Oleh : Nur Kholis
“Jiwa yang ditundukkan oleh raga, sejatinya mendekam dalam belenggu penjara ragawi. Itulah jiwa yang tunduk. Tidak memiliki ruang kebebasan, kecuali hanya seruas terali-terali penjara ragawi.
Jiwa itu dikerangkeng oleh banalitas inderawi. Ia seperti serigala yang siap menerkam bila sang jiwa berusaha memberontak. Jiwa yang demikian akan selamanya memuja dan menyembah banalitas inderawi. Inilah siklus keterjajahan yang tak berujung. 2 Ramadlan 1442 H / 14 April 2021,” mengutip Rektor IAIN Tulungagung, Prof. Maftukhin.
Di dalam QS al-Tin: 4, Allah swt menginformasikan bahwa manusia diciptakan sebaik-baik ciptaan. Kelebihan manusia dibandingkan dengan makhluk lainnya adalah manusia memiliki semua unsur yang dimiliki oleh makhluk-makhluk lain. Manusia dikarunia jasmani dan ruhani. Berbeda dengan hewan dan tumbuh-tumbuhan yang hanya memiliki jasmani dan insting. Keduanya berfungsi untuk mempertahankan eksistensinya.
Sementara malaikat dan jin tidak memiliki jasmani, tetapi memiliki ruhani. Bagi manusia, jasmani dan ruhani adalah satu kesatuan. Jasmani dan indrawi manusia berfungsi sebagai reseptor, sedangkan ruhani berfungsi untuk mengelola informasi atau stimulus dari luar. Informasi-informasi yang telah diterima dan dikelola oleh akal (ruhani), membuat manusia mampu menciptakan sesuatu yang baru (kreator). Fungsi inilah yang hanya dimiliki manusia.
Kemampuan mengkreasi diberikan kepada manusia karena ia memiliki tanggungjawab sebagai pemimpin (khalifah) (QS al-Baqarah: 30) dan memakmurkan bumi (QS al-Hud:61; al-Rum:9). Dua tanggungjawab ini akan dapat dilaksanakan secara baik jika manusia memiliki pengetahuan dan ketrampilan yang tidak dimiliki oleh makhluk-mahkhluk lainnya. Oleh karena itu, ketika para malaikat mempertanyakan hal ini, Allah swt hanya menjawab bahwa Dia lebih tahu atau mengerti (QS al-Baqarah: 30).
Untuk itu, Allah swt memberikan pengalaman/pengetahuan pertama, yaitu mengajarkan nama-nama benda (QS al-Baqarah: 31). Pengetahuan dan pengalaman Adam as tentang benda-benda di sekitarnya menghantarkan dirinya mampu mencipatakan (mengkreasi), dan meramu semua unsur-unsur benda tersebut sehingga menjadi pengetahuan (pengalaman) baru.
Pengetahuan nama-nama benda dan unsurnya yang diajarkan Allah swt kepada manusia menghantarkannya sebagai kreator (subyek). Sementara, pengetahuan tentang nama-nama kata kerja yang diajarkan kepada para Malaikat menghantarkannya sebagai implementor (subyek penderita). Pengetahuan dan pengalaman kunci ini dapat dilaksanakan dengan baik jika manusia mampu memposisikan jasmani-ruhani secara benar.
Kebenaran dan kesalahan penempatan posisi demikian ini terletak pada bagaimana ia menempatkan posisi ruhan-jasmani secara tepat. Pengetahuan dan pengalaman bersumber dari ruhani atau jasmani? Mana dari kedua unsur manusia ini yang pertama kali dipentingkan dalam pembelajaran Tuhan? Berdasarkan proses pembelajaran Adam as, Allah swt mengutamakan ruhani sebagai sumber pengetahuan dan pengalaman. Inilah aset penting manusia yang menghantarkannya sebagai pelaku pemakmur bumi.
Posisi ruhani bagi manusia adalah sangat penting, ibarat komputer, ruhani inilah sofwarenya, sedangkan jasmani adalah hardwarenya. Namun demikian, secara keseluruhan keduanya memiliki fungsi yang sama-sama penting agar ia dapat berfungsi dengan baik. Software-lah yang menentukan ke arah mana tujuan hidup manusia akan dijalankan. Sedangkan hardware menerima dan melaksanakan perintah-perintah software.
Software harusnya diberikan ruang yang luas, bahkan bebas agar diri individu berkembang secara maksimal sesuai dengan potensi kodratinya. Fungsi ini jangan dibalik. Hardware (jasmani) bekerja sesuai kehendak software (ruhani), dan bukan sebaliknya. Membalikkan fungsi utama ini justru akan mematikan potensi masing-masing. Dengan demikian mereposisi dan memaksimalkan fungsi ruhani secara benar dan baik akan menghasilkan individu kamil sesuai kehendak penciptanya.
Ruhani/jiwa memeliki tiga fungsi utama, meliputi; pikiran, kehendak, perasaan.
