telusur.co.id - Hari Perempuan Internasional diperingati setiap tahun sebagai perayaan global untuk merayakan pencapaian perempuan dibidang sosial, ekonomi, budaya, dan politik. Hari Perempuan Internasional juga biasanya digunakan sebagai momentum untuk mendorong dan mempercepat mewujudkan kesetaraan gender di seluruh dunia. 

Meski awal peringatan ini digelar bersamaan dengan desakan 15.000 perempuan di Benua Eropa menuntuk upah yang layak dan jam kerja yang manusiawi, namun semakin berubahnya pola pikir yang lebih setara maka gerakan ini bergulir diseluruh lapisan perempuan sampai di perdesaan dan wilayah-wilayah terpencil dan memiliki tema yang berbeda pada setiap tahunnya.

Dikutip dari laman resmi Woman Day bahwa tema Peringatan Hari Perempuan Internasional 2023 "DigitALL: Inovasi dan teknologi untuk kesetaraan gender", yang diselenggarakan oleh PBB akan menyoroti perlunya teknologi dan pendidikan digital yang inklusif dan transformatif. Peringatan Hari Perempuan Internasional oleh PBB ini mengakui dan merayakan perempuan dan anak perempuan yang memperjuangkan kemajuan teknologi transformatif dan pendidikan digital. 

“Hari Perempuan 2023 akan mengeksplorasi dampak kesenjangan gender digital terhadap meluasnya kesenjangan ekonomi dan sosial. Acara ini juga akan menyoroti pentingnya melindungi hak-hak perempuan dan anak perempuan di ruang digital serta mengatasi kekerasan berbasis gender yang difasilitasi oleh TIK,” ujar Direktur KPS2K, Iva Hasanah di Gresik. Rabu, (08/3/2023).

Pihak UN Women menjelaskan, kemajuan teknologi digital menawarkan peluang besar untuk mengatasi tantangan pembangunan dan kemanusiaan, serta untuk mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) Agenda 2030. Sayangnya, peluang revolusi digital juga menghadirkan risiko melanggengkan pola ketidaksetaraan gender yang sudah ada. 

"Ketidaksetaraan yang semakin meningkat menjadi semakin nyata dalam konteks keterampilan digital dan akses terhadap teknologi, dengan perempuan tertinggal sebagai akibat dari kesenjangan gender digital ini. Oleh karena itu, kebutuhan akan pendidikan teknologi dan digital yang inklusif dan transformatif sangat penting untuk masa depan yang berkelanjutan," tulis PBB dalam rangka Hari Perempuan Internasional.

Mengangkat isu ini dalam kontek di Indonesia adalah sangat strategis, kondisi ini masih relate dengan Isu teknologi inklusif yang menjadi tantangan pembangunan saat ini terutama pembangunan pemberdayaan perempuan. Di satu sisi, pembangunan teknologi terus melaju. 

“Namun di sisi lain kesenjangan akses juga semakin lebar. Perempuan, disabilitas dan kelompok marjinal menjadi kelompok yang paling terbelakang memperoleh akses teknologi dan internet. Padahal, menurut Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian (2021), 90 % pekerjaan di masa depan membutuhkan keterampilan di bidang information and communication technology/ICT,” beber Iva.

Laporan World Wide Web Foundation mengenai Women’s Right Online Digital Gender Gap Audit Scorecards yang dirilis pada Oktober 2022 menunjukkan bahwa perempuan memiliki kecenderungan 50 % tidak terkoneksi daring dibandingkan laki-laki. 

Selain itu, sebanyak 30-50 % cenderung tidak menggunakan internet sebagai media pemberdayaan ekonomi dan politik. Sejalan dengan data global, di Indonesia, data Susenas 2019 juga menunjukkan bahwa ada ketimpangan antara perempuan dan laki-laki dalam mengakses internet dimana laki-laki 50,50 % dan perempuan 44,86 % (bps.go.id). 

Sedangkan dampak lain juga dari isu teknologi dan digitalisasi ini juga memicu meningkatnya angka tingkat kekerasan berbasis gender online, seperti yang disampaikan oleh Komnas Perempuan tercatat 3.838 kasus kekerasan berbasis gender yang dilaporkan sebanyak 1.721 kasus merupakan kekerasan siber berbais gender (KSBG), kasus ini meningkat 83 persen dibandingkan tahun sebelumnya. 

Dan berkaitan dengan KSBG ini bentuknya terbanyak berkaitan dengan mengontrol atau menekan perempuan, seperti penyebaran konten porno dan pendekatan untuk memperdaya (grooming) agar mendapatkan keuntungan seksual.

Isu teknologi digital berdampak pada dua kondisi yang saling berseberangan, antara mendorong kemajuan di segala aspek dan menimbulkan dampak negatif pada kelompok-kelompok yang terpinggirkan dan rentan seperti perempuan, anak, disabilitas. 

“Sehingga mengambil momen International Women Day (IWD) 2023 ini kita melakukan upaya untuk mengedukasi pada seluruh pihak baik pembuat kebijakan dan masyarakat dari segala segmen agar dapat menciptakan strategi-strategi baik yang berupa pemberdayaan maupun perlindungan terutama pada kelompok-kelompok yang tersebut di atas,” papar Iva.

