telusur.co.id - Ditreskrimsus Polda Jatim berhasil mengungkap perkara penipuan trading oleh pekerja migran berinisial SR. Pada konferensi pers yang digelar di gedung Humas Polda Jatim tersebut disampaikan langsung oleh Kapolda Jatim, Irjen Pol Toni Harmwnto yang didampingi Kabid Humas, KBP Dirmanto, dan Dirreskrimsus KBP Farman.

Dirreskrimsus Kombes Pol Farman mengatakan bahwa, tersangka SR melakukan penipuan terhadap sesama pekerja migran asal Indonesia yang berada di Hongkong dan Taiwan, serta beberapa korban lainnya di Indonesia.

Kombespol Farman melanjutkan bahwa, pelaku menjalankan aksinya sejak bulan Oktober hingga Desember 2021 lalu. Pelaku menawarkan jasa trading dengan nama Arfa Forex trading kepada para korban dengan melakukan bujuk rayu melalui WhatsApp dan Facebook.

"SR menjanjikan keuntungan sebesar 15% hingga 20% per minggu kepada korban serta  menjanjikan bahwa, uang modal bisa ditarik setelah 15 minggu dari mulai korban melakukan depositnya,” ujar Farman. Selasa, (30/5/2023).

Farman melanjutkan bahwa, keuntungan yang dijanjikan tersangka SR hanya sekedar janji, tidak terbukti. 

“Kepada korban bagi hasil tidak lancar bahkan tidak ada sama sekali dan uang modal tidak bisa ditarik tanpa alasan yang jelas sehingga membuat para korban merasa dirugikan,” jelasnya.

Farman mengatakan bahwa, terdapat 250-an orang yang tersebar di seluruh Indonesia, Hongkong, dan Taiwan menjadi korban SR. Trading arfa forex sendiri berdiri dan beroperasi sejak tahun 2018 dimana perusahaan tersebut tidak memiliki legalitas/ badan hukum.

SR yang tidak mempunyai basic trading tersebut hanya mengetahui sistem aplikasi trading dari majikannya yang sewaktu dirinya bekerja di Hongkong pada 2014 lalu.

Selain itu, SR yang bekerjasama dengan 4 orang agen yang terdapat di Hongkong, Surabaya, Jakarta maupun Taiwan tersebut, menawarkan trading pada para member yang selanjutnya para korban diwajibkan mentransfer uang ke rekening tersangka.

Farman melanjutkan bahwa, dari investasi yang dilakukan oleh para korban terdapat berbagai nominal dari Rp. 500.000 hingga puluhan juta rupiah. Dari total kerugian para korban, diperkirakan jumlah keseluruhan 3,4 miliar rupiah.

Karena perbuatannya, tersangka terancam Pasal 45 a ayat 1 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 atas Perubahan UU Nomor 11 tahun 2008 Tentang Informasi dan Elektronik. Contoh Pasal 28 ayat 1 yakni, tindak pidana informasi dan proses elektronik dengan cara sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam transaksi elektronik. 

Dimana ancaman hukumannya 6 tahun penjara serta dikenakan pasal 378 KUHP dengan ancaman 4 tahun penjara. (ari)