telusur.co.id - Tahapan pemilihan serentak tahun 2020 kini telah memasuki tahapan verifikasi faktual dukungan calon perseorangan. Berdasarkan jadwal tahapan, KPU memiliki waktu 14 hari untuk melakukan verifikasi faktual dukungan calon perseorangan dengan memakai sistem sensus menemui langsung masing masing pendukung dari rumah ke rumah.

“Tentu ini menjadi pantauan utama kami untuk memastikan bahwa dukungan calon perseorangan secara de facto benar-benar memenuhi syarat dukungan sebagaimana terlampir dalam daftar dukungan calon perseorangan,” ujar Ketua KIPP Jatim, Novli Thyssen. Kamis, (09/7/2020).

Menurut Novli, potensi kecurangan dalam tahapan verifikasi faktual dukungan sangat besar, misalnya pencatutan KTP seseorang untuk kepentingan syarat dukungan calon perseorangan, pemberian dukungan ganda kepada calon perseorangan, hingga dukungan fiktif. 

“Para aktor pelaku tindak kecurangan bisa dari peserta melalui tim suksesnya, atau bisa dari penyelenggara langsung seperti KPU dan Bawaslu. Kepentingannya ada dua, yang pertama bermaksud meloloskan pasangan calon perseorangan atau yang kedua bermaksud tidak meloloskan pasangan calon perseorangan,” ungkap Novli.

Masih dengan Novli, regulasi memberi ruang bagi penyelenggara maupun peserta untuk bermain, dalam pasal 48 ayat 9 undang undang 10 tahun 2016 disebutkan bahwa hasil verifikasi faktual dukungan calon perseorangan tidak diumumkan. 

“Nah, dari pasal tersebut kita menjadi tidak tahu apakah penyelenggara telah menjalankan tugasnya sesuai regulasi atau malah melalukan penyimpangan untuk kepentingan tertentu. Ini yang harus diwaspadai dan menjadi fokus utama Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) Jawa Timur untuk melakukan pemantauan agar kecurangan kecurangan tersebut tidak terjadi,” ucapnya.

Dikatakan lebih lanjut, peran masyarakat sipil turut serta mengawasi jalannya proses penyelenggaraan adalah untuk memastikan bahwa kompetisi berjalan sehat tanpa kecurangan, baik kecurangan oleh peserta maupun peyelenggara.

Untuk mengawal kualitas proses verifikasi faktual tersebut dan untuk mengakomodir hak konstitusional warga negara pemilih yang merasa dirugikan akibat pencatutan KTP dukungan, KIPP Jatim membuka posko pengaduan penyalahgunaan KTP dukungan calon perseorangan. 

“Kita akan proses, baik secara pidana maupun administratif terhadap pihak peserta maupun penyelenggara yang terindikasi bermain curang dalam proses verifikasi faktual. 

Dan kami akan proses secara etik melalui Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) jika ditemukan oknum penyelenggara pemilihan yang terindikasi bermain curang,” tegas Novli.

“Posko pengaduan kami buka tiap hari untuk menampung informasi maupun pengaduan dari masyarakat. Masyarakat dapat melaporkan ke posko pengaduan yang beralamat di jalan Pemuda nomor 27 Surabaya atau bisa langsung menghubungi call center kami di nomor 08562657484,” ungkap dia.

Novli menambahkan, Pasal 185 A Ayat 1 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 berbunyi, “Setiap orang yang dengan sengaja memalsukan daftar dukungan terhadap calon perseorangan sebagaimana diatur dalam undang undang ini, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 36 bulan dan paling lama 72 bulan dan denda paling sedikit 36 juta dan paling banyak 72 juta”.

Pasal 185 A Ayat 2 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 berbunyi, “Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dilakukan oleh penyelenggara pemilihan dipidana dengan pidana yang sama sebagaimana di maksud pada ayat 1 dengan ditambahi sepertiga dari ancaman pidana maksimumnya”.

Di samping sanksi pidana juga terdapat saksi administratif pembatalan penetapan pasangan calon bagi peserta perseorangan yang terbukti melakukan kecurangan di dalam pengumpulan dukungan fiktif.

“Kami juga telah menginstruksikan jajaran pengurus KIPP kabupaten/kota untuk juga membuka posko pengaduan di daerahnya masing-masing. 

Dan kami telah memberikan pembekalan pelatihan pemantauan bagi relawan pemantau agar siap menjalankan tugas mulia melakukan verifikasi faktual dukungan calon perseorangan,” terang Novli.

“Kami berharap, KPU beserta Bawaslu tetap mengedepankan asas asas profesionalitas dan kredibilitasnya sebagai penyelenggara pemilu yang bermartabat,” tutup Novli Thyssen. (ari)