Oleh : Indah Diana Safitri
 
Mencetak anak sukses bukan hanya tergantung pada lembaga pendidikan formal, melainkan bisa kita mulai dengan memberikan pendidikan di dalam keluarga sejak usia dini. Satu di antara faktor penentu keberhasilan mencetak anak yang berkualitas adalah dengan memanfaatkan suatu kesempatan emas, atau masa keemasan dalam periodisasi tumbuh kembang manusia  atau yang dalam kajian periodisasi pertumbuhan dan perkembangan manusia. Dikenal dengan istilah The Golden Age. 

Dari berbagai penelitian ditemukan bahwa, The Golden Age ini terdapat pada masa konsepsi, yakni sejak manusia masih sebagai janin dalam Rahim ibunya hingga beberapa tahun pertama kelahirannya yang diistilahkan dengan usia dini. Dalam kajian mengenai The golden age yang berarti masa keemasan dalam periodisasi kehidupan ini, ternyata peranannya mengambil porsi cukup besar dalam menentukan kualitas manusia. 

Dari berbagai penelitian diketahui bahwa, The Golden Age merupakan masa yang sangat efektif dan urgen  untuk dilakukannya optimalisasi berbagai potensi  kecerdasan yang dimiliki oleh anak manusia untuk menuju Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas. 

Keberhasilan ataupun kegagalan pengembangan kecerdasan intelektual, emosional dan spiritual seorang anak sering terletak pada tingkat kemampuan dan kesadaran orang tua dalam memanfaatkan peluang pada masa keemasan ini. Tingkat optimalisasi peran pengasuhan orang tua yang kontinyu dan konsisten terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak pada priode tersebut sangat menentukan kualitas anak di kemudian hari. 

Pengasuhan yang dimaksud adalah perawatan dan pendidikan, selain dengan pemberian nutrisi makanan yang memadai untuk pengembangan kecerdasan intelektual, juga nutrisi pemberian non materi untuk pengembangan kecerdasan emosi dan spiritual yang dilakukan melalui kontinuitas dan konsistensi pengasuhan, pendidikan serta penerapan disiplin dalam  internalisasi dan sosialisasi ajaran agama, nilai-nilai moral, sosial dan budaya pada periode the golden age tersebut.  
 
Kiranya bukan informasi baru, mengenai  istimewanya  pada masa bayi berada dalam kandungan hingga beberapa tahun pertama lahirnya seorang anak. Banyak hal istimewa yang terjadi dalam rentang masa tersebut sehingga masa tersebut diistilahkan dengan the Golden age, yakni suatu masa emas dalam rentang kehidupan manusia. 

Berbagai penelitian mengungkapkan bahwa, pertumbuhan otak berlangsung dengan kecepatan yang tinggi dan mencapai proporsi terbesar yakni hampir seluruh dari jumlah sel otak yang normal selama janin berada dalam kandungan seorang ibu. Kemudian berlangsung agak lambat dengan proporsi yang lebih sampai anak berusia 24 bulan. 

Setelah itu, praktis tidak ada lagi pertambahan sel-sel neuron baru, walaupun proses pematangannya masih berlangsung sampai anak berumur tiga tahun. Sebagian ahli ada yang mengatakanproses  pematangan sel-sel neuron tersebut masih dapat berlangsung lebih dari tiga tahun, yakni hingga anak berusia empat atau lima tahun.  

Berdasarkan kajian neurologi, bahwa ketika anak dilahirkan, otak bayi tersebut mengandung sekitar 100 milyar neuron yang siap melakukan sambungan antar sel selama tahun-tahun pertama. Otak bayi tersebut berkembang sangat pesat dengan menghasilkan bertrilyun-trilyun sambungan antar neuron yang banyaknya melebihi kebutuhan. Sambungan yang trilyunan tersebut harus diperkuat melalui berbagai rangsangan psikososial. 

