Oleh : Illon Barreta Anoraga
Kebijakan kependudukan adalah kebijakan yang ditujukan untuk mempengaruhi besar, komposisi, distribusi dan tingkat perkembangan penduduk titik kebijakan pendudukan sebagai salah satu upaya pemerintah dalam menanggulangi berbagai permasalahan yang terjadi dalam ruang lingkup masyarakat yang berkaitan dengan bidang kesehatan pendidikan budaya sosial dan ilmu pengetahuan.
Suatu kebijaksanaan yang mempengaruhi variabel kependudukan dapat bersifat langsung dan tidak langsung. Kebijaksanaan langsung antara lain ialah program pelayanan kontrasepsi yang langsung mempengaruhi besarnya penduduk akibat penurunan banyaknya kelahiran. Kebijaksanaan yang bersifat tidak langsung misalnya melalui ketentuan peraturan pencabutan subsidi pada keluarga yang mempunyai anak lebih dari jumlah tertentu.
Kebijakan dalam kependudukan menjadi sangat penting dilakukan oleh setiap negara-negara berkembang dunia termasuk Indonesia. Hal ini dilakukan dengan alasan mengatasi sejumlah dinamika penduduk yang kerap kali memberi ruang atas kegagalan perencanaan pembangunan berkelanjutan dalam ranah skala, regional dan nasional.
Upaya pemberdayaan masyarakat yang dijalankan untuk menanggulangi kemiskinan dan pengangguran harus mencakup upaya untuk meningkatkan kemampuan masyarakat, upaya mengembangkan kewirausahaan yang digerakkan melalui upaya pendampingan masyarakat, dan upaya untuk meningkatkan akses terhadap modal ekonomi/sumber daya kapital langsung kepada masyarakat. Melalui dukungan ketiga aspek ini secara memadai, maka upaya penanggulangan kemiskinan dapat berhasil secara efektif.
Dalam banyak kasus, kemiskinan selalu dipandang dari perspektif makro. Studi-studi kemiskinan pada umumnya lebih fokus pada aspek relasional antara kebijakan makro dan kemiskinan, misalnya dampak subsidi BBM terhadap kemiskinan, dampak BLT terhadap taraf hidup penduduk miskin, Kita juga tetap menyangsikan kesimpulan Bank Dunia yang menyatakan bahwa kenaikan harga beras menjadi penyebab utama terjadinya pembengkakan jumlah penduduk miskin.
Komunikasi
Salah satu aspek yang cukup berperan dalam penerapan suatu kebijakan atau program penanggulangan kemiskinan di Kota Palu adalah proses sosialisai dari suatu program yang akan diterapkan, artinya suatu program penanggulangan kemiskinan, komunikasi sangat diperlukan terhadap target grouf sangat berperan sebagai upaya untuk memperkenalkan suatu program kebiajakan penanggulangan kemiskinan melalui sosialasi kepada masyarakat miskin sehingga program dapat berjalan secara baik dan tepat sasaran.
Di samping itu, komunikasi juga merupakan kegiatan yang penting dalam proses kepemimpinan, sebab unluk menggerakkan atau mempengaruhi bawahan akan cfektif jika dilakukan melalui komunikasi.
Pada pelaksanaan sosialisasi program kebijakan penanggulangan kemiskinan di Kota Palu dilakukan baik dalam bentuk sosialisasi secra formal pada kelurahan kelurahan yang tersebar dikota Palu, juga dilakukan oleh instasi atau dinas sosial demikian pula organisasi non pemerintah atau LSM banyak memberikan sosialisasi kepada masyarakat secara langsung terutama pada penduduk miskin.
Berdasarkan aspek komunikasi dalam kebijakan program penanggulangan kemiskinan melalui sosilisasi program, juga dilakukan sosialisasi kepada masyarakat miskin untuk terlibat secara langsung sebagai salah satu wujud untuk mencapai tingkat keberhasilan suatu program kegiatan. Kemampuan berkomunikasi menjadi sangat diperlukan untuk menjamin agar pesan yang disampaikan tidak terjadi distorsi dan dapat dimengerti oleh masyarakat.
Sumber Daya
Bagaimana unit kerja pemerintah mendapatkan sumber daya yang dibutuhkan untuk melaksanakan administrasi program yang meliputi sumber daya pembiayaan, sumber daya aparatur, dan sumber daya lingkungan dimana program tersebut dilaksanakan.
Kriteria perolehan sumber daya yang disebutkan itu hendaknya dapat memenuhi pencapaian tujuan dan hasil program. Artinya, penggalangan sumber daya harus menjamin tercapainya tujuan dan hasil program yang efektif dalam memberdayakan masyarakat miskin.
