telusur.co.id - Aktivis mahasiswa asal Kabupaten Kepulauan Anambas (KKA), Provinsi Kepulauan Riau (Kepri), Eko Pratama turut mengomentari polemik penertiban kinerja Pegawai Tidak Tetap (PTT) di lingkungan KKA yang dilakukan oleh Kepala Badan Kepegawaian dan Sumber Daya Manusia (BKPSDM) KKA. 

Ia melontarkan kritik keras kepada pemerintah daerah yang di nilai dari dulu memang tidak serius menjalankan roda pemerintahan. utamanya pucuk pimpinannya yaitu Bupati Abdul Haris.

"Mereka (PTT -red), bukan tidak tertib atau malas, mereka itu bingung mau mengerjakan apa, lantaran organisasi perangkat daerah (OPD) atau instansi tempat mereka bekerja tidak punya kerjaan atau lebih tepatnya tidak punya target pekerjaan, jadi tidak salah mereka kalau pada akhirnya mereka duduk-duduk dan ngopi-ngopi saja di kantor," terang Eko dalam keterangan tertulisnya. Sabtu, (11/2/2023).

Harusnya organisasi perangkat daerah yang kita evaluasi, sejauh mana efektivitas kerja, target capaian kerja, serta apa rencana strategis kerja masing-masing organisasi perangkat daerah (OPD), kenapa pelayanan publik di kabupaten kepulauan anambas masih begini-begini saja, bahkan menurun dari awal kabupaten itu terbentuk.

"Saya berani perdebatkan pernyataan saya dengan Bupati, mau dari segi apa, pendidikan, kesehatan, infrastruktur, dana bagi hasil (DBH), APDB yang terus menurun, lapangan pekerjaan yang tak tercipta dan apapun itu, silahkan saja di tentukan," tambah dia.

"Kalau ditanya, siapa yang harus dievaluasi dan bertanggung jawab atas menurunnya kinerja pegawai tidak tetap (PTT) di lingkungan OPD Kab. Anambas, ya Bupatinya lah, dia sudah tau dia pimpin daerah kaya, tapi tidak bisa ia manfaatkan apa yang menjadi kekayaan, menempatkan pimpinan OPD sesuai selera, bukan berdasarkan kopetensi yang dimiliki, ya begini jadinya. Yang dipimpin tak mau untuk dipimpin. Karena yang memimpin tidak paham dengan lembaga yang ia pimpin. Bagus ngopi saja di kedai kopi, begitulah kira-kira polemiknya," lanjutnya.

"Per bulan Maret 2022, jumlah PTT di anambas mencapai angka kurang lebih 4000 orang, dan itu saya duga adalah implementasi dari janji kampanye Abdul Haris. Karena ingin elektoral tinggi berbiaya murah saat Pilkada di periodenya yang kedua. Janjikan SK PTT yang penting dapat suara. Ya beginilah jadinya. 

"Jadi siapa yang harus bertanggung jawab atas menurunnya kinerja PTT yang direkrut? Ya Bupati lah. Mau siapa lagi? Kalau dilihat dari data di atas dapat diperkirakan berapa uang yang harus dikeluarkan untuk membayar gaji. Lebih dari 10 persen dari total APBD yang harus dikeluarkan untuk membayar. Karena tak mampu lagi bayar, APBD defisit terus, maka terbitlah kiat-kiat semacam ini, itu dugaan saya," jelasnya.

Terakhir, Eko menegaskan, "Sata akan mendampingi apabila ada pegawai tidak tetap (PTT) di lingkungan organisasi perangkat daerah (OPD) kabupaten kepulauan anambas (KKA) yang tidak diperpanjang Surat Keputusan (SK)-nya, karena sidak ini dalam pelanggaran yang tak tercantum dalam kontrak kerja. Kita gugat balik pemerintah daerah secara bersama-sama," urainya. (ari)