Pilgub Jatim 2024, Resistensi Penanganan Covid-19 dan Pemimpin Ideal di Masa Depan - Telusur

Pilgub Jatim 2024, Resistensi Penanganan Covid-19 dan Pemimpin Ideal di Masa Depan


Oleh : Arsian Inggang Dwi Nanda

Pasca diberlakukannya UU Nomor 10 tahun 2016 terkait pelaksanaan Pilkada, sehingga pelaksanaan Pilkada serentak 2024 akan bersamaan dengan kontestasi Pemilu 2024. Pelaksanaan Pemilu dan kepala daerah secara serempak akan semakin kompleks. 

Penyelenggara pemilihan harus mempersiapkan secara matang agar tidak mengulang tragedi kemanusiaan dengan meninggalnya ratusan petugas Pemilu 2019. 

Ditambah lagi dengan fenomena pandemi Covid-19 yang belum tentu berakhir pada tahun 2024. Ada beberapa strategi yang harus dilakukan untuk evaluasi dan perbaikan tahapan Pemilu, salah satunya mekanisme pelaksanaan Pilkada di tengah pandemi Covid-19 harus menjadi prioritas utama penyelenggara pemilu, pesta demokrasi harus mengedepankan etika kemanusiaan dengan memutus mata rantai penyebaran Covid-19. 

Provinsi Jawa Timur juga akan melaksanakan tahapan Pilgub pada tahun 2024, masa jabatan Gubernur dan Wakil Gubernur akan habis pada tahun 2023 akan digantikan oleh pelaksana tugas dari Kemendagri. Indikator keberhasilan ataupun kegagalan pemimpin daerah dalam penanganan Covid-19 di Jatim akan menjadi barometer masyarakat dalam menentukan pilihan politik kontestasi Pilgub 2024, sehingga masing-masing kontestan ataupun petahana memiliki peluang yang sama kuat pada Pilgub mendatang.

Resistensi Penanganan Covid-19 

Meski bersifat kasuistis, penanganan Covid-19 di Jatim menuai pro dan kontra dalam masyarakat, berbagai elemen masyarakat melakukan perlawanan dan penolakan ketika diberlakukannya PPKM Darurat. Masyarakat banyak yang berteriak melalui saluran media sosial ataupun demontrasi terhadap kebijakan penanganan Covid-19 di Jawa Timur. Banyak faktor yang melatarbelakangi kenapa masyarakat bersifat resisten. 

Pertama, karena adanya perbedaan penerapan standart pemberlakukan kebijakan pembatasan dan bahkan dirasa inkonsisten dalam penerapannya sesuai aturan perundang-undangan, sehingga berjalan tidak efektif antara regulasi dan fakta di lapangan, di medsos viral ketika beredar video pejabat melakukan pelanggaran protokol kesehatan, seperti pada perayaan acara ultah gubernur Khofifah Indar Parawansa, dihadiri oleh beberapa OPD dan keluarga.  

Sejumlah elemen masyarakat melaporkan pelanggaran protokol kesehatan tersebut ke Polda Jatim, masyarakat menilai kegiatan tersebut melanggar protokol kesehatan dan menciptakan kerumunan di tengah pandemi Covid-19.  

Kedua, berkaitan dengan model pendekatan yang dikembangkan oleh aparat dalam penegakan protokol kesehatan terutama dalam program PPKM Darurat. Dalam banyak kasus, penerapan protokol kesehatan cenderung dilakukan dengan ancaman sanksi dan penerapannya lebih banyak memperlakukan masyarakat sebagai terdakwa dari pada sebagai korban situasi.  

Banyak kasus orang kecil yang melanggar protokol kesehatan didenda, sementara orang lain yang melakukan pelanggaran tidak diberikan sanksi yang sama. Outputnya, masyarakat memiliki mindset bahwa penanganan Covid-19 di Jatim bersifat tebang pilih. 

Ketiga, efektivitas bantuan sosial Covid-19 kepada masyarakat, gejolak dan konflik dalam penyaluran bantuan di Jatim menjadi polemik di masyarakat, banyaknya masyarakat terdampak yang tidak menerima bantuan berimplikasi terhadap resitensi secara simbolik terhadap kegagalan penanganan Covid-19, cluster masyarakat tersebut akan bersikap kritis terhadap pemerintah dan menganggap pemimpin daerah gagal dalam melakukan penanganan Covid-19, karena bantuan sosial tidak diberikan secara merata kepada masyarakat, sehingga rawan menimbulkan konflik sosial di masyarakat. 

Pemimpin Ideal Masa Depan Jatim 

Perhelatan Pilgub Jatim 2024 akan menjadi uji kualitas petahana maupun kontestan lainnya guna beradu gagasan dalam memimpin dan membangun Jatim yang lebih berkemajuan. Paradigma tingkat kepuasan masyarakat dalam penanganan Covid-19 akan menjadi domain dalam adu visi dan misi program masing-masing kontestan, begitu juga dengan psikologis masyarakat sebagai pemegang hak suara, masyarakat akan menentukan pilihan politiknya dengan cukup rasional.

Salah satunya program kontestan dengan gagasan pemulihan ekonomi Jatim secara berkala akibat pandemi. Kedua, tingkat keberhasilan dalam penanganan Covid-19 dalam bentuk kebijakan implementasi bantuan sosial tepat sasaran serta pemberlakuan kebijakan penanganan covid-19 yang tidak tebang pilih.  

Kriteria pemimpin Jatim pada kontestasi Pilkada 2024 harus bersifat adaptif, mencakup kemampuan untuk mengamati (observe), dengan perumusan kebijakan menggunakan data valid dan dianaliasi secara terukur untuk dijadikan sebagai skenario kebijakan pro rakyat.  

Kedua, kemampuan untuk menginterprestasikan (interpret), pemimpin harus mampu mengimplementasikan kebijakan secara rasional kepada masyarakat sehingga muncul social trust.  

Ketiga, kemampuan untuk bertindak (intervene), pemimpin harus konsisten dalam menerapkan kebijakan yang dirumuskan dengan memberikan edukasi kepada khalayak masyarakat.  

Kontestasi Pilgub Jatim 2024 diharapkan mampu melahirkan sosok pemimpin ideal dan berintegritas, masyarakat diharapkan selektif dalam memberikan hak suaranya, dengan memilih sosok pemimpin berdasarkan visi dan misi yang relevan dengan kebutuhan masyarakat, menghindari politik identitas dan menolak money politik guna merajut harmonisasi dalam pesta demokrasi. 

*Penulis adalah Pengamat Sosiologi Politik.


Tinggalkan Komentar