Dukungan sumber daya yang disebutkan itu tentu sulit didayagunakan secara efektif dan efisien, bila unit-unit kerja pemerintah tidak mampu menterjemahkan kebijakan dan program ke dalam suatu sistem perencanaan kegiatan yang dapat mencapai sasaran secara tepat guna. Penerjemahan kebijakan dan program ke dalam kegiatan operasional inilah yang akan menentukan kinerja kebijakan dalam memberdayakan masyarakat miskin atau menurunkan jumlah penduduk miskin.
Disamping dukungan sumber daya pembiayaan yang memadai. implementasi kebijakan penanggulangan kemiskinan juga memerlukan kejelasan akan hal-hal seperti kualitas dari pelaksana suatu kebijakan disamping tingkat pendidikan dan pengalaman dari pengambil kebijakan. Dalam Rencana Stragis Kota Palu, arah kebijakan berada dalam kawasan Industri Terpadu, didukung sumber daya alam, dan sumber daya manusia yang cukup memadai.
Pertimbangan dalam mengembangkan KEK adalah menyediakan suatu kawasan yang memiliki fungsi ekonomi dimana salah satu fungsi ekonomi tersebut adalah zona industri yang menghasilkan produk-produk akhir berkualitas ekspor, Kawasan Industri Terpadu Palu yang diarahkan pada KEK, sesuai dengan tafsir dari pasal tersebut dapat terwujud sepanjang syaratsyarat KEK terpenuhi. Untuk itu Kota Palu perlu menetapkan industri yang mampu menghasilkan produk bernilai tambah dan berkualitas ekspor.
Disposisi
Disposisi adalah watak atau karakteristik yang dimiliki oleh pelaksana kebijakan, disposisi itu seperti komitmen, kejujuran, dan sifat demokratis. Apabila pelaksana kebijakan mempunyai karakteristik atau watak yang baik, maka dia akan nielaksanakan kebijakan dengan baik sesuai dengan sasaran tujuan dan keinginan pembuat kebijakan.
Dalam kebijakan penanggulangan kemiskinan di kota Palu dapat dilihat dari beberapa aspek antara lain dari program-program yang direncanakan dan yang direalisasikan dan umpan balik dari masyarakat terhadap pelaksanaan program tersebut.
Hal-hal tersebut cukup dapat merefleksikan perilaku pelaksana dalam rangka melaksanakan kebijakan Kebijakan Penanggulangan kemiskinan di kota Palu yang dilakukan oleh banyak Dinas dan instansi sebagai penyedia dana dan bertanggung jawab terhadap segala kegiatan dalam pemberdayaan masyarakat miskin.
Struktur Birokrasi
Salah satu variabel yang dianggap penting dalam proses diagnosis organisasi bagi pengembangannya adalah mendiagnosis kotak struktur. Inefesiensi dapat timbul karena faktor kelembagaan seperti prosedural, kurangnya keahlian dan keterampilan, karena perilaku negatif para pelaksana.
Faktor kelembagaan dapat menjadi penyebab inefesiensi terutama jika tipe dan struktur organisasi digunakan tidak tepat. Seperti dimaklumi, tipe organisasi biasanya digunakan dalam lingkungan pemerintahan ialah yang bersifat piramidal di mana terdapat sejumlah lapisan kewenangan, pada umumnya berakibat pada lambatnya proses pengambilan keputusan. Dengan demikian sering terjadi pemborosan waktu.
Karena kelemahan tersebut, dewasa ini struktur yang piramidal mulai ditinggalkan dan makin banyak organisasi menggunakan organisasi fungsional. Prosedur kerja tidak jelas atau rumit dapat menjadi sumber inefesiensi.
Prosedur demikian tidak hanya berakibat pada sulitnya melakukan koordinasi, akan tetapi juga kemungkinan terjadinya duplikasi atau tumpang tindih dalam pelaksanaan tugas seperti tidak adanya uraian pekerjaan dan analisis pekerjaan di samping prosedur yang kadangkala berbelitbelit padahal dapat dibuat sederhana. Itulah sebabnya penyederhanaan pekerjaan sering dijadikan program kerja agar dimensi efisiensi dapat diterapkan.
Fenomena administratif dewasa ini sering muncul sebagai implikasi dari perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi secara pesat. Perkembangan tersebut berakibat tidak dibarengi dengan kecepatan keahlian dan keterampilan para pelaksana kegiatan pembangunan, sehingga menjadi ketinggalan zaman.
Jika demikian halnya, dengan sikap dan cara kerja yang positif sekalipun pelaksana pelayanan sering berbuat kesalahan. Bukan karena disengaja dan bukan pula karena perilaku disfungsional, melainkan karena tuntutan tugas yang sudah berbeda dibandingkan dengan masa lalu. Oleh karena itu, pemutakhiran pengetahuan dan keterampilan melalui pendidikan dan pelatihan merupakan tuntutan penerapan paradigma ini.
*Penulis adalah mahasiswa Administrasi Publik, Universitas Muhammadiyah Sidoarjo (Umsida).