Telusur.co.id - Penulis pun dapat menjadi trilyuner, memiliki penghasilan bersih dalam skala trilyun rupiah.
Itu berita yang dimuat di Edudwar mengenai Top 10 penulis terkaya di dunia tahun 2023. Di antara 10 penulis itu, beberapa nama sangat dikenal di Indonesia karena karyanya meluas sampai ke sini. (1)
Ada JK Rawling, penulis novel laris serial Harry Potter. Novelnya bahkan sudah pula menjadi delapan film layar lebar, yang beredar sepanjang tahun 2001-2011.
Ads Stephen King, penulis cerpen dan novel yang banyak menyentuh kisah horor. Karyanya juga sudah banyak menjadi film. Salah satunya yang banyak dapat penghargaan adalah
Green Mile, dibintangi oleh Tom Hanks, tahun 1999.
Ada John Grisham, spesialis novel untuk drama kasus hukum dan pengadilan. Banyak karyanya yang juga sudah menjadi layar lebar. Salah satunya The Firm, dibintangi Tom Cruise, tahun 1991.
Kekayaan top 10 penulis ini beragam. Yang tertinggi adalah Elisabeth Badinter, dengan kekayaan sekitar 22 trilyun rupiah. Ia seorang feminis dan seorang filsuf. Siapa bilang ahli filsafat tak bisa menjadi trilyuner?
Kekayaan terendah dari top 10 penulis adalah Jeffrey Archer, dengan nilai sekitar 2.8 triliun rupiah. Ia seorang politisi, anggota parlemen Inggris yang juga menulis novel. Siapa bilang politisi tak bisa menjadi penulis yang karyanya laris manis?
Rata rata kekayaan top 10 penulis itu sekitar 8, 8 triliun rupiah. Inilah klub trilyuner yang menjadi bencmark para penulis.
Mereka kaya raya karena karya mereka digemari. JK Rawling, sebagai misal, serial novel Harry Potter laku hingga 500 juta kopi.
Novel Harry Potter tak hanya menjadi serial layar lebar, drama musik, tapi juga menjadi video games.
Top 10 penulis itu menjadi penanda. Di era ini, era artificial intelligence, era hebatnya teknologi pembajakan, ada contoh penulis yang tetap berjaya. Ada contoh penulis yang semakin berjaya.
Sengaja saya memberikan kisah sukses penulis untuk mengimbangi kisah sedih.
Data menunjukkan, berdasarkan riset berkala yang dilakukan oleh National Endowment di Amerika Serikat, untuk kasus negara itu, jumlah pembaca buku terus menurun.
Bahkan kini, pembaca buku, yang hanya membaca buku minimal satu buku saja selama setahun terakhir, menurun di bawah 50 persen.
Menurunnya jumlah pembaca buku juga menggambarkan menurunnya penjualan buku. Terutama buku kertas, atau buku yang dicetak, jumlah yang terjual terus menurun, setahun sekitar turun 6 persen.
Kita juga mendengar ditutupnya banyak toko buku, bahkan toko buku penerbit sangat ternama.
Yang paling drastis adalah bangkrutnya toko buku raksasa Borders, di tahun 2011. Padahal sebelumnya Borders menjadi jaringan toko buku terbesar kedua di Amerika Serikat. Borders terpaksa menutup 200 tokonya karena selalu merugi.
Toko buku kinokuniya sama tersohornya. Toko buku ini asal Jepang, berdiri hampir seratus tahun lalu, di tahun 1927. Satu persatu tokonya di beberapa negara ditutup karena selalu merugi. Di tahun 2021, Kinokuniya di Plaza Senayan, yang sebelumnya begitu ramai, kini ditutup.
Toko buku dan penerbit ternama asal Indonesia, Gramedia, mengalami nasib yang sama. Toko buku Gramedia di Mall Taman Anggrek, Jakarta, ditutup.
Banyak toko Gramedia yang bertahan, namun porsi menjual buku kertasnya kecil saja. Ruagan besarnya digunakan untuk menjual barang lain yang lebih laku seperti peralatan olah raga dan keperluan kantor.
Kisah sedih lain adalah kisah mayoritas penulis di indonesia. Umumnya mereka tak lagi bisa survive hanya dengan menulis. Ketika karyanya populer, seketika pula karyanya dibajak oleh pihak lain, dijual jauh lebih murah, atau dibagikan gratis dalam bentuk PDF.
Inilah kisah gembira dan kisah sedih para penulis di dunia dan di Indonesia. Dunia tengah berubah. Kita sudah sampai di zaman baru. Sejarah disusun ulang. History in the making.
Zaman baru, era industri ke empat, ternyata menghasilkan dua dunia penulis, dengan jurang yang semakin menganga.
Ada penulis yang masuk dalam klub trilyuner rupiah. Mereka berdiri di puncak gunung.
Ada pula penulis dan penerbit buku yang tenggelam di dasar samudra. Mereka bangkrut dan terpaksa juga menekuni profesi lain agar dapurnya mengebul.
Apa yang membuat beda? Mengapa zaman yang sama, teknologi baru yang sama, melahirkan kisah sukses dan kisah sedih kepada dunia penulis dan toko buku?
Jawabnya: Survival of the fittest. Ini teori Charles Darwin yang terkenal itu. Ini hukum besi perubahan.
Ketika datang perubahan, yang akan bertahan hanyalah mereka yang menyesuaikan diri. Jika tak sesuai, walau mereka sebelumnya raksasa sekalipun, mereka tumbang.
Borders adalah raksasa toko buku kertas, buku cetak, di eranya. Ketika datang era buku digital, Borders terlambat menyesuaikan diri. Sesuai hukum survival of the fittest, raksasa pun tumbang.
