telusur.co.id - Ancaman Komite Independen Pemantau Pemilu Jawa Timur (KIPP Jatim) bukan gertak sambal, namun terbukti benar. KIPP resmi melaporkan KPU dan Bawaslu Kota Surabaya ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).

Ketua KIPP Jatim, Novli Bernado Thyssen, pihaknya secara resmi mengadukan dua penyelenggara Pemilu di Kota Surabaya ini ke DKPP. Selasa (04/8/2020) pagi hari.

Namun nomor register pelaporan baru terbit Rabu 5 Agustus 2020, pagi ini. “Sehingga baru bisa saya sampaikan ke publik setelah terbit resi dan register pendaftaran laporan,” paparnya pada rilisnya. Rabu, (05/8/2020).

Kedua penyelenggara Pemilu ini, KPU dan Bawaslu Kota Surabaya, diduga melanggar kode etik penyelenggara Pemilu dalam pelaksanaan verifikasi administrasi dukungan bakal calon pasangan perseorangan di Pilwali Kota Surabaya 2020.

KPU dan Bawaslu Kota Surabaya dinilai melanggar pasal 6 ayat 2d, pasal 6 ayat 3a, pasal 6 ayat 3f, pasal 7 ayat 1 dan 3, pasal 11 huruf c, pasal 11 huruf d, pasal 15 huruf c, pasal 15 huruf d Peraturan DKPP Nomor 2 Tahun 2017 tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Penyelenggara Pemilu.

“KIPP dalam kajiannya menduga KPU Kota Surabaya telah menyalahi prosedur, tata cara, dan mekanisme dalam melaksanakan verifikasi administrasi dengan tidak menerapkan Peraturan KPU Nomor 1 tahun 2020 sebagai alas hukum pelaksanaan teknis verifikasi administrasi,” lugas Novli.

Data Tidak Memenuhi Syarat

Bahkan KIPP menemukan sebanyak 8.157 data dukungan calon perseorangan Tidak Memenuhi Syarat (TMS) dukungan yang seharusnya gugur pada tahapan verifikasi administrasi namun tidak dicoret.

Sialnya, dibiarkan lolos pada tahapan verifikasi faktual. Angka tersebut bisa jadi bertambah, mengingat data KIPP hanya sampling 16 Kelurahan dari 154 Kelurahan di Kota Surabaya.

Adapun rincian temuan KIPP antara lain ribuan data dukungan tidak sesuai alamat dengan daerah pemilihan, alamat pendukung tidak jelas dan tidak lengkap, tidak terdapat nomor rumah dan wilayah RT/RW.

Seharusnya KPU Kota Surabaya mencoret data tersebut Tidak Memenuhi Syarat dukungan sebagaimana diatur tegas dalam PKPU Nomor 1 tahun 2020, Pasal 18 ayat 4 yang berbunyi, “Dalam hal alamat pendukung tidak sesuai dengan daerah pemilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c dukungan tersebut dicoret dan dinyatakan tidak memenuhi syarat”.

Dan Pasal 18 ayat 3 : “dalam 1 hal data Nomor Induk Kependudukan, nama, jenis kelamin, tempat dan tanggal lahir pendukung pada formulir Model B.1-KWK Perseorangan tidak sesuai secara nyata dengan fotokopi Kartu Tanda Penduduk Elektronik atau Surat Keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, dukungan tersebut dicoret dan dinyatakan tidak memenuhi syarat”.

Dukungan Ganda

KIPP juga menemukan ribuan data dukungan ganda, satu orang pendukung memberikan dukungan lebih dari satu kali kepada satu bakal pasangan calon perseorangan.

Seharusnya KPU mencoret dukungan ganda tersebut sebagai Tidak Memenuhi Syarat dukungan dan menghitungnya sebagai satu dukungan saja, sesuai PKPU nomor 1 tahun 2020 Pasal 20 ayat 2 yang berbunyi: “dalam hal ditemukan dukungan ganda sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf b angka 1 dukungan hanya dihitung satu”.

Tidak heran masyarakat Kota Surabaya disajikan info sebanyak 104.575 data dukungan bakal calon perseorangan TMS, dalam verifikasi faktual.

Besaran angka tersebut tergolong fantastik, karena mencapai 76 persen dari kewajiban setor dukungan sebanyak 139.758. Jelas banyak data dukungan bermasalah yang tidak terfilter baik di tahap verifikasi administrasi.

“KPU dan Bawaslu jangan membodohi masyarakat Surabaya, seolah nampak bekerja benar sesuai regulasi namun sebenarnya salah, dan menyimpang dari ketentuan regulasi. Kasihan ratusan petugas PPS dan petugas Panwaslu Kelurahan, melakuian verifikasi faktual mereka kesulitan mencari alamat pendukung karena alamat tidak jelas,” pungkas dia.

“Sampai puluhan tahun mencari tidak akan bisa ketemu alamat pendukung karena tidak ada kejelasan alamat jalan rumah yang dituju, tidak ada blok/gang rumah, tidak ada nomor rumah, tidak ada keterangan wilayah RT/RW,” tambahnya.

Pemborosan Anggaran Negara

Akibat kesalahan prosedur, tata cara, dan mekanisme maka konsekuensinya ada kerugian dan pemborosan anggaran negara cukup besar pada pelaksanaan verifikasi faktual.

Di verifikasi faktual itu anggaran operasional tinggi, pengadaan Alat Pelindung Diri bagi ratusan petugas PPS dan Panwas Kelurahan yang bertugas, termasuk biaya rapid test bagi masing masing petugas PPS dan Panwas Kelurahan.

Jumlah anggarannya bisa mencapai ratusan juta rupiah. Pemborosan anggaran tersebut tentu saja menyakiti hati masyarakat yang sedang susah secara ekonomi akibat krisis pandemi Covid-19.

KIPP menduga Bawaslu Kota Surabaya tidak menjalankan prosedur pengawasan dengan benar di dalam pengawasan tahapan verifikasi administrasi dukungan bakal calon perseorangan.

Terbukti lolosnya 8.157 data dukungan TMS, tentu Bawaslu juga memegang data dan harusnya bisa dilakukan pencegahan. 

Bawaslu seharusnya bisa melaksanakan fungsi pencegahan dan pengawasannya dengan baik.

“Bawaslu Kota Surabaya pernah disidang etik DKPP, Ketua dan anggota pernah terkena sanksi “Peringatan Keras Terakhir” oleh DKPP. Namun sanksi tak berdampak perbaikan kinerja,” sambungnya.

KIPP berharap, DKPP tetap menjaga marwah penyelenggara pemilu dengan memberikan sanksi tegas bagi setiap pelanggaran yang dilakukan oleh penyelengara pemilu. (ari)