Telusur.co.id - Oleh : Denny JA
Seorang menteri yang diborgol karena disangakakan kasus korupsi, Johnny G Plate, ia bukan hanya seorang menteri.
Johnny juga sekjen sebuah partai: Nasdem. Ini satu-satunya partai koalisi pemerintahan, pendukung Jokowi sejak periode pertama hingga kedua, yang gagah berani berseberangan dengan Jokowi soal Capres.
Johnny juga bagian dari koalisi partai yang mendukung Anies Baswedan. Koalisi partai ini juga dengan gagah berani mengambil platform perubahan, antitesa dari Jokowi.
Bisa dipastikan, ditahannya bahkan diborgol tangan sang menteri, dan dipertujukkan di hadapan media dan publik luas tak hanya menjadi peristiwa pemberatasan korupsi. Ia juga menjadi penanda babak baru yang lebih panas soal persaingan pilpres 2024.
Surya Paloh, Ketum Nasdem, sudah bicara yang banyak dikutip media. Ujarnya: “Terlalu mahal seorang menteri dan sekjen partai (dipermalukan) dengan tanggannya diborgol. Ada azas praduga tak bersalah. “Terlalu mahal,” ujar Surya Paloh dengan suara yang dalam, sekali lagi. (1)
Ketika Johnny dengan rompi tahanan dan tangan diborgol diperlihatkan kepada awak media, kita mendengar suara orang berteriak padanya. “Pak, pak, katanya bapak dapat setoran. Dapat berapa pak?”
Luas pula diberitakan, sejak Surya Paloh menjadi sponsor utama pendukung Capres Anies Baswedan, berbagai bisnis besarnya diganggu. Tergoyang bisnisnya, dari katering di Free Port hingga iklan BUMN di bisnis media.
Imajinasi kita pun menjadi liar. Apa yang terjadi jika akhirnya Surya Paloh, dengan Anies Baswedan menang pilpres 2024 dan menjadi penguasa. Akankah mereka membalas dengan sikap keras yang sama terhadap yang sekarang berkuasa?
Lembaga Jaksa Agung yang sama, tentu sudah diganti personelnya dengan orang Surya Paloh- Anies Baswedan. Akankah Jaksa Agung juga menjadikan target berbagai tokoh yang mereka anggap berperan, untuk juga dicari-cari kesalahannya jika Surya Paloh dan Anies menang?
Sebaliknya, yang kini berada dalam kekuasaan mengetahui kemungkinan itu. Mereka semakin keras lagi berupaya agar Surya Paloh dan Anies Baswedan tidak menang dalam pilpres 2024.
Bahkan diupayakan jika bisa, Anies Baswedan batal mendapatkan tiket pilpres 2024 karena satu dan dua hal. Sehingga itu menutup kemungkinan mereka berbalik dijadikan target jika Surya Paloh dan Anies Baswedan yang berkuasa.
Inilah respon pertama yang saya renungkan ketika melihat Menteri Kominfo, Johnny G Plate, mengenakan rompi tahanan dengan tangan diborgol.
Bagus dan buruk kah hal ini bagi perkembangan demokrasi?
Jawabannya bisa bagus bisa buruk.
Ini menjadi bagus jika memang kasus Johnny G Plate itu murni korupsi. Ini menjadi bagus jika terganggunya bisnis Surya Paloh itu memang murni perhitungan bisnis biasa.
Bagaimanapun korupsi harus diberantas, dimanapun, oleh siapapun. Bahkan ketika langit runtuh, korupsi harus tetap ditegakkan.
Ini menjadi buruk jika itu bagian dari kasus tebang pilih. Menteri lain, atau mantan menteri misalnya, yang memiliki tindakan korupsi yang sama, bahkan lebih merusak, tak dijadikan target karena mereka dekat dengan kekuasaan.
Kasus tebang pilih ini adalah ibu bagi lahirnya rasa ketidak adilan dan kemarahan.
Ini menjadi bagus jika melahirkan kompetisi politik yang lebih dinamis dan sehat. Tak ada pilihan lain bagi Surya Paloh dan Anies Baswedan, agar mereka tak lagi menjadi target, mereka harus menang.
Maka koalisi perubahan akan semakin terdorong mencari program politik dan agenda kampanye yang jauh lebih masif dan strategis, untuk merebut the heart and the mind of the people.
Pertarungan pilpres menjadi lebih tajam dan lebih keras soal program “melanjutkan yang sekarang” atau “perubahan kepada yang lebih baik.” Publik semakin diberikan pilihan dengan informasi yang lebih banyak.
Negative Campaign akan semakin keras. Negative campaign dibolehkan dalam demokrasi sejauh semuanya serba faktul dan ada datanya.
Menjadi buruk, jika yang berkembang adalah pertarungan black campaign. Berbeda dengan negative campaign, black campaign itu fitnah semata, hoaks, dan informasi yang menyesatkan. Ini buruk bagi demokrasi.
Praktek demokrasi di Indonesia masih berusia remaja. Yaitu demokrasi di masa puber. Di era puber, seorang remaja sering over acting, salah tingkah untuk menarik perhatian, dan lebai kata anak gaul.
Apakah dipertontonkannya seorang menteri, sekjen sebuah partai pengusung capres alternatif, tangannya diborgol, itu bagian dari prosedur yang normal, atau bagian dari politik yang lebai (berlebihan)? Biarlah publik yang menilai.
Yess and Yess. Pilpres 2024 memang akan semakin ramai.
CATATAN:
(1) Surya Paloh: Terlalu mahal seorang menteri dan sekjen partai tangannya diborgol.
*Penulis adalah Konsultan Politik, Founder LSI-Denny JA, Penggagas Puisi Esai, Sastrawan, Ketua Umum Satupena, dan Penulis Buku.