Oleh : Rafdiah Iftisyah

Dalam menangani masalah yang timbul karena wabah Covid-19 Pemerintah memberikan Bantuan Langsung Tunai (BLT) kepada masyarakat yang terdampak wabah Covid-19 misalnya kepala keluarga yang terkena PHK dari pekerjaannya. 

Pemerintah bekerja sama dengan seluruh Pemerintah Desa yang ada di Indonesia untuk menyalurkan BLT tersebut kepada masyarakat yang terdampak wabah Covid-19 terutama kepada kepala keluarga yang terkena PHK dari pekerjaannya. 

Mulai bulan April dana untuk BLT sudah dicairkan oleh Pemerintah yang berasal dari Dana Desa dari masing-masing wilayah di seluruh Indonesia. Metode pencairan Bantuan Langsung Tunai (BLT) dilakukan secara bertahap mulai bulan April-Juni 2020. 

Setiap bulannya kepala keluarga maupun masyarakat yang terdampak wabah Covid-19 menerima BLT sebesar Rp.600.000. Jika dijumlah bantuan yang diterima oleh masyarakat selama bulan April-Juni 2020 sebesar Rp.1.800.000. 

Pendistribusian BLT di setiap daerah akan berbeda karena kondisi di setiap daerah berbeda, dan pendistribusian bantuan tersebut ada yang dilakukan secara door to door yaitu mendatangi rumah penerima BLT secara langsung, cara tersebut berguna untuk mengurangi kerumunan massa.

Hal yang paling utama yaitu dana batuan tersebut harus sampai ke penerima Bantuan Langsung Tunai (BLT) dan Pemerintah Desa harus bisa mempertanggungjawabkan hal tersebut dengan baik. 

Seperti yang kita ketahui, Kemendesa PDTT menyiapkan anggaran sebesar Rp 22 triliun dari pagu dana desa pada tahun 2020 untuk memberikan BLT kepada 12 juta keluarga miskin di seluruh wilayah Indonesia.

Penerima bantuan tersebut diberikan kepada kepala keluarga yang terkena PHK dari pekerjaannya maupun kepada warga yang sama sekali tidak mendapatkan program bantuan dari Pemerintah misalnya bantuan Program Keluarga Harapan (PKH), Bantuan Panganan Non Tunai (BPNT) dan kartu pekerja. 

Pada saat ini Dana Desa di perbantukan untuk memberikan Bantuan Langsung Tunai (BLT) kepada masyarakat miskin atau ekonomi keluarga yang melemah karena wabah Covid-19 ini.

Pemberian BLT ini dibagi dalam tiga tingkatan yang merujuk pada besaran dana desa. Yang pertama, jika desa yang memiliki anggaran kurang dari Rp800 juta, BLT tersebut dialokasikan sebesar 25 persen. 

Kedua, jika desa yang memiliki anggaran Rp800 juta hingga Rp1,2 miliar maka untuk mengalokasikan BLT sebesar 30 persen. Dan yang ketiga yaitu jika desa dengan anggaran di atas Rp1,2 miliar maka BLT yang dialokasikan harus 35 persen. 

Oleh sebab itu, perlu diadakannya revisi APDes yang merujuk pada Permendagri nomor 69 tahun 2018. Dana desa akan difokuskan kedalam tiga hal yaitu untuk penanganan COVID-19, Program Padat Karya Tunai Desa serta BLT.

Pemberian BLT yang telah terealisasikan dengan benar merupakan harapan besar bagi Pemerintah Indonesia untuk menangani kasus yang terjadi selama adanya wabah Covid-19. 

Namun, hal tersebut memiliki kerawanan dalam penggunaannya mengingat dana yang digunakan untuk BLT tersebut cukup besar nominalnya. Kita semua mengetahui bahwa di negeri ini masih banyak peristiwa penyalahgunaan dana bantuan oleh oknum yang tidak bertanggung jawab. 

Rata-rata yang melakukan penyalahgunaan dana bantuan tersebut yaitu para pejabat yang tidak bertanggungjawab. Pada saat ini, media sedang digemparkan dengan berita dana BLT yang dikorupsi oleh oknum yang tidak bertanggung jawab. 

Peristiwa tersebut terjadi di Provinsi Sumatra Selatan, di 3 desa yang ada di Kabupaten Muara Enim, 2 desa di Kabupaten Musi Banyuasin yang telah melakukan pemotongan BLT Dana Desa. 

Hal tersebut dilakukan oleh Kepala Desa dan Perangkat Desa. Oknum Kepala Desa dan Perangkat desa, memotong dana BLT menjadi Rp.400.000 per Kepala Keluarga (KK). 

Seharusnya bantuan tersebut sampai kepada penerima bantuan sebesar Rp.600.000 per KK. Diduga pemotongan dana tersebut diberikan kepada warga yang tidak menerima bantuan BLT.

Dari peristiwa tersebut, kita dapat mengetahui bahwa dana tersebut harus diberikan kepada warga sesuai dengan nominal yang diberikan yaitu Rp.600.000 tanpa adanya pemotongan. 

Dan pemberian bantuan BLT harus tepat, yakni untuk masyarakat yang benar-benar membutuhkan dan harus sesuai dengan data penerima yang layak mendapatkan bantuan tersebut. 

Jangan sampai nanti menjadi salah sasaran, data yang diberikan berbeda dengan data yang aslinya atau memberikan bantuan kepada warga yang tidak berhak menerima bantuan tersebut.

Oleh karena itu, ada beberapa hal yang harus dilakukan oleh Pemerintah untuk mengurangi terjadinya penyelewengan bantuan BLT Dana Desa untuk masyarakat yang terdampak wabah Covid-19.

Pertama, harus ada komunikasi yang terjalin antara Pemerintah Pusat, Kepala Desa, Perangkat Desa, Camat dan lain-lain mengenai pendistribusian BLT.

Kedua, perlu adanya keterlibatan masyarakat dalam mengawasi penggunaannya misalnya keterlibatan RT dan RW. Ketiga, Kepala Desa, Perangkat Desa, Camat maupun yang lainnya harus bersifat transparansi.

Keempat, mengoptimalkan Undang-Undang yang menjelaskan tentang keterbukaan informasi misalnya Undang-Undang no.14 Tahun 2008 yang menjelaskan tentang keterbukaan informasi publik desa yang harus ditaati.

Kelima, data penerima bantuan harus sesuai dengan kondisi yang akan menerima bantuan misalnya warga yang benar-benar membutuhkan bantuan tersebut atau warga yang terkena PHK dari pekerjaannya sehingga kebutuhan keluarganya tidak tercukupi selama pandemi Covid-19 ini.

*Penulis adalah Mahasiswa Administrasi Publik, Universitas Muhammadiyah Sidoarjo (Umsida).