telusur.co.id - Program Studi Ilmu Politik FISIP Universitas Brawijaya bersama Jaringan Perempuan Desa (JPD) selenggarakan Bincang perempuan bertajuk: "Politik Lingkungan: Dimana Posisi Perempuan?". Kegiatan ini merupakan salah satu kegiatan dari rangkaian Pengabdian kepada Masyarakat oleh FISIP UB.

Berangkat dari analisis pengambilan keputusan pemerintah yang seringkali netral gender, diskusi ini melihat bagaimana perempuan, lingkungan dan politik cenderung memiliki relasi asimetris, di mana perempuan umumnya ditempatkan sebagai objek pembangunan.

Faktanya, kebijakan pembangunan linear dengan pengrusakan alam. Namun catatannya, kerusakan alam memiliki dampak yang berbeda-beda bagi kelompok masyarakat. 

Secara khusus bagi perempuan, hilangnya hutan dan perubahan fungsi lahan berdampak pada berkurangnya sumber air dan pangan. Degradasi lingkungan, berikutnya menunjukkan pertambahan beban kerja perempuan dan bahkan memiskinkan perempuan.

Resya Famelasari sebagai narasumber, menyampaikan bahwa ekofeminisme menempatkan perempuan sebagai rahim peradaban. Hal ini terjadi karena sifat-sifat feminin perempuan, telah menempatkan mereka sebagai kelompok terdepan dalam perawatan alam. 

Dari konteks Kabupaten malang, Resya mencontohkan bagaimana Desa Rejosari Kecamatan Bantur memiliki aturan menebang 1 pohon harus menanam 10 pohon. Kebijakan ini adalah contoh menarik, untuk menjaga kelangsungan hidup alam dan masyarakat.

Materi dari Juwita Hayyuning Prastiwi, berikutnya mengkerucutkan pembahasan mengenai perempuan dan lingkungan dalam koteks politik pedesaan.  

Penambahan kewenangan desa pasca UU Desa misalnya, alih-alih menjaga desa sebagai lumbung pangan nasional namun justru memfasilitasi banyak desa beralih fungsi menjadi desa wisata.  

Kebijakan berbasis ekonomi yang berupaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat nyatanya memiliki dua sisi yang menjadi problematika. 

Dimoderatori oleh Khusnul Ramdannisa, pertemuan melalui zoom meeting antara Program Studi Ilmu Politik FISIP UB dan JPD berlangsung selama dua setengah jam. Diskusi diakhiri dengan sesi masukan bagi JPD, untuk memperkaya kegiatan dalam memberdayakan perempuan desa.  

Mengingat bahwa gerakan perempuan dan lingkungan selama ini didominasi oleh agensi perempuan pedesaan, sudah sepatutnya JPD mengambil peran yang lebih signifikan salah satunya melalui edukasi perempuan desa dalam pengelolaan limbah rumah tangga. (ari)