Mengatasi kesenjangan akses teknologi dan internet bagi perempuan, disabilitas dan kelompok marjinal membutuhkan berbagai upaya dan inovasi. Atas dasar poin-poin yang dipaparkan maka penting menyuarakan dan merekomendasikan agar semua pihak dapat mendorong adanya peningkatan infrastruktur, pendidikan dan pembangunan kebudayaan untuk percepatan pembangunan teknologi dan internet. 

“Tidak hanya itu saja, tapi juga perlu memberikan dan mengutamakan affirmative action atau perlakuan khusus bagi kelompok-kelompok yang paling tertinggal yaitu perempuan miskin, disabilitas dan kelompok marjinal agar mereka tidak semakin jauh mengalami kesenjangan karena kemajuan teknologi digitalisasi ini,” tegas dia.

Kegiatan ini juga dimanfaatkan untuk mengingatkan bahwa, dengan meningkatnya kemajuan teknologi digitalisasi ternyata masih ada yang mengalami kesenjangan karena dianggap tidak mampu mengaksesnya dengan segala macam faktor penyebab, kelompok ini yang ingin diselamatkan melalui publikasi dan sosialisasi inovasi teknologi digital yang inklusif yaitu teknologi digitalisasi yang ramah pada kelompok perempuan, anak, disabiitas dan minoritas (sosial inklusi).

“Mendukung pemerintah pusat, daerah, desa untuk mewujudkan kesetaraan gender 2030 dengan memperkuat perencanaan dan penganggaran program pembangunan yang berpihak pada kelompok GEDSI, memperkuat kolaborasi semua pihak untuk meningkatkan akses pada kelompok GEDSI (Kesetaraan, Gender Perempuan, Disabilitas, Lansia, Minoritas/Inklusi Soial),” urainya.

Sedangkan kegiatan IWD ini diselenggarakan serentak pada tanggal 8 Maret 2023 mulai pukul 09.00 - 12.00 WIB di 10 wilayah yang menjadi jangkauan program INKLUSI yaitu Jawa Timur, Jakarta, Padang, Banten, Bali, Lombok, Kupang, Pangkajene Kepulauan, Mamuju, Morotai. Untuk kegiatan Peringatan Hari Perempuan Internasional di Jawa Timur, dipilih dua lokasi sebagai berikut : 

1. Lumajang: Desa Oro-Oro Ombo Pronojiwo dengan agenda pembentangan spanduk dan Orasi oleh Sekolah Perempuan Lumajang, dan
2. Gresik : Pawai Budaya 100 perempuan yang tergabung di Sekolah Perempuan Gresik dan Organisasi perempuan berpakaian tradisional di Alun-Alun Kota Gresik.

Sebagai penanggungjawab dalam penyelenggaraan di tingkat Jawa Timur adalah organisasi Kelompok Perempuan dan Sumber-Sumber Kehidupan (KPS2K) yang selama ini telah konsen di bidang pemberdayaan perempuan komunitas akar rumput. 

“KPS2K dalam peringatan IWD tahun ini juga bekerjasama dengan Pemerintah Kabupaten Gresik dan Pemerintah Kabupaten Lumajang serta pemerintah desa di 20 wilayah Sekolah Perempuan di jangkauan pendampingan programnya,” sebutnya.

Perwakilan dari anggota Sekolah Perempuan Gresik, Siska yang berasal dari desa Kramatinggil  dalam orasinya menyampaikan, “Peringatan Hari Perempuan Internasional, kami mewakili perempuan Indonesia mengingatkan semua pihak dengan melakukan upaya meningkatkan kemajuan teknologi digitalisasi.”

“Karena sejauh ini, masih banyak ditemukan kaum perempuan mengalami kesenjangan dan ketertinggalan. Dan dianggap tidak mampu menjangkau teknologi canggih, banyak faktor kendala.”

“Kelompok inilah yang harus diselamatkan lewat publikasi, sosialisasi, inovasi teknologi digitalisasi inkusif. Pertama, teknologi digitalisasi yang ramah pada kelompok perempuan, anak, disabilitas, minoritas atau sosial inklusi. 

“Kedua, mendukung Pemda, Pemdes melakukan upaya kesetaraan gender 2030 dengan memperkuat perencanaan, penganggaran, pembangunan yang berpihak pada kelompok GEDSI dengan mempermudah dalam mengakses teknologi digitalisasi.

“Ketiga, memperkuat kolaborasi semua pihak untuk meningkatkan aksesnya pada kelompok GEDSI (Kesetaraan Gender, Perempuan, Disabilitas, Lansia, dan Inklusi Sosial) terhadap teknologi digitalisasi,” tutur Siska.

Maka, Sekolah Perempuan Gresik memberikan seruan dukungan pada pemerintah dalam mewujudkan kesetaraan gender 2030 dalam bentuk :
1. Kabupaten/Kota dan Desa/Kelurahan Inklusi Ramah perempuan dan anak, disabilitas, lansia, dan kelompok minoritas;
2. Seluruh anak perempuan untuk Sekolah Tinggi;
3. Meningkatkan UMKM perempuan;
4. Meningkatkan inovasi teknologi ramah GEDSI;
5. Meningkatkan perempuan melek teknologi;
6. Kabupaten sampai Desa Nol Kekerasan Seksual;
7. Meningkatkan perempuan bekerja dengan upah layak;
8. Mempercepat pengesahan RUU PPRT;
9. Memperkuat penegakan UU TPKS; dan
10. Memperkuat penanganan bencana yang ramah GEDSI. (ari)