telusur.co.id - Akademisi dari President University, Muhammad AS Hikam menilai bahwa sangat wajar ketika Partai NasDem dan Partai Golkar menjadi parpol yang paling kuat keinginannya agar Omnibus Law RUU Cipta Kerja disahkan.

“Tidaklah terlalu mengherankan atau aneh jika Golkar dan Nasdem habis-habisan mendukung pengesahan omnibus law,” ucap Hikam. Seperti yang dilansir inisiatifnews.com. Kamis, (12/3/2020).

Ia menyebut, ada kepentingan besar yang dituju oleh dua parpol tersebut dalam agenda politik 2024 mendatang.

“Persiapan dari elit kedua parpol untuk 2024 dan mobilisasi dukungan oligarki sangat penting sebagai motif mereka,” ujarnya.

Kemudian, Hikam juga menyebut bahwa baik Golkar maupun NasDem memiliki orientasi pembangunan yang berporos pada kepentingan oligarki. Kenapa keduanya sangat kompak, lantaran keduanya memiliki sejarah panjang dalam kontestasi politik di Indonesia.

“Kedua parpol tersebut yang jelas memiliki paradigma pembangunan yang paling dekat dengan kepentingan oligarki yakni neoliberalisme dan pembangunanisme,” jelasnya.

“Keduanya juga memiliki hubungan sejarah yang dekat. Bahkan Nasdem adalah sempalan dari Golkar,” imbuh Hikam.

PDIP Tak Senafsu Golkar dan NasDem

Pengamat politik senior ini justru memandang bahwa PDI Perjuangan selaku partai politik pemenang Pemilu 2019 tidak senafsu partai Golkar dan partai NasDem.

“PDIP? Saya melihat partai ini tak sengotot rekan koalisinya.Tampaknya partai ini masih harus mempertimbangkan elemen wong cilik, khususnya kaum buruh, yang merasa dirugikan oleh RUU Cipta Kerja tersebut,” pungkasnya.

Walaupun suara pro dan kontra terhadap RUU Cipta Kerja di Omnibus Law di internal mereka, Hikam memberikan saran agar partai yang dinahkodai oleh Megawati Soekarnoputri itu bisa mendengarkan juga suara kadernya terkait dengan rencana pembahasan dan pengesahan regulasi baru itu.

“Kendati prinsipnya mendukung perlunya sebuah UU yang bersifat menyatukan dan efisien, tetapi PDIP juga mesti mendengarkan suara dari komponen internal yang menolak,” tandasnya.

Lebih lanjut, Menteri Riset dan Teknologi era pemerintahan Presiden Gus Dur itu agar membuka diri juga terhadap saran dan kritikan dari semua stakeholder yang ada. Bukan hanya sekedar mendengarkan dua parpol koalisinya itu.

“Pak Jokowi sepatutnya memerhatikan dinamika kepentingan parpol yang berada di balik pembentukan RUU tersebut, jangan sampai gegara tekanan Golkar dan Nasdem, legitimasi beliau ikut terdegradasi, seakan akan menjadi metamorfosa orba part deux,” lugasnya. (noe/ari)