telusur.co.id - Pengesahan Undang-undang (UU) Cipta Kerja Omnibus Law dalam sidang Paripurna DPR- RI pada 3 Oktober 2020 pekan lalu menjadi gelombang sorotan masyarakat. kaum buruh menilai sangat di rugikan dalam pengesahan undang - undang tersebut. Beberapa poin yang tertuang menjadi pro dan kontra dalam dunia perindustrian di Indonesia.
Aspirasi masyarakat terutama kaum buruh sangat keras menyatakan penolakan karena dianggap mementingkan investor dan pengusaha, pengesahan RUU tersebut juga di rasa sangat terburu - buru di tengah pemerintah masih fokus penanganan masa pandemi Covid19 ini.
Pakar hukum dan pengamat sosial Sony Sunarko, menilai bahwa poin-poin dalam UU Cipta Kerja terlalu terburu-buru untuk disahkan, sedangkan pemerintah masih banyak pekerjaan yang belum selesai dalam penanganan pandemi Covid19 saat ini.
" Beberapa poin yang tertuang dinilai banyak melemahkan hak hak kaum buruh yang sebelumnya sudah diatur dalam UU ketenagakerjaan, UU Cipta Kerja harusnya lebih di telaah lagi apalagi kondisi masyarakat yang sedang dilanda kesulitan ekonomi " jelas Sony,Rabu (7/10/20).
Sony berpendapat, melakukan pendekatan hukum untuk menenangkan masyarakat yang menolak Cipta Kerja, tak akan bisa diselesaikan begitu saja. Pemerintah harus membuka pintu dialog, masalah seperti ini tidak akan selesai jika hanya berdasarkan pendekatan hukum. Dengan dialog maka akan mengurangi aksi jalanan, ujar Sony.
" Situasi saat ini tingkat kerawanannya sangat tinggi, terutama terkait fokus pemerintah pada penanganan pandemi covid-19, kerumunan massa aksi demonstran dapat menjadi timbulnya cluster baru " pungkas Sony Sunarko. (Rif)