Karena bila sambungan tersebut tidak diperkuat dengan ransangan psikososial akan mengalami antrofi (penyusutan) dan musnah yang pada akhirnya akan mempengaruhi tingkat kecerdasan anak. Dalam kajian lain diungkapkan bahwa, sekitar 50% kapabilitas kecerdasan manusia terjadi ketika anak berumur 4 tahun. 80% telah terjadi ketika berumur 8 tahun, dan mencapai titik kulminasi ketika anak berumur sekitar 18 tahun. 

Sementara itu disisi lain, dalam penelitian di bidang psikologi, fisiologi, dan gizi juga menyodorkan temuan yang memperkuat hasil riset di atas yang menunjukkan bahwa separuh dari perkembangan kognitif anak berlangsung dalam kurun waktu antara konsepsi dan umur 4 tahun, sekitar 30% dalam umur 4-8 tahun dan sisanya yaitu 20 % berlangsung dalam umur 8-17 tahun. Jika dalam periode ini tidak tersedia zat gizi yang memadai, maka kapasitas otak yang terbentuk tidak maksimum, sehingga mengakibatkan lemahnya kecerdasan intelektual sang anak.

Hasil riset tersebut mengisyaratkan pada kita semua bahwa perkembangan yang terjadi dalam kurun waktu 4 tahun pertama sama besarnya dengan perkembangan yang terjadi pada kurun waktu 14 tahun berikutnya, dan sesudah masa itu perkembangan otak anak akan mengalami stagnasi. 

Itulah sebabnya mengapa masa ini disebut dengan masa emas (golden age) karena setelah lewat masa ini, berapun kapabilitas kecerdasan yang dicapai oleh masing-masing individu tidak akan mengalami peningkatan lagi.

Sebagaimana uraian terdahulu bahwa, tahun-tahun pertama kehidupan anak merupakan periode yang sangat berperan dalam menentukan kualitas diri seorang manusia. Pada masa ini berbagai potensi yang ada dalam diri manusia berkembang dengan pesat. 

Masa-masa pada rentang usia dini merupakan masa emas dimana perkembangan fisik, motorik, intelektual, emosional, bahasa dan sosial berlangsung dengan cepat. Dari lahir sampai kurang lebih dua tahun perkembangan anak sangat berkaitan dengan keadaan fisik dan kesehatannya. Di sini, kebutuhan akan perlindungan orang dewasa untuk memenuhi kebutuhan fisik dan kesehatannya lebih besar dari pada masa-masa sesudahnya. 

Perkembangan kemampuannya terutama untuk perkembangan motoriknya sangat pesat. Untuk usia 3-5 tahun ditandai dengan usaha untuk mencapai kemandirian dan sosialisasi. Tahap-tahap ini sangat penting bagi kehidupan selanjutnya. Pada masa awal-awal kehidupan yang dimulai kirakira usia 3 tahun anak mulai mampu untuk menerima ketrampilan sebagai dasar-dasar pembentukan pengetahuan dan proses berpikir.

Maria Montessori, seorang tokoh pendidikan anak usia dini terkenal, menyatakan bahwa pada rentang usia lahir sampai 6 tahun anak mengalami masa keemasan yang merupakan masa dimana anak mulai peka/sensitif menerima berbagai rangsangan. Selama masa periode sensitif inilah, anak begitu mudah menerima stimulus-stimulus dari lingkungannya. 

Usia emas perkembangan anak merupakan masa dimana anak mulai peka untuk menerima berbagai stimulasi dan berbagai upaya pendidikan dari lingkungannya baik disengaja maupun tidak disengaja. Masa peka pada masing-masing anak berbeda, seiring dengan laju pertumbuhan dan perkembangan anak secara individual. 

Pada masa keemasan inilah terjadi pematangan fungsi-fungsi fisik dan psikis sehingga anak siap merespons dan mewujudkan semua tugas perkembangan yang diharapkan muncul pada pola perilakunya sehari-hari.

