Oleh : Silvia Yulianti

Indonesia termasuk negara yang jumlah pengguna internetnya sangat banyak. Dari sekitar 133 juta jiwa yang di survei pada April 2016, komposisi pengguna internet terbanyak berdasarkan rentang usia ialah pada usia 35 sampai 44 tahun, yaitu sekitar 39 juta jiwa. Sedangkan, pada anak-anak menempati urutan ketiga, yaitu sekitar 25 juta jiwa. Sisa jumlah komposisi pengguna internet lainnya pada usia 25 sampai 34 tahun dan 55 tahun ke atas (Sumber: Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia). 

Artinya, sebagian besar manusia telah melakukan aktivitas melalui internet tanpa memandang rentang usia. Hal ini didukung oleh data pengguna internet keseluruhan di Indonesia sebanyak 281 juta jiwa, sedangkan jumlah penduduk di Indonesia 252 juta jiwa (Sumber: Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia). 

Dari data tersebut terlihat bahwa, jumlah pengguna internet justru lebih banyak dari jumlah penduduk, hal ini disebabkan karena satu orang bisa saja memiliki 2 sampai 3 handphone sekaligus. Inilah yang menyebabkan kita tidak bisa seutuhnya menghilangkan internet dari diri kita, sebab dimanapun kita berada internet akan tetap ada di sekeliling kita.

Fenomena di atas bukanlah fenomena yang ada sejak dahulu. Ini adalah hasil dari proses perkembangan era digital yang berkembang setelah generasi-generasi sebelumnya lahir. Para orang tua yang lahir antara tahun 1960 sampai 1980 kita kenal dengan generasi X. Generasi ini adalah generasi yang belum mengenal internet sehingga akvitas mereka dilakukan secara mandiri tanpa ada bantuan internet, meski setelahnya teknologi muncul di akhir tahun 80-an. Sedangkan, generasi yang lahir di atas tahun 1980 hingga 1990 dikenal dengan generasi Y. 

Pada generasi inilah hiruk pikuk perkembangan teknologi seperti internet dan gadget muncul sehingga generasi ini lebih inovatif dan berpikiran terbuka dibandingkan dengan generasi X. Setelah generasi Y, kita kenal lagi generasi Z. Generasi ini lahir di akhir tahun 90-an, dimana terjadi ledakan inovasi teknologi di berbagai bidang dengan akses yang semakin mudah dan murah.

Hampir semua generasi Z telah melakukan aktivitas melalui internet. Generasi Z inilah yang biasa dikenal dengan islah digital native. Digital native adalah gambaran bagi seseorang (terutama anak hingga remaja) yang sejak kelahirannya telah terpapar gencarnya perkembangan teknologi, seperti perkembangan komputer, internet, animasi, dan sebagainya yang terkait dengan teknologi. 

Hal inilah yang menyebabkan karakter serta kebiasaan digital native cenderung berbeda dengan generasi sebelum mereka. Mereka cenderung memiliki wawasan, pengetahuan, serta pikiran yang sangat terbuka terhadap perkembangan teknologi, cepat menangkap berbagai informasi, dan dapat beradaptasi dalam situasi apapun.

Para digital native percaya bahwa, belajar dapat dilakukan dengan cara yang menyenangkan, misalnya sambil menonton TV, bermain games, atau mendengarkan musik sambil menonton Youtube. Sedangkan, generasi sebelumnya berpandangan tidak ada proses belajar yang bisa dilakukan dengan cara seperti itu. Belajar adalah proses yang memang seharusnya tidak diiringi akvitas menyenangkan. 

Perbedaan pola pikir inilah yang membuat orang tua yang lahir pada generasi sebelumnya kesulitan memahami digital native sehingga diperlukan digital native education bagi mereka agar bisa mengikuti dengan baik perkembangan zaman saat ini. 

Jika tidak, maka akan terjadi banyak kempangan dan kesalahan yang diakibatkan oleh ketidakpahaman generasi sebelum digital native. Misal, kita melarang anak untuk bermain games dan menjauhi gadget, padahal anak bisa saja mendapatkannya dari orang lain. 

