Penerapan Reinforcement Pada Anak - Telusur

Penerapan Reinforcement Pada Anak


Oleh : Firda Zuhriyyah

Guru sebagai salah satu komponen dalam sistem pembelajaran untuk meningkatkan kemampuan peserta didik, memiliki peranan penting dalam menentukan perbuatan yang baik atau berprestasi dalam interaksi belajar mengajar. Dalam proses pembelajaran, penghargaan dan pujian termasuk perbuatan yang baik dari peserta didik dan merupakan hal yang sangat diharapkan / diperlukan sehingga peserta didik terus berusaha berbuat baik. Misalnya guru tersenyum atau mengucapkan kata-kata bagus, santun kepada peserta didik. Pernyataan itu akan berpengaruh besar terhadap peserta didik. 

Peserta didik akan merasa puas dan merasa diterima atas hasil yang dicapai. Coba dibayangkan jika peserta didik sudah mati-matian mengerjakan tugas yang diberikan guru tetapi tidak ada respon apapun dari guru. Betapa kecewanya peserta didik dan menganggap tidak dihargai bahkan berpikir buat apa bersusah-susah kerja tugas, tidak ada juga yang peduli. 

Penghargaan mempunyai arti penting, sehingga kenyataan di lapangan apabila peserta didik diberi pujian oleh guru, maka memungkinkan mereka memiliki motivasi belajar yang tinggi dan akan bergairah melakukan kegiatan. Akibatnya belajar akan lebih berhasil bila respon peserta didik terhadap suatu stimulus segera diikuti dengan rasa senang dan puas. 

Dalam proses pembelajaran fisika, guru memiliki peranan yang sangat penting membangkitkan motivasi dalam mengikuti pelajaran fisika karena peserta didik menjadikan guru sebagai pendorong semangat dalam belajar. Pada kenyataannya guru sering kali mengabaikan pemberian penguatan yang merupakan salah arah dan tujuan dari suatu proses pembelajaran. 

Pemberian reinforcement (penguatan) adalah suatu respon positif dari guru kepada peserta didik yang telah melakukan suatu Satu komponen penunjang dalam keberhasilan proses pembelajaran. Pemberian reinforcement (penguatan) dalam pembelajaran kelihatannya sederhana saja yaitu tanda persetujuan guru terhadap tingkah laku peserta didik yang biasanya dinyatakan dalam bentuk kata-kata membenarkan, kata-kata pujian, senyuman atau anggukan, namun mempunyai pengaruh yang sangat penting bagi peserta didik. 

Bayangkan, seandainya peserta didik telah berusaha untuk menunjukkan pekerjaan yang baik, akan tetapi guru acuh tak acuh, tidak memberikan komentar apa pun, dapat membuat peserta didik patah semangat. 

Peserta didik tersebut tidak akan mengerti apakah tugas yang dikerjakan berkenan dihati guru atau tidak, sehingga membuat peserta didik kecewa dan enggan mengerjakan tugasnya lagi. Memberi penghargaan sebenarnya tidak berat, namun kenyataannya masih jarang guru melakukannya di dalam proses pembelajaran. 

Tidak jarang kita temui guru-guru yang hanya memberi komentar negatif terhadap peserta didik yang melakukan kesalahan dan jarang memberikan respon positif terhadap tingkah laku peserta didik yang baik. Padahal pemberian penguatan dapat meningkatkan usahanya dalam kegiatan belajar mengajar.

PEMBAHASAN
 
A. Pengertian Reinforcement (penguatan) 

Reinforcement (penguatan) adalah segala bentuk respon, apakah bersifat verbal ataupun nonverbal, yang merupakan bagian dari modifikasi tingkah laku guru terhadap tingkah laku peserta didik, yang bertujuan untuk memberikan informasi atau feed back (umpan balik) bagi si penerima (peserta didik) atas perbuatannya sebagai suatu tindak dorongan ataupun koreksi.

Penerapan Reinforcement Theory Pada Anak Beragam problem terkait dengan motivasi berprestasi siswa di sekolah seringkali dihadapi guru. Ada siswa yang senantiasa menyelesaikan pekerjaan, namun jarang mengerjakan lebih dari batas minimal. 

Ia tahu bahwa, ia dapat mengerjakan tugas-tugas yang diberikan kepadanya, namun tidak memiliki kecenderungan untuk menunjukkannya. Siswa lainnya tidak nyaman ketika menjawab pertanyaan yang ditujukan padanya di muka umum, namun tugas-tugas yang diselesaikan di rumah dikerjakannya secara lengkap dan sebagian besar benar. 

Sedangkan siswa lain sengaja menunjukkan bahwa dirinya tidak berusaha mengerjakan tugas, karena dengan tidak berusaha, ia menciptakan sebuah eksplanasi alternatif untuk kegagalan, membiarkannya menjadi pertanyaan terbuka bahwa ia akan mendapat menyelesaikan tugas dengan lebih baik kalau ia berusaha. 