Masa anak usia dini atau masa kanak-kanak  merupakan masa yang menuntut  perhatian ekstra   kerena masa itu merupakan masa yang cepat dan mudah dilihat serta diukur. Jika terjadi hambatan perkembangan maka akan mudah untuk dilakukan intervensi sehingga tercapai kedewasaan yang sempurna. 

Masa anak usia dini atau masa kakak-kanak sering disebut dengan istilah The Golden Age, yakni masa  keemasan, dimana segala kelebihan atau keistimewaan yang dimilki pada masa ini tidak akan dapat terulang untuk kedua kalinya. Itulah sebabnya masa ini sering disebut sebagai masa penentu bagi kehidupan selanjutnya. 

Pada kondisi the golden age ini, juga merupakan suatu peluang emas untuk intervensi yang dapat memacu dalam perkembangan kehidupan anak. Apabila masa itu dilepas begitu saja dari pengawasan orang tua atau para pendidik, maka biasanya akan merugikan anak dalam pertumbuhan selanjutnya.

Berkenaan dengan pentingnya perawatan dan pendidikan yang baik pada periode golden age tersebut, Carnegie Ask Force seorang ahli pendidikan menyebutkan antara lain sebagai berikut :

1. Perkembangan otak anak sebelum usia 1 tahun lebih cepat dan ekstensif dari yang diketahui sebelumnya. Walaupun pembentukan sel otak telah lengkap sebelum anak lahir tetapi kematangan otak terus berlangsung sesudah anak lahir.

2. Perkembangan otak sangat dipengaruhi oleh lingkungan dari yang diketahui sebelumnya. Gizi yang tidak layak pada masa kehamilan dan tahun pertama kelahiran secara serius mempengaruhi perkembangan otak anak dan dapat menyebabkan kecacatan pada syaraf dan pada tingkah laku anak, seperti kesulitan belajar atau keterbelakangan mental.

3. Pengaruh lingkungan awal pada perkembangan otak berdampak lama. Terdapat bukti bahwa bayi yang diberi gizi yang baik, mainan dan teman bermain fungsi otaknya lebih baik dari pada anak ynag tidak mendapatkan stimulasi lingkungan yang baik.

4. Lingkungan tidak saja menyebabkan penambahan jumlah hubungan antar sel otak tersebut terjadi. Proses pemerkayaan diri ini sangat besar terjadi di masa usia dini dan diperluas oleh pengalaman sensorik anak dengan dunia luar.

5. Stress pada usia dini dapat merusakkan secara permanent fungsi otak anak, cara belajarnya dan memorinya. Penelitian sebelumnya menunjukkan anak yang mengalami stress yang sangat besar dalam perkembangan kognitif, tingkah laku, dan emosionalnya akan mengalami kesulitan di kemudian hari.

Barnet, seorang ahli pendidikan, pada tahun 1995 menyatakan bahwa penelitian terbaru secara jelas memperlihatkan bahwa program pendidikan usia dini yang berkualitas tinggi serta yang sesuai dengan perkembangan anak (Developmentally Appropriate) akan menghasilkan efek positif secara jangka panjang maupun pendek pada perkembangan kognitif dan social anak.

Selanjutnya disimpulkan dari berbagai penelitian bahwa, pendidikan Anak Usia Dini yang bermutu memberikan pengaruh yang kuat dalam  kesuksesan anak pada jenjang pendidikan selanjutnya.

Bloom, seorang ahli pendidikan menyebutkan bahwa, perkembangan mental, yaitu perkembangan intelegensi, kepribadian dan tingkah laku sosial, sangat pesat ketika anak masih berusia dini. Separuh dari perkembangan intelektual anak berlangsung sebelum anak berusia 4 tahun. 

Sedangkan, Landshears didukung oleh Mary Eming Young (1979) menyebutkan bahwa tingkat perkembangan kognitif pada usia 1-3 tahun sebanyak 50%, 4-8 tahun sebanyak 30% dan  20% yang lain dicapai pada usia 9-17 tahun. Selain itu, hasil penelitian medis terkini  mengemukakan bahwa, otak terangsang paling besar (maksimal) pada usia dini dan banyak penelitian tentang otak yang mencatat bahwa,  lingkungan memiliki efek kuat pada perkembangan otak anak.

