Telusur.co.id - Oleh : Nurendra Bagas Prakoso, S.Ak.
Soekarno & Hatta (1945) dalam pidato "Proklamasi Kemerdekaan" mengungkapkan salah satu alasan utama mengapa kita harus menekankan pentingnya persatuan dalam meraih kemerdekaan. Karena Kemerdekaan dan persatuan adalah dua prinsip penting yang saling terkait dalam proses pembentukan dan pemeliharaan negara. Pidato tersebut menjadi salah satu momen bersejarah yang memotivasi masyarakat Indonesia untuk bersatu dan memperjuangkan kemerdekaan. Semangat persatuan ini terus menerus diwariskan sebagai bagian dari warisan sejarah dan budaya Indonesia.
Pernyataan Soekarno & Hatta tersebut harus diuji dengan pertanyaan dalam konteks Indonesia saat ini: setelah sekian lama menganut sistem demokrasi, apakah demokrasi telah membawa Kemerdekaan Indonesia dalam wadah Persatuan? Di bawah rezim demokrasi, apakah jurang kesenjangan dan rasa tenggang rasa antar suku budaya antarwarga negara semakin mengecil atau justru melebar? Untuk menjawabnya, kita harus melihat potret gen gerakan masyarakat Indonesia.
Euforia Politik dan Sikap Negarawan
Indonesia pasca orde Baru adalah negara yang larut dalam euphoria setiap zamannya dan pemilihan umum tahun 1999 adalah pemilihan presiden pertama di Indonesia yang dilakukan secara demokratis. Proses ini memunculkan euforia demokratisasi dan partisipasi masyarakat dalam menentukan arah politik negara. Dengan Euforia politik terjadi ketika peristiwa tersebut menggambarkan perubahan signifikan, harapan baru, atau kemajuan dalam tata kelola negara.
Euforia ini sering kali mencerminkan aspirasi masyarakat untuk perubahan positif dan masa depan yang lebih baik. Kebebasan bernegara harus menjadi rasionalitas dominan dalam sistem pemerintahan yang demokrasi. Euforia ini merupakan konsekuensi yang lazim karena Indonesia telah lama berada dalam ekosistem otoritarianisme setelah kemerdekaan nya sampai pasca orde baru.
Namun, sebagaimana euforia politik selalu menyisakan dampak sisa-sisa ruang yang sering terabaikan, euforia terhadap demokrasi politik tersebut juga menyisakan sektor penting yang terabaikan, yakni Kemerdekaan dan Persatuan. Sampai saat ini
Kemerdekaan dan Persatuan masih menjadi pekerjaan rumah bagi Indonesia. Jika tidak dapat selaras dalam membina persatuan perlu dipertanyakan aspek kenegarawannya. Persatuan adalah salah satu pilar yang penting dalam membentuk dan menjaga integritas suatu negara.
Dalam euforia politik, pentingnya kesesuaian dan keselarasan antara calon pemimpin dan pendukungnya. Masyarakat perlu jeli bahwa, pendukung dengan calon pemimpin harus sejalan dan pasti sejalan. Konsistensi dan Kepercayaan, Ketika calon pemimpin dan pendukungnya sejalan dalam visi, nilai, dan tujuan, ini menciptakan konsistensi dalam komunikasi dan tindakan.
Masyarakat lebih cenderung percaya pada pemimpin yang secara konsisten mendukung nilai-nilai yang sama dengan pendukungnya. Kesesuaian antara calon pemimpin dan pendukungnya memberikan kesan bahwa, pemimpin tersebut memiliki dukungan dari berbagai kelompok yang memiliki visi dan tujuan yang sama. Ini dapat meningkatkan kredibilitas dan reputasi calon pemimpin di mata Masyarakat terutama akar rumput.
Pemimpin Harus Mensosialisasikan Politik Persatuan
Mensosialisasikan politik persatuan dalam pelaksanaan pemilu ke depan adalah langkah yang strategis untuk membangun kesadaran dan komitmen masyarakat terhadap nilai persatuan, terutama di tengah dinamika politik yang kompleks dan keberagaman masyarakat Indonesia.
Sosialisasi politik persatuan akan membantu masyarakat memahami pentingnya kerukunan, toleransi, dan keberagaman dalam konteks politik. Ini akan membentuk kesadaran kolektif bahwa persatuan adalah kunci untuk mencapai tujuan bersama.