Maka yang perlu kita lakukan adalah membantu mereka menyiapkan diri agar kuat menghadapi kecepatan perkembangan teknologi dan tidak terbawa arus negatif yang dihasilkan dari perkembangan teknologi. Sebab, teknologi internet juga tidak semuanya mengandung konten negatif.

Digital Native Education adalah upaya memperkenalkan dunia digital native kepada para orangtua, serta mengedukasi mereka agar mampu mempersiapkan anak menghadapi kencangnya perkembangan teknologi. Digital native education melibatkan peran orangtua dalam mendampingi anaknya menghadapi era digital sehingga ada keahlian yang harus orangtua miliki agar tidak terkecoh dengan kecanggihan zaman sekarang. 

Keahlian tersebut berupa cara berkomunikasi terhadap anak cara memproteksi gadget anak, cara membuat kesepakatan kepada anak, dan sebagainya. Oleh sebab itu, modul ini dibuat untuk mengedukasi para orangtua bagaimana menjadi orangtua bijak di era digital.
 
PEMBAHASAN
 
A. Pengertian Parenting
Parenting atau pola asuh orang tua terhadap anak meliputi memenuhi kebutuhan fisik yaitu makanan dan minuman, dan juga memenuhi kebutuhan psikologi yakni kasih sayang, rasa aman, serta bersosialisasi dengan masyarakat sekitar agar anak bisa hidup selaras dengan lingkungannya.

Perlu kita tahu bahwa anak termasuk individu unik yang mempunyai eksistensi dan memiliki jiwa sendiri, serta mempunyai hak untuk tumbuh dan berkembang secara optimal sesuai dengan iramanya masing-masing yang khas. Masa kehidupan anak sebagian besar berada dalam lingkup keluarga, maka dari itu pola asuh orang tua terhadap anak sangat menentukan dan mempengaruhi kepribadian dan perilaku anak.

Parenting adalah suatu pola pengasuhan anak oleh orang dewasa yang memiliki 3 tujuan utama:

1.Memastikan anak-anak selalu dalam keadaan sehat dan aman.
2.Mempersiapkan anak-anak agar tumbuh menjadi produktif.
3.Menurunkan nilai-nilai budaya
Sedangkan definisi dari Kementerian Pendidikan dan kebudayaan Republik Indonesia Parenting adalah sebuah Interaksi yang terjadi antara orang tua dan anak dengan tujuan mendukung perkembangan fisik emosi sosial intelektual dan spiritual.

Parenting Islami adalah cara mengatur pola pengasuhan anak dalam proses tumbuh kembangnya yang tak luput menyesuaikan ajaran Islam yang mendasari dari Alquran dan Sunnah Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam. Parenting bertujuan untuk menjadikan anak mempunyai tonggak pendidikan agar menjadi manusia yang mempunyai akhlak sesuai anjuran agama Islam karakter mulia dan menjadi generasi pantang menyerah juga memupuk diri kebaikan sejak dini
Didiklah anak-anakmu sesuai dengan zamannya karena mereka hidup bukan di zamanmu (Ali Bin Abi Thalib).

Quotes di atas memberikan pesan untuk kita para orang tua bahwa segala sesuatu yang ada di dunia ini akan berubah setiap perubahan meskipun perubahan yang lebih baik pasti ada ketidaknyamanan, ketidaknyamanan itulah yang harus diadaptasi menjadi sebuah kenyamanan misalnya sesuatu yang hari ini menjadi hal yang istimewa bagi kita saat 10-20 tahun ke depan mungkin hanya menjadi sesuatu yang biasa-biasa saja atau sebaliknya sesuatu yang hari ini mustahil mungkin saja suatu hal nanti akan menjadi hal yang sangat mudah didapatkan. 

Didiklah anak-anakmu sesuai dengan zamannya ketika zaman berubah tentu tantangannya pun berubah, tantangan untuk bertahan hidup, bergaul menuntut ilmu, cara berkomunikasi dengan anak, maupun tantangan-tantangan lainnya hal yang menjadi pr besar bagi kita sebagai orang tua adalah mempersiapkan anak-anak dalam menghadapi zaman yang bukan zaman kita.