Para ahli medis lain sepakat terhadap hasil penelitian yang  menemukan bahwa  sel-sel otak manusia sudah terbentuksebanyak 70%-80%  pada anak usia tiga tahun. Pada usia periode ini pertumbuhan otak berjalan sangat cepat, dimana bagian kulit (cortex cerebri) keadaanya sangat peka terhadap segala macam rangsangan dari luar. 

Informasi positif dan bermutu yang diterimanya memberikan reaksi yang sangat baik bagi proses tumbuh kembang anak, sebaliknya bila yang diserap berupa informasi negatif dan tidak berkualitas tentunya melahirkan prilaku yang jauh dari kesempurnaan atau bahkan menyimpang. Proses semacam ini biasa disebut dengan istilah Garbage in, Garbage out,. 

Bahkan dalam suatu studi para ahli pendidikan dan psikologi sepakat berpendapat bahwa  jika  kehidupan manusia diibaratkan sebagai pohon bonsai maka periode  tiga tahun pertama merupakan waktu yang paling  tepat untuk membengkokan ranting-ranting kecil. Dimana  apabila lalai, maka kita tidak akan pernah mendapatkan sebuah pohon yang bentuknya sesuai dengan keinginan kita.

Sementara itu mendukung pendapat ini, Lily I Rilantono dalam suatu orientasi mengemukakan bahwa, secara medis, melalui hasil-hasil penelitian dibidang neurology terkini pun telah terungkap bahwa saat lahir otak bayi mengandung sekitar 100 milyar neuron yang siap melakukan sambungan antar sel. Selama tahun-tahun pertama otak bayi berkembang sangat pesat dengan menghasilkan bertrilyun-trilyun sambungan antar neuron yang banyak melebihi kebutuhan. 

Sambungan ini harus diperkuat melalui rangsangan psikososial, jika tidak diperkuat maka sambungan ini akan mengalami antrofi (penyusutan) dan kemudian musnah. Hal inilah yang akan mempengaruhi tingkat kecerdasan anak. Selanjutnya diungkapkan juga bahwa perkembangan kecerdasan anak terjadi sangat pesat pada tahun-tahun awal kehidupan anak. 

Sekitar 50 % kapabilitas kecerdasan orang dewasa terjadi ketika anak berusia sampai 4 tahun, meningkat menjadi 80% ketika berusia sampai dengan 8 tahun dan mencapai titik kulminasi ketika anak berusia 18 tahun. Hal ini berarti bahwa, perkembangan yang terjadi dalam kurun 4 tahun sama besarnya dengan perkembangan yang terjadi pada kurun waktu 14 tahun berikutnya, dan selanjutnya perkembangan otak akan mengalami stagnansi. 

Kenyataan ini tentunya menanamkan keyakinan yang tinggi kepada kita tentang pentingnya mengoptimalkan pendidikan bagi anak dini usia karena masa ini merupakan periode kritis dalam perkembangan anak. Karena faktor bawaan harus kita terima apa adanya, maka faktor lingkunganlah yang harus direkayasa agar dapat dicapai semaksimal mungkin guna memperbaiki kekurangan yang mungkin disebabkan oleh faktor bawaan.

