telusur.co.id - Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Kota Surabaya menggelar konferensi pers Catatan Akhir Tahun (Catahu) 2023 di Kantor LBH Surabaya, Jl. Kidal No. 6, Kel. Pacar Keling, Kec. Tambaksari, Kota Surabaya. Kamis, (28/12/2023).
Layanan Bantuan Hukum, menurut Direktur LBH Surabaya, Abdul Wachid Habibullah, sepanjang tahun 2022 (1 Desember 2022 s/d 30 November 2023), LBH Surabaya telah menerima permohonan layanan bantuan hukum sebanyak 245 kasus atau pengaduan. Jumlah ini relatif turun dari tahun sebelumnya yang membuat pengaduan atau konsultasi hukum di kantor Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (LBH) Surabaya.
“Adapun penerima manfaat dari layanan bantuan hukum yang diberikan oleh LBH Surabaya sepanjang tahun 2023 adalah sebanyak 2368 orang yang terdiri dari laki-laki dewasa 844 orang, perempuan dewasa 1065 orang, anak laki-laki 252 orang, dan anak perempuan 207 orang yang meliputi klien sendiri, masyarakat dan kelompok masyarakat yang diwakili serta keluarganya,” ungkap Wachid, sapaan akrabnya.
Untuk Sebaran Klien, kata Wachid, besar masyarakat yang datang ke LBH Surabaya adalah warga Kota Surabaya sebanyak 178 kasus, kemudian disusul Sidoarjo sebanyak 13 kasus dan warga luar Provinsi Jawa Timur sebanyak 13 kasus. Selebihnya adalah warga yang tersebar di beberapa Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Timur.
Sementara Jenis Masalah Hukum, lanjut Wachid; Perdata 150 kasus terbanyak dikonsultasikan terkait dengan Kredit macet serta wanprestasi, sepanjang 2023 membuktikan jika kasus tentang keperdataan baik kredit macet dan/atau tidak mampu membayar cicilan rumah serta hutang piutang diperlukan pemahaman hukum kepada masyarakat tentang hukum perdata mengingat permasalahan hutang piutang bisa berdampak terhadap permasalahan lain seperti adanya pengusiran dari tempat tinggal yang iya tempati oleh perusahanaan-perusahaan dan/atau bank Badan Usaha Milik Negara maupun Bank Swasta.
“Sedangkan Pidana 35 kasus dikonsultasikan adalah kejahatan kesusilaan (pemerkosaan, pelecehan kepada perempuan dan anak). Hal ini tidak terlepas dari banyaknya kurangnya pemahaman hukum tentang kerentananya, karena pada dasarnya perempuan merupakan kelompok rentan, kelompok perempuan yang cendrung lebih rentan mengalami tindak kekerasan, ekploitasi dandiskriminasi dan disebut dengan perempuan rentan.
“Perempuan rentan adalah perempuan yang hidup dalam kondisi beresiko mengalami kekerasan, ekploitasi dan diskriminasi karena usia, disabilitas, kemiskinan, dan kondisi lainnya sehingga membutuhkan perlindungan dan dukungan khusus seperti adanya perda tentang kelopok rentan,” tambahnya.
Dalam kasus tata usaha negara, menurut Wachid, masyarakat banyak tidak memahami alur tentang hukum acara dipengadilan tata usaha negara, grafik ini menunjukkan bahwa, pemahaman masyarakat luas belum memahai objek yang bisa diajukan terhadap pengadilan tata usaha negara.
“Namun yang paling menarik selama 2023 ini satu-satunya yang diajukan ke LBH Surabaya yaitu tentang sengketa pencatatan serikat/pekerja yang diajukan kepada Pengadilana Tata Usaha Negara,” tutur dia.
Sifat Kasus, Pelanggaran HAM dan Pelaku Pelanggaran HAM, LBH Surabaya sepanjang 2023 telah menangani kasus non struktural sejumlah 168 kasus. Adapun kasus struktural sejumlah 69 kasus hal ini yang paling dominan adalah berhubungan hak-hak perburuhan, kekerasan terhadap perempuan sebanyak, serta akses pelayan publik hal ini menunjukkan kasus perburuhan dan kekerasan terhadap perempuan mendominasi pengaduan terhadap LBH Surabaya sepanjang 2023 hal ini tidak terlepas dari persoalan kerentanan yang dialami oleh kedua kelompok ini.
“Mengenai, Pelaku Pelanggaran HAM, adapun pelaku pelanggaran HAM yang diadukan ke LBH Surabaya yang terbanyak adalah Perusahaan Swasta sebanyak 23 kasus pelanggaran,” tutup alumni UTM, Bangkalan ini. (ari)