telusur.co.idOleh : Denny JA

- Inspirasi dari Film Elvis (2022) dan Elvis (1979)

“Pria yang sepi/
 Mencari, selalu mencari/
 Sesuatu yang tak jua ia temukan/
 Berharap, selalu berharap/
 Suatu hari kehangatan akan datang/

Ini pria yang kesepian/
Tak memiliki siapa-siapa/
Tak bahagia/
Berlindung di mana bisa/“

Lirik ini terjemahan bebas dari Lagu Lonely Man. Elvis Presley merekamnya di tahun 1961. 

Memang lagu ini tak dinyanyikan dalam film Elvis (2022) yang dibintangi Austin Butler. Tak juga lagu ini dinyanyikan dalam film Elvis (1979) yang dibintangi Kurt Russel.

Tapi rasa sepi itulah yang menyelinap di hati sang superstar, sang maha bintang, the King Elvis Presley. Rasa sepi itulah yang membuat hidup Elvis menjadi kisah tragedi.

Di usia masih muda, 42 tahun, ia ditemukan wafat di kamar mandinya sendiri. Kesehatannya sangat buruk. Badannya menggelembung. Ia lama tergantung pada obat- obatan. Ia depresi berat.

Apa yang terjadi pada the King ini? Mengapa bakat luar biasa yang Elvis miliki, ketenaran puncak,  dan legacy yang oleh majalah musik ternama Rollng Stones ia dipilih no 3 dari 100 musisi terbesar sepanjang sejarah, ia dianggap lebih besar dibandingkan Rolling Stones, Bee Gess, James Brown, the Queen, Ray Charles, Steve Wonder, kok hidupnya tak bahagia?

Film Elvis (2022) menggali satu penyebab, dari banyak penyebab lain. Yaitu hubungan Elvis Presley dengan manajernya Tom Parker, yang bagus sekali diperankan oleh Tom Hank

Di awal film, kita digambarkan masa tua Tom Parker, manajer Elvis, yang juga tak bahagia. Ia sudah sakit-sakitan.

Ia menggerutu. Ia tegaskan perannya. Ia bicara kepada dirinya sendiri, sambil berharap dunia menyadari.

“Sayalah yang menciptakan Elvis Presley. Saya lah yang mengubahnya dari artis lokal menjadi superstar paling hebat.”

“Ini keterlaluan. Saya dituduh penyebab kematian Elvis Presley! Saya dituduh sebagai monster karena mengambil fee 50 persen dari keuntungan Elvis Presley!”

Tom sendiri bangga menyebut dirinya sebagai ahli pengecoh. Ia bisa mengubah hal tak penting menjadi penting. Ia bisa mengecoh siapapun untuk membeli kemasan yang ia buat.

Tak dikisahkan di film ini, detail dari mana Tom Parker ini dipanggil kolonel. Elvis pun memanggilnya kolonel.

Parker lahir di Belanda, lalu bermigrasi secara ilegal ke Amerika Serikat pada usia 20 tahun. 

Ia mengubah namanya dan mengaku lahir di Amerika Serikat. Tempat kelahiran yang sebenarnya di Belanda serta status imigrannya tidak terungkap selama bertahun-tahun.  

Awalnya Parker  pekerja di bisnis karnaval. Ia  pindah ke bisnis promosi musik pada tahun 1938. Ia mulai bekerja untuk penyanyi populer pertama, Gene Austin, dan kemudian penyanyi musik country Eddy Arnold, Hank Snow, dan Tommy Sands.

Parker juga membantu kampanye Jimmie Davis untuk menjadi Gubernur Louisiana.  Sebagai hadiah, Davis memberinya pangkat kehormatan "kolonel" di Milisi Negara Bagian Louisiana.

Panggilan kolonel itu diberikan awalnya oleh Gubernur Jimmie Davis.

Ketika sedang menyiapkan konser Hank Snow, tak sengaja Parker mendengar lagu awal yang direkam oleh Elvis Presley, “That’s All Right, Mama.”

“Ini lagu yang sedang populer: sangat populer," ujar anak Hank Snow.  “Itu penyanyi kulit hitam. Bukan untuk kita kulit putih,” ungkap Hank Snow.