Persatuan politik dapat membantu mencegah konflik dan perpecahan antar kelompok dalam masyarakat. Dengan mensosialisasikan nilai- nilai persatuan, para pemimpin dapat mengurangi potensi konflik politik yang dapat muncul selama masa kampanye dan pemilihan.
Calon pemimpin yang mempromosikan persatuan dalam kampanye mereka menciptakan rekam jejak positif. Ini dapat memperkuat legitimasi mereka di mata masyarakat dan membangun hubungan yang lebih baik dengan berbagai kelompok.
Politik persatuan mengingatkan masyarakat bahwa, tanggung jawab dalam membangun negara tidak hanya pada satu kelompok atau pihak, tetapi merupakan tanggung jawab bersama untuk mencapai kesejahteraan dan kemajuan bersama.
Pemimpin dan calon pemimpin dapat untuk merangkul keragaman masyarakat dan membangun narasi yang mengedepankan persatuan sebagai nilai inti. Namun, ini juga harus diimbangi dengan tindakan konkret dan konsisten yang mencerminkan nilai persatuan dalam kepemimpinan dan kebijakan setelah terpilih.
Agenda Persatuan
Pemilu 2019, kemaren telah berakhir namun masih saja banyak bermunculan pihak-pihak yang tidak dewasa dalam menerima dan menyampaikan kritik. Salah satu pihak disitgmakan pendukung presiden terpilih dan dipihak lain adalah pihak yang tidak puas dengan kepemimpinan presiden yang terpilih.
Maka terbentuklah “kotak” pertama, berikutnya disusul dengan issue yang marak akhir-akhir ini, tentang issue komunis, issue sunni-syiah, issue perpecahan umat agama, dengan pembakaran masjid atau gereja diberbagai daerah. Banyak issue yang muncul hari ini membuat “kotak” yang dengan sendirinya memecah belah persatuan dan kesatuan bangsa ini dan sepertinya kita sudah siap untuk dibenturkan satu sama lain.
Kita dapat melihat hari ini dalam banyak contoh seperti di timur tengah bagaimana perpecahan sebuah bangsa menjadikan banyak tragedy kemanusiaan dan runtuhnya martabat sebuah bangsa. Tentunya sebagai anak bangsa kita tidak ingin apa yang terjadi di timur tengah terjadi pula dengan bangsa kita.
Perlu kita ketahui bahwa, dewasa ini peperangan berlaku tidak menggunakan senjata namun dikenal sebagai proxy war. Dimana sebuah individu ataupun kelompok digunakan untuk kepentingan tertentu guna merusak stabilitas bangsa dan negara. Individu ini bisa tokoh masyarakat tertentu ataupun pejabat negara.
Jika di masa H.O.S Cokroaminoto beliau menyebutkan tentang “Amtenar”, yaitu para bangsawan yang dijadikan pegawai belanda dan secara politik berpihak kepada Belanda dengan tujuan untuk mengeruk kekayaan bangsa Indonesia dan menjadikan bangsa Indonesia sebagai masyarakat kelas 3. Bung Karno pun mengatakan bahwa, “Perjuangan kalian lebih berat, karena melawan bangsa kalian sendiri”. Ini menjadi tantangan yang nyata untuk persatuan dan kesatuan bangsa.
Dengan demikian, agenda demokrasi kita yang sangat mendesak adalah agenda Persatuan. Tugas pemimpin republik ke depannya adalah memastikan agenda Persatuan ada dalam setiap kebijakan pemerintah. Tujuannya adalah mewujudkan demokrasi terpimpin melalui persatuan yang mewadahi segala hak dan kewajiban secara adil dan merata.
Karena itu, Pemilu 2024 akan menjadi ujian berat demokrasi untuk menciptakan pemimpin republik untuk mempertegas agenda persatuan negara diatas persatuan kelompok atau golongan. Dengan kontestasi gagasan kebijakan Kemerdekaan dan Persatuan seperti program rekonsiliasi sosial dan pemberdayaan setiap hak suara masyarakat, distribusi untuk kesejahteraan umum, pembangunan sumber daya manusia yang merata, penyediaan lapangan pekerjaan, dan sebagainya.
Jika agenda Kemerdekaan dan Persatuan tidak masuk dalam agenda demokrasi nanti, Indonesia Emas 2045 akan sulit terwujud dan para pemimpin republik hanya hanyut dalam kepentingan kelompok dan golongan semata, karena kemerdekaan tidak akan tercipta tanpa adanya Persatuan.
*Penulis adalah Ketua BPC HIPKA Surabaya.