telusur.co.id - Sumber Daya Energi sebagai kekayaan alam merupakan anugerah Tuhan Yang Maha Esa kepada rakyat dan bangsa Indonesia. Selain itu, sumber daya energi merupakan sumber daya alam yang strategis dan sangat penting bagi hajat hidup rakyat banyak terutama dalam peningkatan kegiatan ekonomi, kesempatan kerja, dan ketahanan nasional maka sumber daya energi harus dikuasai negara dan dipergunakan bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 33 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 sehingga keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia bisa tercapai.

Menurut Presiden Dewan Energi Mahasiswa (DEM) Gresik, Muhammad Azizul Ghofar, energi menjadi salah satu penggerak utama roda perekonomian suatu negara. Maka dari itu ketika suatu ketahanan energi negara itu lemah akan sangat berbahaya untuk suatu negara itu sendiri. Negara-negara di dunia saat ini sedang mengalami masa-masa sulit. Salah satu nya yang saat ini juga dihadapi oleh negara Indonesia yaitu pandemi Covid-19 dari 2020 lalu sampai dengan sekarang.

“Ditambah lagi adanya perang antar negara Ukraina dan Rusia yang tidak kunjung berakhir adalah dampak yang sangat nyata dalam mempengaruhi kenaikan harga minyak dunia. Dan benar, salah satunya masalah yang saat ini dihadapi oleh Indonesia adalah kenaikan harga minyak dunia yang sedemikian tingginya telah mengakibatkan terganggunya keseimbangan didalam perekonomian dunia secara umum tak terkecuali Indonesia,” jelasnya. Minggu, (10/4/2022).

Tepat tanggal 1 April 2022 kemarin, lanjut Ghofar, Pertamina sebagai perusahaan BUMN menindaklanjuti Keputusan Menteri (Kepmen) ESDM No. 62 K/12/MEM/2020 menaikkan harga BBM jenis Pertamax (non subsidi) dari semula Rp 9.000 menjadi Rp 12.500 per liter (38%) untuk wilayah Jawa, Sumatera, serta Bali dan Nusa Tenggara. Sedangkan untuk wilayah Kalimantan dan Indonesia Timur harga pertamax naik menjadi Rp 12.750 per liter. 

“Kenaikan 38% ini bisa mengakibatkan terjadi pergeseran konsumsi dari Pertamax ke pembelian Pertalite (BBM penugasan subsidi), hal ini bisa terjadi karena daya beli masyarakat belum sepenuhnya pulih setelah lebih 2 tahun mengalami pandemi Covid-19 dan perekonomian masyarakat menjadi terbatas,” ujarnya.

Kenaikan BBM Pertamax ini bakal disusul kenaikan jenis bahan bakar lainnya seperti pertalite dan tabung elpiji 3 kilogram. Imbas kenaikan harga BBM ini harga kebutuhan pokok pada bulan puasa tahun ini juga disinyalir bakal ikutan meroket. Yang sebelumnya sudah naik duluan adalah minyak goring.

"Ini akan membebani masyarakat. Apalagi nantinya Pertalite dan gas LPG juga akan naik, pasti masyarakat semakin menderita. Sekarang masih nggak apa - apa,  tapi nanti menjelang idul fitri pasti terasa. Ini minyak goreng naik, gula mahal, masyarakat kecewa. Jadi beban bukan lagi di pundak Jokowi, tapi masyarakat sendiri,” lugas Ghofar.

Sejalan itu, kenaikan harga BBM jenis pertamax juga harus melihat dari pada aspek kondisi hulu migas nasional. Kondisi migas nasional saat ini capaian produksi siap jual atau lifting minyak bumi di tahun 2021 kembali turun dengan capaian tahun-tahun sebelumnya.

“Dalam pemenuhan konsumsi BBM Nasional, negara melakukan import minyak yang berdasarkan data BPS mencatat nilai import hasil minyak atau BBM sepanjang 2021 melonjak 74% menjadi US$ 14.39 Miliar atau sekitar Rp 205.7 Triliun (asumsi kurs Rp 14.300 per US$), sedangkan US$ 8.28 Miliar disepanjang 2020. Lonjakkan BBM 2021 ini tidak terlepas dari kenaikan harga minya mentah dunia,” sambungnya.

Sementara itu, Pertamina sebagai satu-satunya BUMN yang melakukan penugasan di sektor energi Migas, terikat kepada regulasi BPH Migas disisi hilir, melaui peranan BPH Migas yang bertugas sebagai regulator yang mengatur dan menetapkan ketersediaan dan distribusi BBM, mengatur dan menetapkan cadangan BBM nasional, mengatur dan menetapkan pemanfaatan bersama fasilitas pengangkutan dan penyimpanan BBM. 

Penugasan yang diberikan kepada Pertamina oleh BPH MIGAS secara volume ditambah dengan penugasan harga yang dikeluarkan melalui (Kepmen) ESDM No. 62 K/12/MEM/2020 maka harga disisi hilir volume diikat oleh aturan dari BPH MIGAS dan harga diikat oleh Kepmen ESDM hal ini berbeda dengan badan usaha yang memegang Izin Niaga Umum (INU) yang mana rencana dan realisasi volume dilaporkan kepada BPH MIGAS namun penetapan harga tidak terikat pada (Kepmen) ESDM No. 62 K/12/MEM/2020. 

Perlakuan yang berbeda dalam hal penetapan harga, Pertamina tidak bisa secara cepat merespon penyesuaian harga yang ditetapkan oleh badan usaha pemegang Izin Niaga Umum (INU).

“Dewan Energi Mahasiswa Gresik mengajak semua elemen masyarakat untuk bersama ikut serta dan mengawal kebijakan kebijakan Energi di negeri ini. Supaya kedepan nanti tidak ada lagi masyarakat yang terdampak dalam penerapan kebijakan yang kurang pro terhadap rakyat kecil. Hidup Mahasiswa! Hidup rakyat Indonesia! Energi untuk negeri!,” tegas M. Azizul Ghofar. (ari)