Orang tua diharapkan mampu melindungi anak-anak dari ancaman era digital tetapi tidak menghalangi potensi manfaat yang ditawarkannya. Visi besarnya tentu agar anak-anak kita menjadi anak yang bermanfaat dan berdaya guna serta dapat menjadi amal kebaikan kita kelak di akhirat maka dari sinilah pentingnya para orang tua untuk selalu belajar dan terus belajar agar memahami bagaimana zaman terus berkembang sehingga perlu menyesuaikan dengan pendidikan anak-anak kita.
 
B. Pengertian dan Karakteristik Media Digital
Dalam konteks komunikasi, digital artinya "menggunakan sistem yang dapat digunakan oleh komputer dan peralatan elektronik lainnya".
Per definisi menurut ahli, media digital adalah media yang kontennya berbentuk gabungan data, teks, suara, dan berbagai jenis gambar yang disimpan dalam format digital dan disebarluaskan melalui jaringan berbasis kabel optic broadband, satelit dan sistem gelombang mikro (Flew, 2008).

Media digital juga diartikan sebagai media elektronik yang digunakan untuk menyimpan, memancarkan serta menerima informasi yang terdigitalisasi. Radio dan televisi merupakan media digital generasi pertama.

Media digital identik dengan internet karena biasanya media digital dibagikan, disebarkan, atau dipublikasikan melalui jaringan internet. Namun, media digital bisa juga diakses tanpa internet, setelah file media ini didownload atau tersimpan di perangkat komputer ataupun smartphone.

Jika dikelompokan berdasarkan pola komunikasinya, media dapat dibagi menjadi dua yaitu media konvensional dan media digital. Media konvensional meliputi media cetak (koran, majalah, tabloid), media penyiaran (radio dan televisi), dan media audio visual, Sedangkan contoh media digital seperti website berita, media sosial, toko daring, gim digital, aplikasi ponsel dll.
 
Setidaknya ada empat masalah yang perlu diperhatikan orang tua: pembuat pesan, sifat pesan, cara pesan disebarkan dan dampak pesan. Keempat hal itu membuat lingkungan sosial yang dialami anak-anak saat ini berbeda dengan lingkungan sosial orang tuanya ketika kecil. 

Pembuat pesan, semua orang dapat membuat pesan sehingga anak-anak usia dinipun tertarik memiliki akun,menampilkan diri dan berinteraksi dengan orang lain yang tidak dikenal. Hal ini menimbulkan ancaman sekaligus kesempatan. Persoalan privasi dan perlindungan keamanan sikap anak-anak dari orang yang tidak dikenal menjadi masalah yang perlu diperhatikan orang tua. Di sisi lain, anak-anak dapat meraih popularitas di usia dini.

Fenomena ini juga butuh penanganan khusus karena perhatian berlebihan dapat memberi dampak negatif bagi anak. Sifat pesan media digital sangat beragam karena bersumber dari seluruh penjuru dunia, terlebih sebagian besar tidak disaring oleh pekerja media profesional. Hal ini membuat anak-anak menerima aneka pesan yang sangat mungkin tidak sesuai dengan nilai-nilai agama dan budaya keluarga mereka. 

Sehingga muncul kekacauan menentukan standar norma kebenaran, kepantasan dan kesopanan. Tak saja anak-anak, orang dewasa juga pun dapat mengalamai kekacauan norma ini. Pesan media digital juga sangat banyak bahkan tak terbatas, maka perlu ditentukan batas waktu dan kepentingan mengakses pesan-pesan itu.

Penyebaran pesan, penyedia layanan media digital ingin mendapatkan keuntungan ekonomi maka mereka merancang medianya agar menarik. Mekanisme khusus diciptakan agar saluran media digital dapat memberi rekomendasi konten yang sesuai dengan kesukaan pengguna berdasarkan catatan penggunaan sebelumnya. 

Ada juga produsen media digital yang ingin mendapatkan perhatian dan pengakuan sosial. