telusur.co.id - Vox Populi Vox Dei, itulah Adagium yang sering tergaung di negeri demokrasi khususnya Indonesia. Hal tersebut terkesan berbanding terbalik dengan apa yang terjadi di lapangan.

Buruh, tani, mahasiswa, dan seluruh elemen organisasi masyarakat dengan lantang menyerukan bersama "Tolak Omnibus Law" secara masif dan kontinyu. 

Gerakan tersebut dilakukan dengan turun ke jalan, propaganda melalui media sosial dengan hastag #BatalkanOmnibusLaw dan #JegalSampaiBatal serta pembuatan petisi.

DPR sejatinya merupakan representasi dari rakyat di parlemen tetap saja acuh akan Gerakan Penolakan Omnibus Law. Mereka masih saja berupaya ingin mengesahkan RUU Cipta Lapangan Kerja tanpa mendengarkan kepentingan dan aspirasi masyarakat.

Ketua DPC GMNI Surabaya, Ravi Hafids Maheswara mengatakan, “kita ketahui bersama bahwa, ada beberapa klaster yang salah satunya adalah klaster pendidikan yang sudah dikeluarkan dalam pembahasan RUU Cipta Kerja (Omnibus Law) karena dirasa tidak menjadikan sektor pendidikan lebih baik. Ini pula berkat masukan dari masyarakat,” ujarnya. Senin, (05/10/2020).

Dalam pelaksanaan sistem tata kelola yang baik, pemerintah harus mengimplementasikan Asas-asas Umum Pemerintahan yang Baik (AUPB) dan 'Good Governance' dimana harus dilibatkannya partisipasi masyarakat Indonesia juga dapat menentukan hal baik bagi bangsanya dan dapat dijadikan sebuah usulan partisipatif oleh masyarakat.

“Dengan bentuk upaya apapun, saya kira hari ini DPR RI masih saja tidak mengindahkan peran berpartisipasi ini,” tambahnya. 

Akan tetapi disampaikan pula, “Kami siap mengawal dan akan melipatgandakan barisan kita. Pembahasan RUU Cipta Kerja usai disahkan, maka tidak enggan akan menambah lagi kekuatan basis yang sangat besar agar suara masyarakat dan pengawalan RUU Cipta Kerja dapat didengar oleh pemerintah khusus nya DPR RI,” tegas pioner DPC GMNI Surabaya ini. (ari)