Oleh : Annaastya Delia Pembayun
Virus Covid-19 masuk ke Indonesia pada triwulan I-2020 tepatnya bulan Maret yang menimbulkan kepanikan di masyarakat sehingga pemerintah mengambil langkah untuk pemberlakuan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di Indonesia.
Adanya pembatasan ini menyebabkan aktivitas masyarakat sangat dibatasi demi menghindari penyebaran virus yang lebih meluas. Akibatnya, perekonomian di Indonesia menjadi lesu dan membuat perekonomian nasional berdasar Produk Domestik Bruto (PDB) mengalami kontraksi yang sangat tajam daripada triwulan sebelumnya yaitu sebesar 5,32%.
Setelah pemerintah menerapkan program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) untuk mengatasi kontraksi ini, pertumbuhan ekonomi berangsur meembaik bergerak ke arah positif meskipun sampai dengan triwulan I-2021 masih terkontraksi sebesar 0,74% (y-on-y).
Berdasarkan gambaran tersebut membuktikan bahwa l, pandemi Covid-19 membawa dampak yang besar terhadap perekonomian Indonesia dan apabila program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) yang dijalankan pemerintah tidak berjalan sesuai target akan membuat pertumbuhan ekonomi Indonesia terus terkonstraksi.
Pandemi Covid-19 memberikan ancaman terhadap stabilitas perekonomian nasional. Sebagai salah satu alat untuk memelihara dan mengupayakan keseimbangan fundamental perekonomian, APBN diharapkan mampu menjadi alat penggerak untuk mempertahankan laju pertumbuhan ekonomi dan meminimalisir dampak yang ditimbulkan dari Covid-19.
Dalam merespon hal ini, pemerintah telah mengeluarkan berbagai kebijakan fiskal yang terdiri dari kebijakan dalam pendapatan negara, belanja negara, defisit anggaran, dan pembiayaan anggaran.
Dampak dari kebijakan fiskal yang diambil pemerintah terhadap perekonomian terbagi menjadi dua, yaitu kebijakan fiskal ekspansif dan kebijakan fiskal kontraktif. Kebijakan fiskal yang diambil oleh pemerintah dalam upaya menangani pandemi Covid19 merupakan kebijakan fiskal ekspansif yang mana pemerintah meningkatkan belanja dan menurunkan pajak (insentif pajak).
Kebijakan stimulus fiskal yang dilakukan pemerintah dalam bentuk pelebaran defisit dalam APBN di masa pandemi saat ini merupakan suatu hal yang penting dalam pengelolaan keuangan.
Kebijakan stimulus fiskal ini tercermin dalam kebijakan fiskal yang bersifat ekspansif yang mana pengeluaran negara lebih besar dibandingkan dengan penerimaanya. Kebijakan fiskal ekspansif ini diambil saat perekonomian sedang mengalami kelambatan pertumbuhan.
Akhir-akhir ini dapat kita lihat beberapa masalah terkait transparansi anggaran mulai disorot tajam oleh media. Salah satunya adalah isu bahwa rumah sakit sengaja memberikan hasil dan konfirmasi positif pada pasien dengan gejala Covid-19 yang datang berobat.
Hal ini bertujuan agar anggaran untuk penanganan Covid-19untuk rumah sakit terkait dapat cair dan dinikmati golongan tertentu. Isu semacam ini tentu berdampak pada turunnya kepercayaan masyarakat baik pada penanganan kesehatan umum maupun transparansi terkait pendanaan Covid-19 sendiri.
Selain itu, dapat ditemui juga beberapa kasus terkait dan dana bantuan sosial yang kemudian dipolitisasi. Pelaksanaan dana bantuan sosial ini sering kali ditunggangi kepentingan politik pihak terkait. Data yang disampaikan oleh Sekjen Seknas Forum Indonesia Untuk Transparansi Anggaran (FITRA) menunjukkan bahwa terdapat realisasi anggaran yang lambat dan menumpuk diakhir tahun. Hambatan ini tentu menimbulkan implikasi pada tertundanya penanganan terhadap pandemi.
Terpantau pada bulan April-September tahun 2020 realisasi anggaran Covid-19hanya mencapai nominal 254,4 triliun atau sekitar 42 triliun per bulan. Fakta ini tentu jauh dari target dimana seharusnya realisasi setiap bulan setidaknya mencapai 60 triliun.
Realisasi secara panuh baru dilakukan pada tiga bulan terkahir tahun 2020 dimana realisasi mencapai angka 108,4 triliun per bulannya. Realisasi terkesan sangat terburu-buru mengejar target. Implikasi dari hal ini adalah banyaknya penyerapan anggaran yang tidak tepat sasaran sehingga terjadi pemborosan anggaran pada beberapa realisasi yang terkesan dipaksakan untuk cair.
Permasalahan transparansi dan akuntabilitas anggaran dapat diatasi dengan revitalisasi kelola anggaran penanganan Covid-19. Pandemi Covid-19 telah memberikan pukulan luar biasa pada seluruh aspek kehidupan masyarakat.
Dalam rangka meminimalisir dampak yang ditimbulkan, pengelolaan keuangan negara yang baik sangat diperlukan. Proporsi belanja yang meningkat diharapkan akan menjadi stimulus untuk mempertahankan pertumbuhan ekonomi nasional.
Kendati demikian, beberapa pengembangan terkait kebijakan fiskal masih diperlukan agar kinerja keuangan negara dapat lebih baik lagi. Perbaikan pengelolaan APBN terutama ditekankan pada refocusing dan realokasi anggaran dalam rangka penaanganan dampak Covid-19.
Pemerintah juga diharapkan lebih bijak dan selektif dalam melakukan belanja untuk menghindari pemborosan anggaran mengingat pendapatan negara mengalami kontraksi yang cukup besar.
*Penulis adalah mahasiswa Prodi Administrasi Publik, Universitas Muhammadiyah Sidoarjo (Umsida).