalah kekhawatiran beberapa Pemimpin Daerah untuk mengalokasikan APBD bagi tunjangan nakes dan/atau tenaga kerja lainnya yang terlibat dalam penanganan Covid-19 karena belum merevisi APBD nya. Padahal revisi APBD tidak perlu dilakukan jika merujuk pada surat Kemendagri,” tutup Budi Gunadi Sadikin. (ari)