TCSC IAKMI Jatim Ajak Insan Hotel dan Resto Terapkan Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok - Telusur

TCSC IAKMI Jatim Ajak Insan Hotel dan Resto Terapkan Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok

Ketua Asosiasi Dinas Kesehatan Indonesia (Adinkes), M. Subuh

telusur.co.id - Setelah memfasilitasi 22 Kabupaten/Kota di Jawa Timur untuk turut mendukung memaksimalkan regulasi Kawasan Tanpa Rokok (KTR) serta Larangan Iklan Rokok demi keselamatan generasi muda. 

Kini Tobacco Control Support Center (TCSC) IAKMI Jawa Timur bersama Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Unair mengajak insan hotel & restoran turut mendukung program tersebut.

Ketua TCSC IAKMI Jatim, Santi Martini sekaligus Dekan FKM Unair mengatakan, menciptakan lingkungan bebas asap rokok agar bisa mewujudkan hidup sehat merupakan tanggung jawab semua masyarakat, termasuk di lingkungan hotel dan restoran.

“Hal ini merupakan komitmen masyarakat Jawa Timur bersama sama saling membantu meningkatkan derajat kesehatan agar dapat mewujudkan generasi emas Indonesia,” beber Santi  melalui program pelatihan virtual sesi 2 bersama hotel & restoran. Sabtu, (28/8/2021).

Untuk itu, Santi menegaskan, TCSC Jatim bersama FKM Unair ingin mengajak pihak hotel & restoran berkomitmen bersama untuk mematuhi Perda KTR. Sehingga hotel dan resto bisa menjadi tempat yang sehat bagi pengunjung.

“Bentuk dukungan tersebut bisa dengan memasang tanda dilarang merokok, memberikan ruang khusus bagi perokok atau area merokok. Sehingga pengunjung yang tidak menginap tidak dikunjungi,” jelasnya.

Dalam program pelatihan sesi 2 ini, TCSC Jatim dan FKM Unair juga menghadirkan narasumber hebat, Ketua Asosiasi Dinas Kesehatan Indonesia (Adinkes), M. Subuh dan Kasi Analisa Data, Informasi, dan Usaha Jasa Sarana Disparbud Kota Bogor, Bambang Triwahjudi. 

M. Subuh yang memaparkan materi tentang “Perlunya Penerapan KTR di tempat umum” menjelaskan, konsumsi rokok salah satu faktor risiko utama terjadinya berbagai penyakit tidak menular seperti jantung koroner, kanker, penyakit paru kronis dan diabetes melitus yang merupakan penyebab kematian utama di dunia, termasuk Indonesia. 

“Berbicara masalah pasti merugikan kesehatan, sehingga perlu mendapatkan penanganan serius. Tapi bagaimana dengan sektor ekonomi?, karena itu perlunya kemauan politik sebagai penyeimbang,” lugas Subuh. 

Karena masalah rokok di Indonesia mengalami banyak beban, baik kesehatan, ekonomi, sosial, politik, keamanan dan lainnya. Selain banyak beban dari sektor kesehatan mengalami banyak morbiditas atau kematian apalagi di masa pandemi. Indonesia sedang kronisitas dan morbiditas, dan kronisitas akibat rokok yang sangat terlambat pembiayaan negara. 

Saat ini sudah 34 Provinsi dan 398 Kab/Kota telah menerbitkan PERDA/PERKADA terkait KTR. Namun implementasi PERDA/PERKADA KTR belum mencukupi (terbukti jumlah perokok muda meningkat signifikan). 

Sesuai amanat PP 109/2012 pasal 50 ayat 1 huruf g dimana “Tempat Umum” juga merupakan KTR bagi pengusaha Hotel dan restoran. Pihak hotel dan resto diimbau tidak perlu takut menerapkan KTR, karena ada berbagai hak dan keuntungan yang sebenarnya akan berdampak dari sektor tersebut. 

Di antaranya kepuasan kenyamanan pengunjung di atas hotel/restoran yang sehat dan berudara bersih dan segar. Karyawan terbukti lebih sehat dan bersemangat dan survei yang dilakukan YLKI, bahwa konsumen senang dan akan kembali berkunjung ke hotel dan resto yang menerapkan KTR. 

“Pada prinsipnya, KTR ini tidak untuk melarang orang merokok mengatur agar orang yang ingin merokok ada di tempat khusus atau di udara terbuka di luar gedung. Sehingga, secepatnya tidak akan mengganggu orang disekitar yang ingin udara bersih dan sehat,” tutur M. Subuh. (nug/ari)


Tinggalkan Komentar