telusur.co.id - Warga Nahdlatul Ulama atau Nahdliyyin memiliki jumlah yang signifikan di Indonesia. Warga negara Indonesia (WNI) yang berafiliasi dengan ormas Nahdlatul Ulama (NU) mendominasi secara sosial dan politik.

Mengutip Lembaga Survei Indonesia (LSI), 49,5 persen dari total 87,8 persen muslim di Indonesia menyatakan sebagai warga NU. Sementara survei Avara Research Consulting (ARC) menyebut 58,8 persen muslim di perkotaan adalah Nahdliyyin.

"Namun hari ini besarnya jumlah warga NU tidak berbanding linear dengan posisi politik NU dalam kancah politik nasional. Hal itu bisa dilihat dari sejumlah nama yang mengerucut sebagai calon pemimpin nasional tidak ada yang merepresentasikan kader NU. Baik untuk RI 1 mau pun RI 2," ungkap Kordinator Nusa Bangsa, Khalilurahman R. Abdullah Sahlawy di depan kantor PWNU Jatim. Kamis, (04/5/2023) siang.

Ra Lilur, sapaan akrabnya, yang juga didampingi beberapa tokoh muda nahdliyin, di antaranya Sugiharto yang juga sebagai Ketua OKK DPP LPKAN Indonesia, serta hadir Ketua DPP LPKAN Indonesia R. Muhammad Ali.

Ra Lilur mengungkapkan, bila mencermati kandidat capres dan cawapres yang beredar saat ini, tidak ada yang merepresentasikan kader NU. Karena itu, pihaknya berinisiatif melakukan aksi damai atau sowan ke kantor PWNU Jatim, untuk menyampaikan aspirasi nahdliyin di Jawa Timur.

Ia menambahkan, bangsa ini dibangun dari dua kekuatan besar, yakni kaum nasionalis dan nahdliyin. Karena itu, bila capresnya berasal dari kalangan nasionalis, maka sepatutnya wapresnya dari kalangan Nahdliyyin.

"Kalau kita melihat konstelasi politik saat ini, belum ada kader NU yang di-plot sebagai capres ataupun cawapres. Padahal NU meluber kader yang mumpuni dan yang jelas proses kaderisasinya di NU," jelasnya.

Ra Lilur menyebut, sejumlah nama kader NU yang layak menjadi cawapres. Mereka adalah Mahfud MD, Khofifah Indar Parawansa, Muhaimin Iskandar, KH. Said Aqil Siradj, KH. Miftachul Akhyar, KH. Yahya Cholil Staquf, Yenny Wahid, Saifullah Yusuf, Ali Maskur Musa, Kyai Said Aqil Siraj, Habib Lutfi dan, Taj Yasin.

Namun lanjutnya, nama-nama cawapres potensial dari NU itu terdegradasi oleh lembaga survei yang menempatkan posisi mereka diurutan bawah. Padahal faktanya, secara prestasi dan popularitas mereka ini di atas rata-rata nama-nama yang unggul dalam survey. Bahkan memiliki jejak rekam panjang dalam karir politik nasional . Selain itu masing-masing tokoh itu memiliki gerbong pendukung yang besar dan militan.

"Mereka ini lah yang layak mewakili Nahdliyyin di nusantara. Mereka lah sejatinya representasi dari kader NU tulen. Ini lah yang diperjuangkan Nusa Bangsa di Jawa Timur. Kami yakin gerakan ini akan menjadi bola salju diikuti oleh nahdliyin di provinsi lain," urainya.

Di sisi lain Kyai Zulkarnaen, ulama dari Banyuwangi menegaskan bahwa, NU bukan tim sepakbola, tidak perlu mendatangkan naturalisasi. Dan NU bukan pasar modal yang mendatangkan para pemodal.

"Nusa Bangsa memulai aspirasi ini dari Jawa Timur, karena NU lahir dari Jawa Timur yang didirikan oleh para kyai-kyai sepuh, dan barang siapa yang di struktur PBNU hingga ke bawah menjual NU dan agama, maka kehancuran akan tiba untuknya,” papar Zulkarnaen. (ari)