Saat itu di tahun 1950an, permusuhan rasial sedang di puncak- puncaknya. “Oh bukan,” jawab anak Hank Snow. Penyanyi ini anak muda kulit putih. Namanya Elvis Presley.”

Parker yang ada di sana, mendengar percakapan itu. Ia terpana. Ia bertanya “Musik kulit hitam dinyanyikan oleh kulit putih? Lalu disukai pula oleh penduduk kulit putih? Bagaimana bisa?”

Parker pun tertarik untuk mengenal Elvis Presley. Ia segera mencari dimana Elvis akan melakukan konser. Ia ingin melihatnya sendiri.

Datanglah itu momen. Elvis akan show berbarengan dengan penyanyi yang diasuh oleh “Kolonel” Tom Parker. Saat itu, kemana- mana, Elvis masih diantar oleh mamanya.

Sempat Parker mendengar percakapan Elvis dan mamanya. Ini kunci untuk mengambil hati Elvis dan mamanya.

“Dengarlah Nak, “ kata mamanya meyakinkan. “Dalam  dirimu itu ada dua kekuatan. Dirimu dan saudara kembarmu.” Jessie Grown, kembar Elvis yang lahir terlebih dahulu, wafat sejak lahir.

Satu lagi ucapan mama Elvis yang selalu digunakan Parker untuk mendekati Elvis: “Keluarga adalah yang terpenting.”

Ketika akhirnya Parker mengambil Elvis dari manajernya yang lama, ini yang Parker kerjakan. Ia jadikan Ayah Elvis sebagai direktur usaha bisnis Elvis, karena kata Parker kepada Elvis dan keluarganya: “Keluarga adalah yang utama. Jadikan ini bisnis keluarga.”

Di situlah nampak keunggulan Kolonel Tom Parker. Ia bisa membuat manajer lama sukarela memberikan Elvis karena mendapat fee yang besar.

Ia segera membuat Elvis melambung. Kontrak dengan perusahaan rekaman sangat besar RCA.  Elvis muncul di acara Ed Sulivan Show.  Tour ke berbagai kota.

Ketika datang tekanan politik, ia minta Elvis ikut wajib militer selama 3 tahun (1957-1960). Ia ikut menjodohkan Elvis dengan Priscilla yang kemudian menjadi istrinya. Dan Kolonel Tom Parker pula yang menahan Elvis sehingga tak pernah melakukan tour ke luar negeri.

Ketika Elvis ingin lebih terlibat dalam politik melalui lagu dan pernyataan, Tom Parker juga yang mencegahnya: “No, No, No. Don’t talk about politics and religion!” Tugasmu menghibur siapapun agar happy, apapun agama dan paham politik penggemarmu.

Film menjadi lebih kuat karena ditampilkan pula latar belakang kondisi politik Amerika Serikat di tahun 1950an - 1960an. Pembelahan rasial masih tinggi.

Elvis sendiri di masa kanak-kanak tumbuh di lingkungan miskin kulit hitam. Lingkungan ini pula yang membuatnya pertama kali mendengar dan mencintai musik.

Sejak usia 9 tahun, ia rajin mengintip dari lubang kecil, penyanyi dewasa kulit hitam melengking dengan musik blues, gospel, dan rock and roll.

Ia pun pernah terpana dengan gereja kulit hitam. Jamaah bernyanyi, menari, mengeskpresikan enerji tertinggi, berteriak, melengking, seperti mengalami ekstase. 

Elvis masih kecil sekali. Ia mencoba merasakan enerji besar dalam kerumunan itu. Badannya pun kemudian bergerak-gerak seperti orang kesurupan. Gerakan inilah yang kemudian mewarnai dancing Elvis di atas panggung yang membuat histeris banyak wanita.

Elvis pun dikenal awalnya sebagai “Si kulit putih yang membawa musik kulit hitam.” Atraksi panggungnya dengan gaya rock and roll kulit hitam, seperti Little Richard ( di lagu Tutti Frutti) dan Chuck Berry (di lagu Johny B Goode), dianggap terlalu seronok oleh kalangan elit mapan kulit putih.

Elvis sempat dilarang bergoyang dengan gaya seronok itu di atas panggung. Bukan hanya dilarang, tapi diancam masuk penjara. Padahal goyang itu yang membuat banyak gadis muda berteriak histeris.

