Oleh : Choif Puspa W.

Perekonomian Indonesia telah dilumpuhkan oleh wabah Corona Virus Diseaase 2019 (Covid-19). Pemerintah dengan sigap merespon pandemi ini dengan menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan. Melalui peraturan ini, pemerintah dapat melakukan refocusing anggaran untuk penanganan wabah.

Pendanaan penanganan Covid-19 yang digunakan berasal dari Sisa Anggaran Lebih (SAL), dana abadi pendidikan dan dana yang dikuasai negara, dana pada badan layanan umum, serta dana yang berasal dari pengurangan penyertaan modal negara pada BUMN. 

Pemerintah juga akan menerbitkan surat utang negara dan/atau surat berharga syariah negara untuk dibeli Bank Indonesia, BUMN, investor korporasi, dan investor retail.

Pemerintah sebaiknya tidak merelokasikan anggaran dana abadi pendidikan yang jumlahnya hanya sekitar Rp 60 triliun yaitu sepertujuh dari anggaran infrastruktur. 

Alangkah lebih baik jika anggaran infrastrukturlah yang direloksaikan oleh pemerintah seperti yang tercantum dalam APBN 2020 sebesar Rp 419,2 triliun yang jumlahnya tujuh kali lipat lebih banyak jika dibandingkan dengan dana abadi pendidikan.

Dana abadi pendidikan tidak seharusanya digunakan untuk mengatasi pandemi. Karena pendidikan adalah salah satu faktor pendorong pertumbuhan ekoonomi (Chapman dan Withers, 2002; Barro, 1991; Lucas, 1988). Pendidikan akan menaikkan jumlah dan kualitas tenaga kerja yang produktif.

Menerbitkan surat utang negara juga wajib diwaspadai, karena kita tahu total utang negara pada tahun 2019 mencapai Rp 9.818,54 triliun, yang terdiri dari atas utang pemerintah pusat sebesar Rp 4.700,5 triliun, serta  utang BUMN sektor keuangan dan non-sektor keuangan jumlahnya Rp 5.069,96 triliun (SUSPI Bank Indonesia, 2020). 

Penerbitan surat utang sama saja membuka pelebaran defisit yang mengakibatkan pembayaran bunga utang, memperlama masa cicilan utang, dan mempersempit kapasitas fiskal. 

Jika depresiasi rupiah terus berlangsung, hal ini akan menaikkan bunga SBN (Surat Berharga Negara), sehingga biaya menarik hutang pun meningkat.

Opsi lain yang bisa dipertimbangkan oleh pemerintah selain utang adalah menekan belanja non-produktif pada pos belanja barang, terutama untuk perjalanan dinas, rapat dan honor kegiatan. 

Penggunaan pos belanja lain-lain dioptimalkan untuk mendukung ketahanan pangan, dana cadangan bencana alam, dan dana cadangan untuk keperluan mendesak.

Dana desa dan dana alokasi khusus dapat dialihkan untuk penanganan dan mitigasi penyebarluasan Covid-19 di tingkat desa. Dana desa bisa dialokasikan melalui bantuan langsung tunai bagi masyarakat terdampak Covid. 

Kedua, dana desa juga harus dialokasikan untuk menopang produksi pangan, misalnya subsidi barang input seperti peralatan pertanian, pupuk dan pestisida. 

Ketiga, dana desa juga dapat dialokasikan untuk memperlancar distribusi bahan pangan dari desa ke kota untuk memperlancar pasokan pangan agar harga komoditas pangan tidak naik drastis. 

*Penulis adalah Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Sidoarjo (Umsida).