Pikiran dapat mengembangkan potensi pengetahuan, pengalaman, dan kreatifitas manusia. Kehendak menghasilkan dorongan, semangat, dan gerakan untuk selalu melakukan sesuai perintah pikiran. Sedangkan perasaan berfungsi menghasilkan pengetahuan, sikap, dan perilaku yang sesuai dengan norma-norma, nilai-nilai, dan etika agama dan/atau sosial.
Inilah yang menghantarkan Peaget berteori bahwa pengetahuan moral seseorang berkembang secara linier sesuai dengan perkembangan akalnya. Menurut Peaget (termasuk penulis) bahwa agama bukan satu-satu sumber moral, apabila ia mampu memaksimalkan fungsi akal/pikirannya.
Semakin dewasa seseorang, maka akan semakin berkurang sensor motorik kasar dan semakin bertambah sensor motorik halusnya. Sensor motorik halus inilah yang menjadikan pikiran, sikap, dan perilaku seseorang sesuai dengan logika dan norma lokalnya sehinga dapat bertindak secara baik dan benar.
Paradigma modernisme telah membalikkan semua fakta ini, dan bahkan menjadikan semua serba dualisme; duniawi-ukhrowi, jasmani-ruhani, indrawiyah-ruhaniyah, material-immaterial, negara-agama.
Inilah proses sekularisasi yang dikehendaki oleh modernisme, manusia modern harus selalu memilih diantara keduanya. Serba dualisme inilah yang menyebabkan pandangan manusia tentang hidup dan kehidupan ini menjadi salah-kaprah.
Mengeksploitasi hal-hal yang berbau jasmaniyah, indrawiyah, benda-benda, dan semua material lainnya hanya untuk tujuan jangka pendek, sekarang dan disini (dunia) adalah hal lumrah dan wajar. Inilah, awal terjadinya ketidakseimbangan kehidupan, yang tentu menyalahi hukum alam (sunnatullah yang serba seimbang).
Bahkan, untuk kepentingan sesaat manusia modern rela memenjarakan ruhani pada terali-terali terbatas ragawi. Jasmani dibalik untuk mengeksploitasi ruhani, oleh karena itu wajar jika manusia modern mengalami split personality.
Kesalahan paradigma modernisme ini menyebabkan kesalahannya dalam memaknai kebahagiaan, kelezatan, dan kegembiraan serta hakikat tujuan hidup.
John Stuart Mill (filosof, polikus ekonomi, dan anggota parlemen Inggris) ini telah menginspirasi manusia modern, yang berpandangan bahwa kebahagiaan terletak diluar manusia, yaitu; ada pada harta, makanan yang lezat, benda-benda mewah, seks, dll.
Persepsi salah ini dikaprahkan dengan hasil penelitian PBB melalui sustainable development solution network (SDSN) tentang ranking 153 negara berdasarkan kebahagiaan warga negaranya (2020).
Hasilnya negara-negara yang memandang agama tidak penting memliki tingkat kebahagiaan yang tinggi, yaitu negara-negara Skandinavia (nordic countries). Yang benar adalah jika menginginkan kebahagiaan carilah dalam diri kita sendiri.
Kebahagiaan, kelezatan, dan kegembiraan adalah masalah rasa dan cara pandang kita tentangnya. Kelezatan adalah dangkal dan masanya pendek, kegembiraan lebih mendalam dan panjang masanya dari pada kelezatan, sedangkan kebahagiaan adalah paling mendalam, panjang masanya dan abadi.
Kelebihan manusia memeiliki jasmani-ruhani sekaligus kemampuan kreator/ fungsi khalifah kreator dan implementor. Jasmani-ruhani: siapa peran utama bagi diri individu. Fungsi jiwa kesalahan paradigma modern. Hakikat itu ruhani. Pengalaman adalah abadi dan utama.
Aliran progresivisme berpandangan bahwa, manusia mempunyai potensi-potensi alamiah, terutama potensi self-regenerative yakni potensi intelegensi untuk menghadapi dan mengatasi semua problem hidupnya dalamusaha untuk mencapai tujuannya.
Manusia sesungguhnya mencari dan menghadapi secara langsung realitas di sini dan sekarang sebagai lingkungan hidup. Pengalaman adalah key-concept, kunci pengertian manusia atas segala sesuatu.
Sehingga pengalamanlah yang meletakkan nilai-nilai dan keutamaan luhur dan menetapkan manfaatnya. Tidak ada nilai dan keutamaan yang konstan, tetapi selalu berubah sesuai perubahan kehidupan.
Hal ini sejalan dengan pandangan filosof Yunani kuno bahwa, aktivitas psikis manusia dapat digolongkan menjadi empat, diantaranya adalah orientasi eklektif yang berpandangan bahwa, pengetahuan manusia berasal dari pengalaman, sehingga tidak sulit ditemukan pengetahuan obyektif.
*Penulis adalah Dosen IAIN Tulungagung.