Agar tak tumbang, apa yang harus kita sesuaikan, sehingga kita ikut hukum besi survival of the fittest? Dua patokannya.
Pertama, akses ke dunia digital. Akses ke dunia internet.
Ini era ketika internet dan dunia digital menjadi perpustakaan terbesar yang pernah ada dalam sejarah manusia. Begitu banyak ragam informasi yang tersedia di sana.
Akses dan kecanggihan dalam mencari informasi di internet juga menentukan karya yang akan kita buat. Begitu banyak fakta, peristiwa, kisah, yang dapat menjadi inspirasi dari dunia internet.
Ini juga era ketika internet juga menjadi pasar terbesar yang pernah ada dalam sejarah. Aneka penjual dan pembeli, dari berbagai negara, tersambung di internet.
Kemampuan memasarkan karya di dunia internet juga menjadi kunci. Di antara milyar informasi di sana, kemampuan merebut perhatian di internet juga menjadi kunci keberhasilan.
Kini tercipta yang disebut Digital Divide: Jurang Digital. Ini terjadi antara mereka yang fasih dengan akses ke dunia digital dan mereka yang minim dunia digital. Jurang ini membuat dua kelompok di atas juga akan semakin lebar dalam kesenjangan informasi, sosial dan ekonomi.
Kedua: akses kepada sumber daya ekonomi kreatif.
Apa itu ekonomi kreatif? Itu sektor ekonomi yang bersentuhan dengan karya dan pemasaran karya. Koneksi sosial seorang penulis kepada jaringan penerbitan buku, dunia televisi, dunia film layar lebar, sumber keuangan, ikut menjadi kunci sukses.
Ini era ketika kualitas karya semata tak lagi cukup untuk membuat karya itu mengambil perhatian. Ini era ketika terlalu banyak karya. Koneksi sosial kepada industri ekonomi kreatif juga menjadi penting bagi seorang penulis di era ini.
Sehebat apapun sebuah zaman menjadi palu godam yang menghantam dunia buku kertas, dunia buku cetak, penulis tak akan pernah mati.
Setiap zaman selalu butuh narasi. Setiap zaman butuh narator untuk menjelaskan apa yang sedang terjadi, dan kita akan menuju kemana?
Penulis adalah narator itu. Penulis yang memberikan narasi apa yang sedang terjadi pada sebuah zaman dan kita menuju kemana.
Yang berubah hanyalah medium penulis. Era buku kertas dan buku cetak sudah menjelang senja. Tapi kini lahir medium baru dalam bentuk video, film, animasi, posting di instagram, twitter, facebook, video di Tiktok dan Youtube.
Enam tahun sudah perkumpulan penulis Indonesia “Satupena” berdiri. Ini juga menjadi tahun kedua saya sebagai ketua umum.
Sebelum saya dipilih sebagai ketua umum secara aklamasi, SATUPENA terpecah menjadi dua organisasi, dengan nama yang sama, akte notaris yang sama, namun memiliki dua kepengurusan yang berbeda.
Dalam waktu kurang dari satu bulan, saya benahi sisi legalitas organisasi. SATUPENA pun kembali kini hanya menjadi satu satunya nama organisasi yang sah hanya dibawah kepengurusan saya.
Serentak pula saya luaskan SATUPENA agar memiliki kepengurusan di semua provinsi.
Dari tak ada kepengurusan di provinsi manapun, NOL provinsi, kini Satupena hadir di 38 provinsi, dari Aceh hingga Papua. Mayoritas provinsi ini sudah membuat kegiatannya, mulai dari membaca puisi di taman, hingga festival internasional yang melibatkan negara lain.
Kita juga memiliki Satupena TV, satu-satunya akun Youtube di Indonesia yang semua soal penulis. Kini sudah ada koleksi kisah dan gagasan penulis sebanyak 98 video, mulai dari Sutan Takdir Alisyahbana hingga Prof. Dr. Musdah Mulia.
Kita juga rutin setiap minggu memiliki webinar, jumpa rutin. Kini webinar kita sudah hadir ke 84 kalinya.
Ada pelatihan penulis. Ada jumpa darat books and music. Akan ada buku direktori penulis. Ada program menulis bersama. Ada program karya menjadi film layar lebar.
SATUPENA juga sudah memilih berdasarkan survei terbatas dan expert judgenent mengenai 100 buku yang mempengaruhi batin Indonesia sejak zaman kolonial hingga milenial.
Buku karya Bung Karno hingga Mohamad Hatta, karya Chairil Anwar hingga Pramoedya Ananta Toer, masuk dalam list itu. Sudah pula dibuatkan link 100 buku itu agar publik dapat membelinya dan membacanya.
Dalam waktu dekat, SATUPENA bersama Wara- Wiri Budaya dan XYZ + akan pula membuat Festival Tahunan Ekonomi Kreatif. Para penulis bersama enterpreneurs ekonomi kreatif lainnya mempertemukan dunia kreatif dan dunia komersial.
Satupena diharapkan menjadi tenda besar penulis Indonesia.
Di komunitas ini, kita berbagi pengalaman dan akses kepada industri kreatif itu.
Di zaman baru ini kita meyakini. Penulis tidak mati, tapi justru semakin berjaya.
(Transkripsi Pidato Denny JA dalam acara Ulang Tahun ke-6 Satupena dan halal bihalal penulis)
CATATAN
(1) Tentang 10 Penulis Terkaya yang trilyuner
https://www.edudwar.com/richest-authors-in-the-world/amp/
*Penulis adalah Ketua Umum Perkumpulan Penulis Indonesia SATUPENA.