Menurut Snowman, seperti dikutip oleh Padmonodewo, ciri-ciri anak prasekolah (3-6 tahun) meliputi: aspek fisik, sosial, emosi dan kognitif anak. Secara deskriptif ciri-ciri tersebut adalah sebagai berikut:

1. Perkembangan Fisik Anak

Pengamatan atas perkembangan fisik mengungkapkan bahwa pertumbuhan itu adalah proses pertumbuhan dimulai dari kepala hingga ke kaki dan juga proses pertumbuhan dimulai dari bagian tengah ke arah tepi tubuh, dan perkembangan motorik kasar lebih dahulu berkembang sebelum motorik halus. Kendali terhadap kepala dan otot tangan diperoleh sebelum adanya kendali terhadap otot kaki. Dengan cara yang sama, anak-anak dapat mengendalikan otot lengannya sebelum mereka dapat mengendalikan motorik halus pada tangan mereka yang diperlukan untuk melakukan tugas seperti menulis dan memotong dengan gunting.  

2. Perkembangan Sosial Anak

Salah satu unsur perkembangan sosial adalah perkembangan kepribadian. Peran orang tua adalah menyediakan banyak peluang bagi anakanak untuk membangun kepercayaan, membuat berbagai macam pilihan serta merasakan sukses dari pilihan yang mereka buat sendiri. Selain itu, membantu anak-anak untuk mengenali kebutuhan dan perasaan mereka sendiri merupakan hal yang penting di dalam membangun kepercayaan anak. Anak
harus merasakan bahwa gagasannya adalah gagasan yang baik dan orang lain menghormati gagasan itu.

3. Perkembangan Emosi Anak

Anak pra-sekolah cenderung mengekspresikan emosinya dengan bebas dan terbuka. Sikap marah sering diperlihatkan oleh anak pada usia tersebut. Iri hati pada anak taman kanak-kanak inisering terjadi. Mereka sering memperebutkan perhatian guru. Emosi yang tinggi pada umurnya itu lebih disebabkan oleh masalah psikologis dibanding masalah fisiologis.  

4. Perkembangan Kognitif Anak

Jean Piaget menjelaskan perkembangan kognitif terdiri dari empat tahapan perkembangan, yaitu: Periode Sensorimotor (usia 0-2 tahun); Periode Praoperasional (usia 2-7 tahun); Periode Operasional Konkrit (usia 8-11 tahun); dan Periode Operasional Formal (usia 11 tahun sampai dewasa). Pada tahap pemikiran praoperasi dicirikan dengan adanya fungsi simbol, yaitu penggunaan simbol atau tanda untuk menyatakan atau menjelaskan suatu objek yang saat itu tidak berada bersama subjek.

Anak pra-sekolah umumnya telah terampil dalam berbahasa. Mereka merepresentasikan benda-benda dengan kata-kata dan gambar. Sebagian besar dari mereka senang bicara, khususnya dalam kelompoknya. Sebaiknya anak diberi kesempatan untuk berbicara. Sebagian dari mereka perlu dilatih menjadi pendengar yang baik.

Upaya-upaya ​yang ​dapat ​dilakukan ​oleh ​orang ​tua ​dalam mempersiakan generasi yang berkualitas dalam masa golden age antara lain:

1. Memberikan ASI
Memberikan ASI pada bayi 0-2 tahun memberikan manfaat yang sangat besar bagi pertumbuhan dan perkembangan kecerdasan anak. Di antaranya adalah, perkembangan psikomotorik lebih cepat, menunjang perkembangan kognitif. Perkembangan kognitif anak, kandungan taurin, DHA, AA, Omega 6 dan kandungan lainnya yang terdapat dalam ASI dangat baik bagi pertumbuhan dan perkembangan anak, selain itu juga, pemberian ASI dapat menguatkan ikatan kaih sayang antara ibu dan anak.

2. Mengembangkan Kepribadian Anak
Aspek penting yang mulai berkembang sehubungan dengan perkembangan intelegensia dan kesadaran anak pada masa kanak-kanak ialah perkembangan ketika anak menyadari tentang dirinya dan kebutuhankebutuhannya. 

Dalam hal ini ia sadar tentang keadaannya atau kehadirannya di tengah-tengah keluarga dengan segala kepentingannya, tetapi belum meyadari tentang adanya bersama orang lain, yang juga dengan kepentingan dan hak kepunyaannya. Ia tidak atau belum sadari bahwa ada kepentingan bersama, ada milik orang lain selain dia. 