Prestasi individu konteksnya dapat ditemukan di mana saja dengan beragam variasi standar dan definisi mengenai sukses. Teori motivasi diciptakan untuk membantu menjelaskan, memprediksi dan mempengaruhi perilaku. Jika latar belakang perilaku individu dalam setting prestasi dapat dijelaskan, perubahan perilaku pada individu tersebut pun berpeluang diupayakan. 

Teori yang dipilih untuk mempelajari motivasi mempengaruhi bagaimana motivasi diukur dan didefinisikan serta pendapat tentang intervensi yang tepat untuk mengatasi masalah motivasi, salah satunya adalah Reinforcement Theory. 

Reinforcement theory secara orisinil diturunkan dari drive theory, yang mengasumsikan bahwa reinforcement terlibat dalam reduksi kebutuhan biologis dasar. Aplikasi pada konteks prestasi berasumsi bahwa konsekuensi lain, seperti pujian dari guru, merupakan reinforcing properties bila sebelumnya diasosiasikan dengan reduksi drive dasar, dan karenanya dapat mempengaruhi perilaku. 

Namun berlawanan dengan drive reduction theories, reinforcement theory yang paling terkenal dikembangkan terutama oleh Skinner (1974), yang tidak mengklaim kualitas reinforcement. Konsekuensi apapun dari perilaku yang meningkatkan kemungkinan munculnya perilaku tersebut dimasa yang akan datang, dikatakan memperkuat (reinforcing). 

Reinforcement theory dianggap mekanistik karena tidak mempedulikan adanya keyakinan, perasaan, aspirasi, atau variabel psikologis yang lain yang tidak dapat diobservasi langsung. Teori ini juga berasumsi bahwa ada hubungan langsung antara konsekuensi perilaku dan kemungkinan perilaku tersebut terulang. 

Usaha apapun untuk menjelaskan, memprediksi, dan mempengaruhi motivasi akan melibatkan kegiatan mengukur perilaku dan menguji konsekueni dari perilaku saat ini dan perilaku yang diinginkan. 

Contohnya; apa yang harus dilakukan ketika siswa menghabiskan 30 menit untuk meruncingkan pensil dan menata meja sehingga ia tidak segera mengerjakan tugasnya? Konsekuensi lingkungan harus disesuaikan sehingga perilaku yang tidak diinginkan (membuang-buang waktu) dihukum, atau setidaknya tidak mendapatkan reward, sedangkan perilaku yang diinginkan (memulai mengerjakan tugas dan menyelesaikannya) diberi reward. 

Modifikasi perilaku ini harus dilakukan secara tegas dan terus terang. Positive reinforcers yang diberikan guru harus tergantung pada perilaku yang diinginkan dan punishment tergantung pada perilaku yang tidak diinginkan. Langkah pertama perlu ditentukan apa yang merupakan reward dan punishment bagi siswa. 

Guru dapat mencoba memberikan konsekuensi yang berbeda tergantung pada perilaku siswa, mengobservasi respon siswa terhadap tiap konsekuensi, serta melanjutkan menggunakan konsekuensi yang dapat meningkatkan perilaku yang diinginkan dan dapat mengurangi perilaku yang tidak diinginkan. Observasi ini tentunya membutuhkan waktu dan tenaga sampai ditemukan reward dan punishment yang tepat. 

Reward yang cocok diberikan misalnya berupa pujian, nilai baik, rekognisi publik, dan hak istimewa, sedangkan tetap tinggal di sekolah setelah sekolah usai merupakan contoh punishment. Guru dapat pula memberikan positive reinforcers dan punishment tergantung pada apakah seluruh anggota kelas menunjukkan perilaku tertentu atau tidak dengan cara tertentu.


Misalnya, diadakan pesta popcorn setelah kelas melengkapi semua tugas, atau waktu istirahat diperpendek sebagai konsekuensi terlalu banyaknya siswa yang tidak berkonsentrasi selama pelajaran berlangsung. 

Reinforcement mempengaruhi perilaku tertentu hanya jika reinforcement itu tergantung pada perilaku tersebut, sehingga guru harus memberikan reinforcement hanya pada perilaku yang diinginkan serta mengabaikan atau memberikan punishment pada perilaku yang tidak diinginkan. 

Selaras dengan hal tersebut, siswa seharusnya diberi reinforcement karena memperhatikan guru atau tugas yang sedang dikerjakan, dan terlibat dalam perilaku lain yang meningkatkan pemelajaran. Perilaku-perilaku seperti tidak memberikan perhatian, cepat menyerah, memilih tugas yang sangat mudah, atau mengumpulkan tugas tidak lengkap, seharusnya diabaikan atau dihukum. 

