Telusur.co.idOleh : Denny JA

“Sebuah keberanian yang memukau.” Demikian komentar Sarang Shidore. Ia direktur studi dan peneliti senior di Quincy Institute for Responsible Statecraft, sebuah wadah pemikir Amerika Serikat.

Shirore memuji proposal Prabowo yang tak biasa.
Menteri Pertahanan RI, Prabowo Subianto menghadiri International Institute for Strategic Studies (IISS) Shangri-La Dialogue ke-20. Pertemuan ini berlangsung di Hotel Shangri-La Singapura pada tanggal 2 sampai dengan 4 Juni 2023, dihadiri oleh 41 negara. 

Ujar Shidore, yang dimuat oleh This Weekend in Asia (South China Morning), “Pidato Prabowo memberikan perspektif yang berbeda dibandingkan yang sering kita dengar dari Washington dan sekutunya.” (1)

Kegiatan IISS Shangri-La Dialogue ini secara resmi dibuka oleh Perdana Menteri Australia, Anthony Albanese. 

Menhan Prabowo bersama Menhan Korsel dan Vice President European Commission diagendakan menjadi pembicara di sesi ketiga dengan tema pembahasan mengenai Resolving Regional Tensions.

Sebelumnya, Menhan Prabowo melakukan pertemuan dengan delegasi Amerika Serikat dan Negara ASEAN pada pertemuan U.S. – Southeast Asia Countries Multilateral Meeting.

Ujar Prabowo, konflik Rusia-Ukrania telah menimbulkan ketidakpastian ekonomi bagi negara-negara Global South, seperti gangguan pada ekspor makanan dan bahan bakar.

“Perdamaian lebih baik dibandingkan kehancuran.” Tapi solusi yang ditawarkan Prabowo sungguh tak biasa.

Prabowo mengusulkan tiga pokok. Pertama, gencatan senjata antara Rusia dan Ukrania.  Perang segera dihentikan.

Kedua, membangun zona demiliterisasi. Kedua belah pihak mundur sejauh 15 kilometer (kira-kira 10 mil) dari posisi depan masing-masing negara. 

Zona demiliterisasi harus diawasi oleh pasukan penjaga perdamaian yang dikirimkan oleh Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB). 

Ketiga, Referendum PBB diadakan untuk memastikan objektivitas harapan mayoritas penduduk di wilayah bersengketa.

Isi proposal Prabowo mengejutkan. Tak heran, proposal ini kemudian menjadi percakapan internasional yang luas.

Saya menonton sesi tanya jawab Prabowo di acara itu dalam cuplikan video. Delegasi dari Eropa bertanya dan menyerang Prabowo agak keras.

“Mengapa dalam proposal itu anda melupakan bahwa, Rusia adalah pihak yang mengintervensi. Dan Ukrania itu sebuah negara berdaulat. Bukankah jika proposal anda dijalankan, itu justru akan mengganggu keamanan Eropa?”

Ada pula yang bertanya. “Mengapa solusi anda seolah netral saja tak menyatakan siapa yang salah dan benar?”

Jawaban Prabowo kuat. Ia bicara lancar dalam bahasa Inggris. Cara menjawabnya penuh retorika. Argumennya menohok dengan pengalaman sejarah dunia ketiga.

Ujar Prabowo, “Jangan salah dalam menilai proposal ini. Saya memang sedang tidak lagi perlu menyatakan siapa salah dan siapa benar. Saya hanya memajukan cara menyelesaikan konflik di tahap yang sekarang.”

“Sikap Indonesia sudah sangat jelas. Kami termasuk yang melawan intervensi Rusia. Silahkan lihat catatannya.”

“Teman-teman di Eropa jangan lupakan. Kami mengalami intervensi jauh lebih buruk dibandingkan yang dialami kini oleh negara di Eropa.”

“Tanyalah kepada teman-teman di Vietnam. Tanyalah kepada teman-teman di Korea. Tanyalah kepada Timur Tengah, Afrika, dan kami sendiri di Indonesia.”

“Kami sudah lebih dulu mengalami apa arti diintervensi dan penjajahan.”

“Tapi sekarang kita bicara solusinya. Zona demiliterisasi sudah pernah diterapkan. Ini bukan hal baru. Juga soal gencatan senjata dan referendum.”

Saya kutip pernyataan Prabowo di atas dari ingatan.

Usulan Prabowo soal menghentikan konflik Rusia-Ukrania mungkin diterima atau ditolak. Atau mungkin juga proposal itu akan lebih dielaborasi dikemudian hari.

Memang sudah cukup banyak ragam usulan untuk menghentikan perang Rusia-Ukrania. Antara lain, yang diajukan oleh ahli seperti Alexander J. Motyl. Menurutnya, konflik Rusia- Ukrania hanya berhenti jika Ukrania menang perang. Atau jika Putin dibuat tak lagi berkuasa di Rusia.

Tapi bagaimana kah cara Ukrania bisa menang perang? Dibantu besar-besaran oleh NATO? Bagaimana pula membuat Putin tak lagi berkuasa di Rusia? Apakah NATO membantu untuk mengkudeta Putin?

Solusi di atas sama pula susahnya. Susah membayangkan Ukrania menang perang atas Rusia. Susah pula membayangkan mengkudeta Putin dari kekuasaan.

Tapi susah pula membayangkan jika Putin masih berkuasa ia menghentikan perang untuk mengalahkan Ukrania. Susah pula membayangkan Rusia mengalahkan Ukrania karena NATO tak akan membiarkan Rusia menang, yang membahayakan masa depan Eropa.

Semua solusi serba susah. Tapi melihat putra Indonesia mengajukan proposal untuk isu dunia yang kini paling hot, dihadapan 41 negara dari berbagai kekuatan yang ada, menimbulkan optimisme. Walau ujungnya, proposal itu juga ditolak oleh Ukrania.

Yess, Indonesia ini negara besar. Tahun 2045 diprediksi kita menjadi negara keempat terbesar secara ekonomi. 

Negara besar harus pula melahirkan tokoh- tokoh yang besar pula, yang berani lantang ikut bersuara persoalan besar dunia.

Menonton Prabowo di panggung internasional itu melambungkan  romantisme bangkitnya Indonesia di Forum Internasional. 

CATATAN

1. Berita soal respon atas proposal Prabowo 

https://amp.scmp.com/week-asia/politics/article/3223563/asias-russia-west-balancing-act-show-push-peace-ukraine-indonesias-prabowo

*Penulis adalah Konsultan Politik, Founder LSI-Denny JA, Penggagas Puisi Esai, Sastrawan, Ketua Umum Satupena, dan Penulis Buku.