Ia belum mau mengerti bahwa, ibunya itu adalah juga ibu dari kakak dan adik serta istri ayah. Ia tidak mau mengerti bahwa permainan itu adalah permainan kakaknya ataukah adiknya, apalagi anak-anak lain. Pokoknya dia punya semua.

Masa ini berlangsung sekitar umur antara 2 sampai 4 tahun. Dalam masa ini sang anak mengidentikkan dirinya dengan lingkungannya. Ia bersama dengan dunia sekelilingnya. Ia hidup dalam alam kebersamaan.

Setelah anak berumur antara 2-5 tahun, aktivitas utama anak adalah bermain. Bermain difantasikannya sebagai bekerja, sehingga apa yang dilakukan orang dewasa ditirunya, seperti main masak-masak bagi anak perempuan, mobil-mobilan bagi anak laki-laki dan sebagainya. 

Oleh karena itu, maka pada masa ini orang tua mulai mensosialisasikan jenis kelamin dan peran-peran yang diharapkan berkembang dalam diri anak melalui jenis permainan yang dibelikan atau dibuatkan.

Kondisi dan pengasuhan anak di rumah sangat berpengaruh pada pribadi anak. Pengasuhan anak di keluarga umumnya berlangsung dalam lingkungan yang over protective dari ibunya. Akibatnya akan menjadikan anak menjadi kurang kreatif dan bersifat menunggu. 

Menurut Parsons, dalam differensiasi peranan antara ibu dan anak kadang kala orang tua memakai sumbu vertikal ibu/bapak adalah leader dan anak adalah follower (Parsons, 1992). 

Di sini, posisi anak dipandang semata-mata sebagai obyek yang tidak berdaya, harus menurut dan sederet sebutan yang memandang anak pada posisi lemah pendidikan yang berorientasi pada orangtua (parents perspective) ini, sangat tidak menguntungkan bagi tumbuh kembang anak.

Pendidikan dan pengasuhan anak yang harus dikembangkan dalam upaya mengembangkan kreativitas dan tumbuh kembang anak usia dini adalah children perspective yang lebih mirip dengan model pendidikan andragogi. Pendidikan yang berpusat pada anak akan menbuat anak sejak usia dini sudah mengenal rasa tanggung jawab. 

Watak tepo seliro (yang oleh orang barat digembor-gemborkan sebagai Emotion Quotien-EQ) dan tidak pemalu (karena pendapatnya diterima/didengar). Model pendidikan seperti itu seyogyanya dapat diaplikasikan pada pengasuhan di penitipan anak.

Menurut John Bolby, pada dasarnya praktek pengasuhan anak selalu ditandai dengan adanya attachment yaitu interaksi yang terjadi antara ibu dan anak dalam rangka pemenuhan kebutuhan anak. Pada usia dini, anak memang
sepenuhnya akan menyandarkan diri dalam memuaskan kebutuhannya. Kebutuhan anak yang terpenuhi akan menjadikan rasa aman sehingga membentuk percaya diri.

Menurut Selo Soemardjan, keluarga zaman sekarang seharusnya menganut model symmetrical family atau keluarga yang seimbang, yang demokratis dimana tanggung jawab pengasuhan anak jangan melulu dibebankan pada ibunya. 

Hal ini berarti bahwa, ayah juga dapat menggantikan fungsi ibu dalam pengasuhan anak usia dini. Di samping itu seyogyanya, tugas pengasuhan juga tidak mesti menjadi tanggung jawab ibunya. Sehingga masalah keterpisahan antara anak dan orangtua seyogyanya tidak mengganggu tumbuh kembangnya.

Fungsi pendidikan bagi anak dini usia (golden age) tidak hanya sekedar memberikan berbagai pengalaman belajar seperti pendidikan pada orang dewasa, tetapi juga berfungsi mengoptimalkan perkembangan kapabilitas kecerdasannya. Pendidikan disini hendaknya diartikan secara luas, mencakup seluruh proses stimulasi psikososial yang tidak terbatas pada proses pembelajaran yang dilakukan secara klasikal. 

