Perbuatan Berkesadaran Etik - Telusur

Perbuatan Berkesadaran Etik


Oleh : Nur Kholis

“Iman adalah perbuatan. Keyakinan dan ucapan hanyalah versi tidak utuh dari perbuatan. Jika iman adalah keyakinan, maka Iblis bisa terkategori sebagai makhluk beriman, karena ia meyakini wujud Tuhan, bahkan pernah bertemu dengan-Nya. Jika iman adalah ucapan, maka ‘makelar-makelar’ agama juga bisa terkategori sebagai kelompok paling beriman. 

Perbuatanlah yang menentukan seseorang bisa dikatakan beriman atau tidak. Tidak peduli seseorang penghafal al-Qur’an, tetapi bila perbuatannya tidak mencerminkan isi al-Qur’an, maka sesungguhnya dia bukan orang beriman. 6 Ramadlan 1442 H / 18 April 2021 M,” mengutip kata Prof. Maftukhin (Rektor IAIN Tulungagung).

Agak sulit mengikuti alur konsep ini, bahwa iman adalah perbuatan. Tentu, karena yang ada dalam pikiran penulis atau konsep konvensional bahwa iman adalah keyakinan. Keyakinan berada pada level pengetahuan, pemahaman, dan sikap. Sementara, perbuatan adalah amal (bisa perbuatan baik = amal sholih, perbuatan buruk = amal syu’/fasik). Amal merupakan aktualisasi dari iman. Seseorang yang memiliki kualitas iman baik terhadap Tuhan, maka dia akan beramal baik. 

Dan sebaliknya, seseorang yang memiliki kualitas iman rendah kepada Tuhan, maka amalnya juga buruk. Iman dan amal adalah dua yang satu, keduanya membentuk kesatuan konsep kesadaran kemahahadiran Tuhan (taqwa). Dengan demikian, iman dan amal mencerminkan tingkat kualitas taqwa seseorang terhadap Tuhannya.

Baiklah, sekiranya ada dua teori yang mungkin dapat membantu untuk memahami konsep “tidak lazim” yang disampaikan pak Rektor melalui quote di atas. Pertama, tindakan manusia. Kedua, teori perilaku. Tindakan/perilaku manusia dapat dikategorikan menjadi dua, yaitu; tindakan sadar, dan tindakan tidak sadar. Dua bentuk tindakan manusia ini bersumber dari otak sadar dan otak tidak sadar.  

Kedua otak manusia ini selalu bekerja menurut mekanisme alamiahnya sendiri. Tidak semua tindakan/perilaku seseorang itu merupakan aktualisasi dari kesadaran. Karena ada tindakan seseorang yang bersifat reflek, otomatis, tindakan tanpa kendali, atau tindakan yang tidak terkontrol. Meskipun demikian, kedua tindakan ini tetap mencerminkan karakter, dan keutuhan kepribadian seseorang. 

Setiap perbuatan seseorang pada dasarnya merupakan respon dari stimulan eksternalnya. Respon tidak-lah mutlak, tetapi memerlukan niat untuk melakukan tindakan atau tidak melakukan tidakan. Realisasi atau tidak terealisasi suatu keinginan ditentukan oleh dua hal, yaitu sikap dan norma subyektif. Sikap seseorang ditentukan oleh faktor pengetahuan, pemahaman, dan keyakinan seseorang.  

Sedangkan Norma subjektif adalah keyakinan normatif yang berkaitan dengan persepsi seseorang tentang bagaimana komunitasnya memahami perilaku. Dari sini dapat dipahami konsep Pak rektor bahwa keyakinan dan ucapan hanyalah versi tidak utuh dari perbuatan. Terdapat banyak variabel mempengaruhi perbuatan/tindakan seseorang, baik pengaruh langsung maupun tidak langsung, yaitu; pengetahuan, pemahaman, keyakinan, sikap, dan norma subyektif. 

