telusur.co.id - Unit Bisnis Strategis (UBS) www.petani.id bekerjasama dengan Direktorat Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi serta Lintas Data Prima, kembali menyelenggarakan perhelatan bedah buku MIJIL karya penulis Ernawiyati.

Bertempat di Ndalem Poenakawan, Kota Yogyakarta, dengan menghadirkan Direktur Jendral Kebudayaan, Hilmar Farid, Ph.D dan Aktivis 98, Emi Sulyuwati sebagai pembedah buku dan dimoderatori oleh Aditya Putra. 

Bedah buku dibuka dengan performa budaya dari para generasi Z yang mencintai budaya nusantara. Navira Aulia Aninda menyanyikan lagu Ketaman Asmoro yang diciptakan dan dipopulerkan oleh almarhum Didi Kempot ini merupakan salah satu lagu yang ada di novel MIJIL, dirangkai dengan tembang Macapat MIJIL yang dibawakan Atik Sayekti. 

Selanjutnya, Irene Amrita Maheswasa DM, S.Sn dan Ela Purwanti, S.Sn mempersembahkan tarian apik ciptaannya bertajuk MIJIL yang menceritakan tentang kelahiran dan perjalanan hidup.

"Sebagai orang asli Kulon Progo, kami mengucapkan terima kasih pada Ernawiyati penulis novel MIJIL yang telah mengangkat kebudayaan dan kehidupan para petani di kawasan pesisir pantai Trisik, Kulon Progo dalam tulisannya," ucap CEO UBS www.petani.id, Susilo Eko Prayitno pada sambutan pembukanya. Jumat, (16/2/2024).

Penulis novel MIJIL, Ernawiyati dalam pemaparannya menyampaikan bahwa, novel perdananya yang diluncurkan bertepatan dengan Hari Literasi Intersional tanggal 8 September 2023 saat ini sudah memasuki cetakan ketiga. 

Novel yang mengangkat konflik agraria di kawasan pantai Trisik, Kulon Progo ini ditulis dengan tujuan untuk menginspirasi generasi muda agar berani memperjuangkan keadilan dan kebenaran bagi wong cilik.

"Awalnya saya penasaran dengan buku novel MIJIL, tapi begitu mulai membaca tidak mau berhenti membaca hingga selesai dalam sehari. Menurut saya penulis serius melakukan penelitian tentang Pantai Trisik dan kandungan pasir besinya. Selain itu, penulis juga memunculkan budaya hingga makanan khas di daerah Kulon Progo. Saya akui tidak melewatkan sama sekali satu halaman pun karena novel MIJIL sangat menarik untuk dibaca. 

“Buku ini sangat dibutuhkan di zaman sekarang, cerita tentang keberanian membela rakyat kecil dengan segala konsekuensinya merupakan hal yang hilang sekarang,” tutur Emi Sulyuwati yang biasa dipanggil Adhe salah satu pembedah yang juga seorang Aktivis 98 adalah satu-satunya ketua organisasi mahasiswa yang perempuan pada saat itu KOMRAD (Komite Mahasiswa dan Rakyat untuk Demokrasi) yang juga merupakan lulusan Kursus Lemhannas 2013.

Adhe yang juga Sekretaris Jenderal Jaringan Nasional Indonesia Baru dan juga Ketua Umum Gerak Indonesia yang bergerak di bidang sosial advokasi untuk rakyat menambahkan bahwa, harapannya agar banyak generasi Z membaca novel MIJIL, agar memahami apa yang dirasakan generasi sebelumnya agar tidak salah langkah dengan tidak melupakan sejarah. Menurut Adhe novel MIJIL menjadi jawaban keprihatinannya terhadap kurangnya literasi berkualitas untuk kaum muda saat ini.

"Novel ini mengingatkan kita bahwa, perjuangan untuk keadilan bukan semata urusan hukum dan politik, tapi menyangkut nasib manusia dengan segala dimensinya. Ditulis berdasarkan pengalaman langsung, novel perdana dari Ernawiyati ini meneruskan tradisi seni bertendens atau l’art engagé di Indonesia. 

“Yang dimaksud l’art engagé adalah bentuk sastra terlibat, bukan hanya memotret dan menghadirkan realitas tetapi mempunyai potensi menginspirasi masyarakat dalam apa pun yang diperjuangkan,” ungkap saat menjelaskan maksud testimoni di sampul belakang novel MIJIL.

Pembedah yang juga merupakan Direksi Badan Prakarsa Pemberdayaan Desa dan Kawasan (BP2DK) dengan sapaan akrab Fai ini juga menambahkan bahwa, novel MIJIL termasuk dalam kategori novel realis. 

Seperti halnya Max Havelaar karya Multatuli yang menceritakan perjuangan rakyat Banten di masa kolonial penjajahan Belanda dan telah menjadi bacaan wajib para siswa, serta novel-novel tetralogi karya Pramoedya Ananta Toer yang mengisahkan perjuangan melawan ketidakadilan.

“Jika novel MIJIL dibaca anak-anak remaja, mereka bisa menjadi pemimpin di masa depan. Memperjuangkan keadilan susah dijangkau laporan hukum. Kita tidak tahu dalamnya hati orang yang dirampas haknya dari dokumen laporan hukum. Hanya karya seni yang bisa menjangkau dunia batin orang yang menderita. Novel MIJIL bisa menjangkau dimensi batin korban yang tidak bisa dijangkau laporan jurnalistik atau dokumen hukum. 

“Kunci novel realis adalah totalitas, menghadirkan keseluruhan dari cerita, menghadirkan realitas secara total. Novel MIJIL merupakan kontribusi yang sangat penting bagi literasi Indonesia. Jadi harapannya agar Ernawiyati segera menulis sekuel novel MIJIL berikutnya," papar Fai yang juga pengajar di Institiut Kesenian Jakarta (IKJ) dan Program Magister Ilmu Susastra, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Indonesia hingga saat ini. (ubs/ari)