telusur.co.id - Pada momen peringatan Hari Dunia Menentang Pekerja Anak (World Day Against Child Labour) yang diperingati setiap tanggal 12 Juni,  Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa menyatakan komitmennya atas terpenuhinya perlindungan dan hak anak-anak di Jatim
 
Komitmen Gubernur Khofifah ini terbukti, berdasarkan data BPS yang dirilis pada tahun 2023 menunjukan bahwa, prosentase pekerja anak usia 10-17 tahun di Jatim dari tahun 2020 sampai 2022 terus mengalami penurunan. Di tahun 2020 prosentase pekerja anak di Jatim di angka 2,59%, kemudian di tahun 2021 turun menjadi 2,01% dan di tahun 2022 semakin turun di angka 1,51%.
 
Jatim sendiri merupakan tiga daerah terendah untuk  prosentase pekerja anak usia 10-17 tahun setelah DKI Jakarta di angka 0,61% dan Aceh 1,01%.
 
“Terjadi penurunan prosentase cukup signifikan dari tahun 2020 ke tahun 2022. Dimana tahun 2022 di angka 1,51% dan berada jauh dibawah rerata nasional yakni 2,44%. Ini bukti komitmen kami untuk selalu melindungi hak anak-anak di Jatim," terang Gubernur Khofifah di sela-sela kunjungan kerjanya misi dagang di Padang Sumatera Barat. Senin, (12/6/2023).
 
Sebagai informasi, Hari Dunia Menentang Pekerja Anak merupakan peringatan tahunan yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran global terhadap masalah pekerja anak yang masih berlangsung di banyak negara di seluruh dunia.
 
Khofifah menjelaskan, pekerja anak memiliki dampak jangka panjang yang merugikan. Karena, anak-anak yang terjebak dalam pekerjaan tidak layak seringkali berhenti dari pendidikan mereka dan membatasi peluang masa depan mereka.
 
"Bahkan, mereka juga berisiko tinggi mengalami penyalahgunaan, eksploitasi, dan kondisi kerja yang berbahaya. Pada momen ini, hal-hal seperti inilah yang akan menjadi fokus utama kami dalam pengentasan pekerja anak," urai orang nomor satu di Pemprov Jatim ini.
 
Mengangkat tema "Social Justice for All. End Child Labour!" artinya "Keadilan Sosial untuk Semua. Akhiri Pekerja Anak!", Khofifah berharap bahwa, semangat yang terkandung didalamnya mampu menekankan hubungan antara keadilan sosial dan pekerja anak. Sehingga, Dampak-dampak negatif harus ditekan dengan meningkatkan kualitas hidup keluarga. ​
 
"Selain itu, juga dengan melakukan langkah nyata secara berkesinambungan untuk menanggulangi pekerja anak melalui upaya pencegahan, pemantauan/pengawasan, dan mendorong kemitraan lokal untuk melakukan remediasi pekerja anak,” sambungnya.
 
“Penting juga menggandeng multipihak dan mobilisasi sumberdaya yang tersedia dan menggerakkan peran bersama,” tuturnya.
 
Lebih lanjut ditegaskan Khofifah, pihaknya akan terus berupaya menjadikan Jawa Timur sebagai Provinsi Layak Anak (Provila) dengan segala kebijakan dan peraturan yang berpihak, melindungi, dan mendukung anak-anak. Khususnya agar anak-anak  terus  tumbuh berkembang dan mendapatkan hak-hak serta perlindungan.
 
“Seluruh jajaran Pemprov Jatim dengan dukungan berbagai stakeholder memiliki komitmen tinggi guna mewujudkan Jawa Timur aman bagi perempuan dan anak. Kami juga akan terus mendukung program-program pemerintah pusat serta memastikan percepatan pembangunan serta implementasi Provila juga KLA di Provinsi Jawa Timur,” tandasnya.
 
Sebagai informasi, Jawa Timur berhasil mempertahankan predikat Provinsi Layak Anak (Provila) selama 2 (dua) tahun berturut-turut sejak tahun 2021. Predikat Provila diberikan atas keberhasilan Provinsi Jawa Timur dalam mendorong dan mewujudkan seluruh kabupaten/kota di Jawa Timur untuk masuk ke dalam pemeringkatan Kabupaten/Kota Layak Anak (KLA).
 
Sebagaimana diketahui, indikator yang harus dipenuhi dalam KLA terdapat lima klaster utama. Antara lain hak sipil dan kebebasan, lingkungan keluarga dan pengasuhan anak, kesehatan dasar dan kesejahteraan anak, pendidikan serta pemanfaatan waktu luang dan kegiatan budaya juga perlindungan khusus, dengan didukung penguatan kelembagaan.
 
"Semua tidak bisa berjalan sendiri, pretasi ini adalah hasil kerjasama dan koordinasi serta kolaborasi  lintas sektor hingga di tingkat kabupaten/kota di Jawa Timur," tukas Gubernur Khofifah. (ari)