Perbuatan merupakan aktualisasi final dari kesadaran etik seseorang, karena pada dasarnya manusia adalah makhluk yang beretika. Perbuatan inilah dalam konsepsi penulis disebut sebagai perbuatan berkesadaran etik. Diluar itu, adalah perbuatan yang tidak berkesadaran dan tidak beretika. Perbuatan berkesadaran  etik menjadi kriteria utama kepribadian seseorang, baik secara individual maupun sosial. Setiap perbuatan berkesadaran etik selalu didasarkan pada; pengetahuan etik sosial dan keagamaan, sikap, dan norma subyektif.  

Perbuatan berkesadaran etik, juga dapat dipahami sebagai taqwa. Taqwa disini bukanlah makna normatif, yaitu melaksanakan perintah-perintah dan menjauhi larangan-larangan-Nya. Tetapi taqwa dalam makna kesadaran kemahahadiran Tuhan, karena sejatinya Tuhan adalah maha hadir (omni present). 

Kesadaran ketuhanan akan menjadikan pola pikir, pola sikap, dan pola perilaku seseorang sesuai dengan nilai-nilai, norma, dan etika sosial dan/atau agama. Perbuatan demikian tidak saja merupakan perbuatan sadar, sebagaimana dipahami oleh psikoanalis, Sigmund Freud. Tetapi lebih dari itu, perbuatan yang tersadari bahwa Tuhan selalu mengawasi dan mengetahui semuanya, sehingga ia selalu terbimbing untuk melakukan perbuatan baik, dan tidak melakukan perbuatan buruk.  

Banyak orang yang mengetahui bahwa, Tuhan selalu mengetahui perbuatan baik/buruk kita tetapi kurang/tidak menyadari. Oleh karenanya, sangat mudah tergoda untuk berbuat buruk. Tidak sedikit orang yang berpendidikan cukup, tetapi masih suka korupsi. Cukup banyak orang yang mengetahui ajaran-ajaran agama, tetapi perbuatannya belum mencerminkan pemahaman agamanya. 

Disinilah pentingnya memiliki mekanisme otomat kontrol diri. Lalu apa?  Ya, kesadaran kemahahadiran Tuhan. Kesadaran yang terus menerus dipompakan kedalam otak seseorang, semakin lama akan masuk ke bagian otak bawah sadar. Otak bawah sadar inilah yang akan secara otomatis mengingatkan, membisikkan, dan memberi tanda bahaya pada saat seseorang akan melakukan perbuatan buruk.  

Jika perlawanan terhadap peringatan perbuatan buruk dari otak bawah sadar ini dilanggengkan, dan dibiasakan maka perbuatan buruk akan terbiasakan. Oleh karena itu, menghentikan seketika dengan penuh kesadaran terhadap peringatan-peringatan dari otak bawah sadar terhadap perbuatan buruk diperlukan, dan dibiasakan, agar semakin tertanam kesadaran untuk selalu berbuat baik, dan menjauhi perbuatan-perbuatan buruk. 

Iman, amal sholih (perbuatan baik), dan taqwa merupakan kesatuan makna bahwa perlu selalu mengontrol pikir, sikap, dan perbuatan diri agar sesuai dengan kehendak Tuhan. Dalam al-Qur’an ketiga konsep tersebut sering disebut secara bersamaan, ini menunjukkan bahwa ketiganya merupakan kesatuan konsep ketauhidan, sebagaimana dalam QS al-Anfal/8 : 29.  

Tuhan memberikan potensi dorongan, kesadaran normatif, analisis, mengingat (memori) dan lain sebagainya yang terangkum dalam konsep jiwa adalah sebagai alat bagi Tuhan untuk menguji keimanan, dan ketaqawaan hamba-Nya. Bagi mereka yang memiliki keajegan kesadaran ketuhanan, maka perbuatannyanya akan selalu dalam koridor nilai dan ajaran kebaikan.  

*Penulis adalah Dosen IAIN Tulungagung.


Tinggalkan Komentar