telusur.co.id - Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat susah berjalan sekiranya 9 hari di wilayah Jawa-Bali yang berlaku mulai tanggal 3-20 Juli 2021.

Data dari Satuan Tugas Penanganan Covid-19 dalam kurun waktu Sabtu (10/7/2021) pukul 12.00 WIB hingga Minggu (11/7/2021) pukul 12.00 WIB ada tambahan 1.007 kematian akibat Covid-19.

Berdasarkan data, Jawa Timur mencatatkan 279 kematian. Disusul kemudian Jawa Barat 269, Jawa Tengah 152, DKI Jakarta 54, dan DI Yogyakarta 50 dan beberapa wilayah lainnya.

Dengan data tersebut, Jatim menjadi peyumbang teratas terkait kematian Covid-19, pihak Pemerintah Provinsi Jawa Timur harus segera melakukan kordinasi dan mengevaluasi PPKM Darurat dengan Forkopimda baik dengan jajaran Kapolda dan Pangdam.

“Jangan sampai provinsi Jawa Timur nantinya memberlakukan Jawa Timur PPKM Ultimate,” ujar Ketua DPD GMNI Jatim, Edwin Rilo Pambudi saat dihubungi. Selasa, (13,7/2021).

“Di dalam permainan game, terdapat jurus paling mutakhir yaitu Ultimate, sudah seharusnyac apabila Forkopimda masih tidak ada gebrakan dengan keadaan seperti ini, jangan sampai Jawa Timur Game Over, dan membuat masyarakat menyerah dengan pemerintahan Ibu Khofifah sebagai pimpinan tertinggi di wilayah Jawa Timur,” imbuhnya.

DPD GMNI JATIM mengevaluasi besar-besaran terkait pelaksanaan PPKM Darurat ini di wilayah Jawa Timur yang dirasa sangat kurang dan tidak inovatif dalam membuat kebijakan-kebijakan strategis yang mengakibatkan banyak temuan di beberapa derah yang merugikan masyarakat. 

“Saya rasa pihak keamanan dan pemerintah Provinsi bisa menyortir dan lebih bijak untuk membatasi kegiatan, contoh kita menemukan Nakes yang tidak diperbolehkan lewat padahal dia mau bertugas, terjadi beberapa pemadaman listrik di jalan Provinsi yang mengkibatkan terjadi beberapa kecelakaan lalu lintas, razia para pedagang dengan cara yang kurang humanis, temuan di lapangan sangat merugikan, jangan sampai kondisi yang serba sulit warga jatim ini seperti istilah sudah terjatuh tertimpa tangga pula,” paparnya. 

Pemerintah Jawa Timur berulang kali mengeluarkan peraturan yang sifatnya turunan dari Peraturan Pusat perihal Covid-19. Dalam isi peraturan yang dikeluarkan tanpa menimbang kondisi di Jawa Timur padahal seharusnya sesuai dengan karakter Jawa timur melalui pendekatan kultural dan agama, agar setiap peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah terkait Covid-19 masyarakat dapat mendukung dan tertib. 

“PPKM Darurat Jawa-Bali ini seharusnya dapat menstabilkan penyebaran Covid-19 di wilayah Jawa Timur khususnya, tetapi kenyataanya malah menjadi malapetaka dengan tidak hadirnya kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah provinsi Jawa Timur yang lamban dengan kepekaan yang kurang melihat kondisi hari ini,” kata Bung Rilo, sapaan akrabnya. 

Di beberapa daerah fasilitas kesehatan sudah sangat kekurangan banyak bed rumah sakit yang kurang, mendapatkan tabung oksigen yang susah, obat-obatan untuk penyembuhan Covid-19 yang langka, kalaupun ada, harganya mahal di atas harga yang ditetapkan, Pemerintah Jawa Timur harus selalu siaga terkait pencegahan maupun penanganan Covid-19. 

“Saya melihat kondisi hari ini ada dua, yaitu Pencegahan dan Penanganan, kalau pencegahan ini kita vaksin dan Prokes ketat, contohnya PPKM Darurat ini. Pemerintah provinsi jangan hanya terfokus di pencegahan saja, tetapi penanganan pasien baik di rumah sakit ataupun yang isolasi mandiri (Isoman) juga perlu diperhatikan,” tutup Rilo. (ari)