Sang Kolonel Tom Parker meminta Elvis juga tak lagi bergoyang seperti itu. Elvis sempat mengikuti permintaan tersebut. Kolonel menyebutnya, The New Elvis. Ini akan menyenangkan kaum mapan kulit putih.

Tapi penggemar fanatiknya demo di depan rumah Elvis. Mereka membuat poster. Mereka berteriak. “We want Old Elvis.” Kami ingin Elvis yang dulu. Kami tak ingin Elvis baru.”

Kawan- kawan sesama musisi kulit hitam juga meyakinkan Elvis. “You know what? The essense of a true musician is being yourself!” Jadilah dirimu sendiri. Kembangkan lagu dan gaya yang membuat dirimu bahagia. Bukan menjadi orang aneh sesuai pesanan orang lain.

Namun di luar gegap gempita, pesta pora, hiruk pikuk tepuk tangan yang Elvis terima, di dalam dirinya bersemayam hati yang sepi.

Sejak kecil, ia sering pergi ke sungai, sendirian. Lalu ia melihat wajahnya yang terpantul di air. Ia anggap itu adalah wajah kakak kembarnya, Jessie yang wafat. Ia ajak pantulan wajahnya bercakap-cakap.

Ia sering curhat. Ia sering sampaikan kegundahan hatinya kepada bayangan wajahnya sendiri di sungai itu.

Adegan itu ada dalam film Elvis (1979), namun tak ada di film Elvis (2022). 

Sejak kecil, ia sering dipukul teman- temannya karena dianggap anak mama. Ketika tumbuh remaja, elvis juga acapkali dibully karena penampilannya yang “girly,” necis, dandan.

Wafatnya sang Ibu meninggalkan luka yang mendalam di hati Elvis. Ibunya selama ini yang menjadi fondasinya, temannya, mentornya mengatasi hatinya yang acapkali resah.

Ditinggal oleh istri yang dicintainya, Priscilla, menambah lukanya. Sempat ia peluk sang istri dan berkata sambil menangis: “Please Don’t Go.”

Namun perpisahan itu tak terhindari. Priscilla sudah bertekad meninggalkan Elvis yang mulai kecanduan obat-obatan. Dalam berbagai kesempatan ketika mereka berjumpa, Elvis tetap menyatakan para Priscilla: “I always love you.”

Tak lama setelah perpisahan itu, Elvis merekam lagu “Always on my mind.”

Lirik lagu itu antara lain:

“Maybe I didn't treat you
Quite as good as I should have/
Maybe I didn't love you
Quite as often as I could have

Little things I should have said and done
I just never took the time

… You were always on my mind
(You were always on my mind)
You were always on my mind.

Walau dikelilingi banyak wanita cantik, tapi dtinggal pergi oleh Priscilla yang dicintainya, sangatlah memukul. Lagu “Always on my mind” itu sangat tepat mewakilli perasaannya.

Suasana tak punya siapa- siapa di hati Elvis bertambah. Apalagi kemudian ia mengetahui, kolonel Tom Parker, yang ia anggap seperti ayahnya sendiri mengeksploitasi dirinya. (1)

Ketika Elvis kelelahan, tour yang panjang dan berhari- hari, ia diberi dopping, obat- obatan. Ketika ia sulit tidur, ia juga diberi obat- obatan. Ujar kolonel, yang paling penting Elvis harus bisa menyanyi di atas panggung.

Ayah kandungnya sendiri yang ia percayai memimpin bisnisnya ternyata tak kompeten. Betapa kaget Elvis ketika sang Ayah bercerita: kita bangkrut, Elvis. Kita bangkrut!

Kondisi Elvis mirip seperti lirik lagu yang ia nyanyikan: Lonely Man:

“Ini pria yang kesepian/
Tak memiliki siapa-siapa/
Tak bahagia/
Berlindung dimana bisa/“

Dan Elvis, berlindung pada obat- obatan. Badannya menggelembung. Ia depresi. 

Di hari itu, 16 Agustus 1977, di usia muda 42 tahun, Elvis ditemukan terkapar di kamar mandinya. Mati. Sendiri. Sepi.

CATATAN

1. Tom Parker dianggap manajer yang mengeksploitasi Elvis Presley

Elvis: Colonel Tom Parker Really Was That Bad
https://www.denofgeek.com/movies/elvis-colonel-tom-parker-really-was-that-bad/?amp