Guru juga dapat memberikan reinforcement atas perilaku menolong, murah hati, tanggung jawab, atau perilaku perilaku lain yang diinginkan secara sosial. Namun harus diperhatikan bahwa jika siswa tidak tahu perilaku apa yang diberi reinforcement, perilaku yang diinginkan tidak akan meningkat. 

Strategi behavior management atau contingency management sering diaplikasikan pada siswa dengan problem perilaku serius, termasuk masalah conduct didorder, perilaku antisosial, atau hiperaktivitas. 

Selaras dengan hal tersebut, guru memberikan reward pada perilaku yang diinginkan, seperti duduk, mengangkat tangan sebelum bicara, melakukan kontak mata dan menyapa, menawarkan bantuan, atau menunggu giliran. 

Berbicara tidak sesuai urutan dapat diabaikan dan mendorong anak lain dapat dihukum dengan time-out. Kartu laporan harian dapat digunakan sebagai strategi untuk mengontrol dan memelihara perubahan perilaku serta sarana berkomunikasi dengan orang tua. 

Contoh aplikasi lain adalah ketika seorang guru yang ingin meningkatkan perilaku pengambilan resiko (risk taking) dari siswa yang hanya bersedia mengerjakan tugas-tugas mudah, memberikan positive reinforcement tergantung pada keterlibatan siswa tersebut dalam situasi belajar yang menantang, bukan setelah ia menunjukkan performansi yang baik. Suatu pendekatan yang berbeda dibutuhkan untuk membuat siswa dengan pengalaman gagal yang berulang dalam menyelesaikan tugasnya. 

Untuknya, reward perlu diberikan tergantung pada kelengkapan tugas. Pendekatan ini tentunya hanya dapat bekerja jika siswa tersebut benarbenar menyelesaikan suatu tugas. 

Apa yang dapat dilakukan guru jika perilaku yang diinginkan tidak pernah muncul? Problem merupakan hal yang serius untuk anak yang hampir tidak pernah menunjukkan perilaku yang diinginkan. Untuk mengatasinya, para peneliti mengembangkan strategi yang disebut shaping. 

Skinner menggunakan strategi ini untuk mengajarkan pada merpati untuk bermain Ping-Pong. Jika Skinner menunggu merpatinya bermain Ping-Pong sehingga ia bisa memperkuat perilaku tersebut, ia harus menunggu lama. 

Ia mulai memberikan sebutir makanan untuk perilaku pertama dalam suatu rangkaian yang diperlukan untuk bermain Ping-Pong. Ketika perilaku tersebut mulai muncul beberapa kali, ia mampu memperkuat merpati untuk perilaku kedua dalam rangkaian tersebut, dan seterusnya. 

Strategi yang sama dapat digunakan untuk membentuk perilaku pada anak. Guru pertama kali menjelaskan kepada anak apa perilaku yang diinginkan, dan kemudian mulai memperkuat perilaku apa saja yang mendekati. Jika siswa yang bermasalah memperhatikan ke arah guru, guru dapat memujinya untuk perhatian yang diberikan, atau tersenyum tanda setuju. Diasumsikan siswa akan melihat lebih sering ke arah guru, sebagai hasil reinforcement. 

Guru kemudian dapat memuji siswa atas terpeliharanmya perilaku memperhatikan ke arah guru selama lebih dari satu menit dan secara gradual meningkatkan lamanya waktu yang disyaratkan untuk mendapatkan reinforcement. 

Dengan demikian, guru membentuk tindakan siswa yang mengarah pada perilaku yang diinginkan, yaitu memberikan perhatian pada guru dalam waktu lama. Shaping diperlukan juga untuk menangani siswa yang sudah merasa tidak ada gunanya lagi mencoba menyelesaikan tugas-tugas. Guru dapat memulai dengan memujinya ketika ia membuka buku dan mengeluarkan pensil setelah sebuah tugas diberikan. 

Hal ini seharusnya dapat meningkatkan probabilitas perilaku mempersiapkan diri untuk mengerjakan tugas-tugas yang akan datang. Guru kemudian dapat memujinya hanya ketika ia sungguh-sungguh memulai tugas (seperti mengerjakan beberapa soal), dan kemudian memujinya ketika ia menunjukan persistensi dalam mengerjakan tugas. 

Jika pujian menjadi positive reinforcer bagi siswa tersebut, ia seharusnya dapat menyelesaikan suatu tugas pada akhirnya, dimana guru kemudian dapat memberikan reward. Dalam mengaplikasikan Reinforcement Theory, guru dapat pula melakukan token ekonomi, yaitu modifikasi perilaku dengani komponen esensial berupa token (benda yang dapat ditukar dengan reward), perilaku target, aturan untuk mendapatkan dan kehilangan token, dan konsekuensi pengganti (back up consequences) dimana token bisa dipertukarkan. Token dapat berupa apa saja yang mudah dihitung, seperti poin, uang mainan, chips, bintang, atau tanda cek. 