Artinya pendidikan dapat berlangsung dimana saja dan kapan saja, baik yang dilakukan sendiri di lingkungan keluarga maupun oleh lembaga pendidikan di luar lingkungan keluarga.

Pembelajaran harus dilakukan secara menyenangkan yaitu melalui bermain kesenangan yang diperoleh melalui bermain memungkinkan anak belajar tanpa tekanan, sehingga disamping motoriknya, kecerdasan anak (kecerdasan kognitif, sosial-emosional, spiritual dan kecerdasan lainnya) akan berkembang optimal. 

Lebih penting lagi, dampak dari jenuh belajar berupa semakin menurunnya prestasi anak di kelas. Kelas yang lebih tinggi dapat dihindari. Pembelajaran yang menyenangkan merupakan pembelajaran yang berpusat pada anak, dimana anak mendapatkan pengalaman nyata yang bermakna bagi kehidupan selanjutnya.

Pada gilirannya, melalui pendidikan anak dini usia yang pembelajarannya dilakukan secara menyenangkan akan membentuk manusia-manusia Indonesia yang siap menghadapi berbagai tantangan.

Berdasarkan kajian neurologi dan psikologi perkembangan, kualitas anak dini usia disamping dipengaruhi oleh faktor bawaan (nature) juga sangat dipengaruhi oleh faktor kesehatan, gizi, dan psikososial yang diperoleh dari lingkungannya. 

Oleh karena faktor bawaan harus kita terima apa adanya, maka faktor lingkunganlah yang harus direkayasa. Kita harus mengupayakannya semaksimal mungkin agar kekurangan yang dipengaruhi oleh faktor bawaan tersebut dapat kita perbaiki. 

Adapun pemanfaatan kesempatan ini  tidak lepas dari aspek-aspek pembinaan kecerdasan  intelektual, kecerdasan emosi, kecerdasan berbahasa, kecerdasan kreatifitas dan yang terpenting adalah kecerdasan spiritual.  

Berikut beberapa tips untuk mengembangkan otak anak pada usia dini, antara lain:
1. Selalu memberikan umpan balik, sehingga proses belajar anak tidak terputus.
2. Lakukan pembiasaan terhadap pola hidup yang baik dengan cara pengulangan secara terus menerus agar anak menjadi lebih terampil melakukan sesuatu.
3. Memberikan perhatian ekstra pada saat window of opportunity agar tidak kehilangan waktu prima untuk menstimulasi otak anak.
4. Mengembangkan pengalaman yang kaya bahasa. Penguasaan bahasa yang baik akan menunjukkan tingkat kecerdasan seseorang.
5. Minimalisir kegiatan menonton televisi, kegiatan ini sangat tidak menunjang perkembangan otak anak terutama sekali pada usia yang sangat dini.
6. Berikan kesempatan berinteraks sehingga anak mempunyai pengalaman yang luas dan memiliki fleksibilitas yang tinggi.  
7. Mengkonsumsi makanan yang bergizi tinggi,.
8. Cukup tidur.
9. Terhindar dari suasana tegang.
10. Menyediakan waktu untuk berefleksi.
11. Melatih anak untuk menarik nafas dalam-dalam.
12. Banyak minum air putih.
13. Memnggunakan warna–warna terang seperti kuning, merah, orange.
14. Mengajak anak bernyanyi.
15. Sering mengajak anak tertawa.
16. Melatih keteraturan dalam melakukan kegiatan.
17. Memberikan aroma suasana yang menstimulasi kewaspadaan seperti peppermint dan kayu manis.
18. Pandai mengaitkan perasaan dan pikiran anak.

*Penulis adalah Mahasiswa Prodi Bimbingan Konseling Islam Institut Ummul Quro Al-Islami (IUQI) Bogor.