telusur.co.id - Beberapa waktu lalu, aksi pencabulan dan persetubuhan dengan korban santriwati juga menggemparkan kabupaten Jombang. Pelakunya merupakan anak seorang kiai termasyhur di Kota Santri, yakni MSAT warga Desa Losari, Kecamatan Ploso, Kabupaten Jombang, Jawa Timur.
2018: Saksi melaporkan MSA kepada Polres Jombang dengan tuduhan mencabuli, menyetubuhi, dan tindak kekerasan seksual terhadap 3 orang temannya.
21 Oktober 2019: Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) dikeluarkan oleh Polres Jombang karena bukti yang tidak memadai.
29 Oktober 2019: Salah satu korban kembali melaporkan MSA ke Polres Jombang.
12 November 2019: Polres Jombang menerbitkan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) yang menetapkan MSA sebagai tersangka.
8 Januari 2020: Ratusan aktivis Aliansi Kota Santri Lawan Kekerasan Seksual (AKSLKS) berunjuk rasa di depan gedung Polres Jombang dan menuntut agar tersangka segera ditahan serta proses penyidikan segera dituntaskan. Kasus inipun mulai mendapat perhatian publik dan semakin ramai dibicarakan.
14 Januari 2020: Tersangka MSA tak memenuhi panggilan penyidikan Polres Jombang. Kelompok yang mengaku pendukung pelaku menyatakan bahwa upaya hukum yang ditempuh oleh korban merupakan upaya kriminalisasi terhadap pesantren dan berkaitan dengan masalah internal pesantren.
15 Januari 2020: Polda Jatim mengambil alih kasus ini. Usai gelar perkara, Polda Jatim melarang tersangka bepergian ke luar negeri.
28 Januari 2020: Juru bicara pesantren dan juru bicara tersangka menggelar konferensi pers dan menyatakan alasan tersangka tak memenuhi panggilan adalah karena adanya cacat pada proses hukum yang merugikan MSA.
Februari 2020: Polda Jawa Timur 2x memanggil MSA, namun selalu tak dipenuhi. Akhirnya puluhan petugas dikerahkan untuk menjemput MSA di pesantren, namun upaya penjemputan gagal karena dihalangi oleh pendukung MSA.
15 Juli 2020: Massa AKSLKS berdemo di Polda Jawa Timur menuntut MSA untuk segera ditangkap. Polisi kemudian menjelaskan bahwa, berkas kasus telah dilimpahkan ke kejaksaan namun perlu adanya perbaikan.
8 Mei 2021: Seorang saksi kunci berinisial TAM mengunggah status di Facebook yang menyindir pimpinan pondok pesantren.
9 Mei 2021: Enam orang mendatangi TAM dikediamannya dan menganiaya TAM serta merampas handphone-nya.
10 Mei 2021: Salah satu dari ke-6 orang yang melakukan kekerasan pada TAM menyangkal adanya tindakan aniaya dan melaporkan balik TAM atas pencemaran nama baik.
Begitulah catatan yang dikutip oleh rilis BEM Unair dari Tempo edisi 30 Mei 2021. Menyikapi hal tersebut, BEM Unair langsung menggelar diskusi kolaborasi “Mengurai Sengkarut Kasus Kekerasan dan Pelecehan Seksual di Kota Jombang”. Dan berkenaan dengan hal tersebut, BEM Unair hendak melakukan advokasi secara langsung di Jombang di Kantor WCC Jombang. Jumat, (04/6/2021).
Dalam kesempatan ini, Presiden Mahasiswa BEM Unair, Muhammad Abdul Chaq menyampaikan, BEM Unair mengecam segala bentuk tindakan kekerasan seksual yang terjadi di lingkungan lembaga pendidikan, termasuk dalam hal ini kasus kekerasan seksual di Pondok Pesantren Jombang.
“Berkomitmen untuk membersamai korban beserta tim pendampingnya dalam mengawal proses penyelesaian kasus kekerasan seksual di Pondok Pesantren Jombang,” tambah Chaq dalam rilisnya yang diterima telusur.co.id. Selasa, (08/6/2021).
Lanjut Chaq, mendesak Polda Jawa Timur dan Kejaksaan Tinggi Jawa Timur untuk segera berkoordinasi menyelesaikan kasus kekerasan seksual dengan tersangka MSAT (Nomor LP/329/X/RES.1.24./2019/JATIM/RES.JOMBANG) agar kepastian hukum dan perlindungan terhadap korban atas keadilan, kebenaran, dan pemulihan terpenuhi.
“Mendesak Kementerian Agama (Kemenag) dan Kementerian Perlindungan Perempuan dan Anak (KPPA) untuk mengembangkan program untuk memastikan lingkungan Pendidikan Pesantren aman dari kekerasan seksual,” sambungnya.
Selanjutnya, mendesak pemuka agama dan masyarakat di Provinsi Jawa Timur untuk mendorong penggunaan mekanisme hukum dan mencegah tindakan-tindakan kekerasan dengan mempercayakan kasus tersebut diselesaikan oleh aparat penegak hukum.
Ditambahkan Chaq, “Mendesak DPR RI untuk segera membahas dan mengesahkan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual yang di dalamnya menjamin hak-hak korban dan pendamping korban kekerasan seksual untuk mendapat perlindungan dari berbagai bentuk kekerasan dan diskriminasi,” lanjutnya.
“Berdasarkan poin-poin pernyataan sikap di atas, kami mengajak seluruh elemen mahasiswa dan juga masyarakat untuk ikut bersolidaritas dalam mengawal berlangsungnya proses penyelesaian kasus tersebut di atas. Atas dukungan dan solidaritas kawan-kawan sekalian, kami ucapkan terima kasih,” tutup Abdul Chaq. (ari)