telusur.co.id - Peringatan Bulan Bahasa dan Sastra yang jatuh pada Oktober menghantarkan ingatan setiap orang pada peristiwa Sumpah Pemuda. Pada momen itu, para pemuda mewakili seluruh masyarakat Indonesia sepakat untuk menjadikan bahasa Indonesia sebagai identitas di tengah masyarakat yang plural.
Pada momen itu, Pakar Bahasa Universitas Airlangga (UNAIR), Dr Dra Ni Wayan Sartini MHum menyampaikan, jika Bulan Bahasa bukan sekadar perayaan. Menurutnya, di dalam setiap momen tersebut ada satu esensi yang seharusnya masyarakat Indonesia miliki.
“Esensinya adalah bagaimana kita melihat, merefleksikan, dan memperhatikan kembali sejauh mana perkembangan bahasa kita. Usaha-usaha apa yang sudah kita lakukan dalam rangka mengembangkan, melestarikan, menjaga, dan juga menghargai bahasa kita,” ucapnya. Jumat, (13/10/2023).
Memperingati Bulan Bahasa
Bagi Dosen Fakultas Ilmu Budaya itu, peringatan Bulan Bahasa harus terisi dengan kegiatan bermakna. Artinya, kegiatan tersebut dapat menjadikan masyarakat dapat merefleksikan kembali bahasa Indonesia sebagai identitasnya.
“Kemudian dengan cara apa kita memperingati? Dengan kegiatan-kegiatan. Dengan kegiatan itu berarti kita memiliki satu perhatian terhadap bahasa kita,” tandasnya.
Sebagai contoh, ia kemudian menyebut sejumlah kegiatan seperti seminar, lomba, diskusi, dan usaha-usaha lain untuk meningkatkan kompetensi kebahasaan. Kegiatan tersebut akan memberikan penghargaan kepada bahasa Indonesia sebagai identitas bangsa dan cerminan budayanya.
“Dengan kegiatan itu berarti kita memiliki satu perhatian terhadap bahasa kita. Bahasa itu ‘kan cermin budaya, kalau kita tidak memperhatikan bahasa kita terus siapa lagi yang memperhatikan?” tuturnya.
Membumikan sebelum Menginternasionalkan
Saat ini, pemerintah tengah menggalakkan usahanya untuk mewujudkan cita-cita bahasa Indonesia agar dapat menjadi bahasa global. Ia tentu mendukung usaha itu dan menganggapnya sebagai angin segar bagi bahasa Indonesia.
Kendati demikian, ia juga sadar untuk mewujudkan cita-cita tersebut bukanlah hal yang mudah. Fakta yang sering kali terabaikan justru masalah penggunaan bahasa oleh masyarakat Indonesia sendiri. Menurutnya, penting untuk menyelesaikan masalah itu terlebih dahulu sebelum internasionalisasi benar-benar terwujud.
“Tentu banyak faktor untuk menjadi bahasa Internasional. Selesaikan dulu permasalahan di dalam penggunaan, norma-normanya, baru kita berpikir untuk menginternasionalisasi bahasa,” urainya.
Maka dari itu, setiap masyarakat dengan pemerintah sebagai penopang perlu untuk membumikan bahasa Indonesia. Setiap lapisan, imbuhnya, dapat memulainya dengan penggunaan kosa kata yang sudah ada dalam bahasa Indonesia daripada menggantikannya dengan istilah asing.
“Tapi baiknya sekarang semua istilah-istilah dalam bahasa asing itu sudah di-indonesiakan. Jadi mungkin bisa menggunakan istilah-istilah yang membumi. Misal powerpoint itu menggunakan istilah salindia,” jelasnya.
Ia juga sadar bahwa, tidak sedikit masyarakat yang justru meremehkan pembelajaran bahasa Indonesia. Dengan demikian, ia kemudian berpesan kepada setiap masyarakat untuk lebih menghargai bahasanya sebagai wujud menghargai dirinya.
“Jadi marilah kita tetap berbahasa Indonesia. Menghargai bahasa Indonesia berarti kita menghargai siapa diri kita sebenarnya, menghargai apa yang kita miliki, serta menghargai menghargai kekayaan kita sendiri,” beber Ni Wayan. (ari)