Benda-benda tersebut tidak memiliki nilai yang inheren; nilai benda-benda yang didapat setelah perilaku yang diharapkan muncul tersebut didasarkan pada kemampuannya untuk ditukar dengan konsekuensi pengganti yang bernilai, seperti permen, mainan, perhiasan kecil, uang, istirahat ekstra, atau film. 

Meskipun token ekonomi digunakan terutama untuk meningkatkan perilaku sosial, metode ini juga digunakan untuk meningkatkan penyelesaian dan keakuratan pengerjaan tugas. Suatu token ekonomi dapat diimplementasikan pada seorang siswa, suatu grup kecil siswa, atau seluruh kelas. 

Dalam kasus program yang didesain untuk mengurangi perilaku yang tidak diinginkan (seperti bicara diluar giliran), siswa pada saat awal diberikan satu set token dan diminta untuk mengembalikan beberapa diantaranya ketika ia menunjukkan perilaku yang tidak diinginkan. 

Dalam program yang didesain untuk meningkatkan perilaku yang diinginkan (seperti menyelesaikan tugas), siswa diberi token ketika menunjukkan perilaku target. Sayangnya, penelitian mengenai pemeliharaan dan generalisasi perilaku yang diinginkan dalam program token menunjukkan hasil yang kurang positif. 

Review data bervariasi mengenai seberapa baik perubahan perilaku terpelihara setelah progam token tidak dilanjutkan, dan seberapa baik perilaku yang diinginkan tergeneralisasi pada setting yang lain dimana token tidak diadministrasikan. 

Meskipun efeknya kadang-kadang muncul beberapa tahun setelah program diselenggarakan, diambilnya token seringkali mengarah pada perubahan yang cepat ke baseline behaviors (perilaku sebelum implementasi program token ekonomi). Perilaku di luar setting dimana token diberikan (kadang-kadang disebut sebagai transfer ) secara umum tidak dipengaruhi oleh token ekonomi.

B. Tujuan Pemberian Reinforcement (penguat)

Tujuan penguatan Reinforcement sebagai satu bagian kegiatan dalam proses pembelajaran dan mempunyai tujuan yang sangat penting. Menurut (Sobry Sutikno) disamping sebagai pendorong bagi anak juga untuk lebih giat melakukan suatu kegiatan, Reinforcement (penguatan) juga dapat meningkatkan frekuensi suatu tingkah laku positif yang ditampilkan oleh anak.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa observasi yang hati hati terhadap perilaku siswa merupakan langkah pertama yang kritis untuk meningkatkan motivasi siswa dalam konteks prestasi. Observasi pada beragam konteks, ditambah interview dan analisa terhadap program pendidikan diperlukan dalam mengidentifikasi dan memahami masalah-masalah motivasi.

KESIMPULAN 

Konseling memberikan positive reinforcement dalam proses belajar mengajar untuk meningkatkan Percaya diri Peserta didik yang menekan kan pada Teknik berupa munculnya stimulus dan respons dengan pemberian reinforcement berupa reward. Reward yang di berikan berupa buku tulis, dan dorongan seperti pujian agar peserta didik dapat terdorong untuk tetap melakukan tingkah laku yang di harapkan dan merupah tingah laku yang kurang baik menjadi baik. 

Penerapan positive reinforcement siswa ditemukan dalam beberapa bentuk yaitu verbal dan non verbal. Bentuk penguatan verbal guru memberi pujian seperti bagusnya sipp dan mengacungkan jempol sedangkan bentuk penguatan non verbal sesekali guru memberikan penghargaan seperti hadiah untuk peserta didik. penggunaan reinforcement pada anak usia dini.

Selain sebagai sarana untuk mengenali hal yang baik dan buruk, dari reinforcement ini pula anak dapat membangun karakternya dimasa depan. Reinforcement dapat membangun nilai percaya diri serta kemandirian Peserta didik.

Pentingnya peran dari beberapa Pihak dalam pemberian positive reinforcement seperti kepala sekolah dalam penerapan pemberian penguatan pada siswa adalah sebagai pengontrol kegiatan. menghimbau atau mengingatkan secara personal kepada guru atau wali murid untuk menerapkan positive reinforcement. 

Peran Wali murid dalam penerapan pemberian penguatan positivereinforcement adalah menjaga secara terus-menerus dan berkepanjangan ketika anak berada di rumah. Hal ini merupakan hasil menjalin komunikasi serta penyamaan konsep sebagai wujud penerapan reinforcement sehinga pemberian penguatan akan terus dilakukan.

*Penulis adalah Mahasiswa Prodi Bimbingan Konseling Islam Institut Ummul Quro Al-Islami (IUQI) Bogor.


Tinggalkan Komentar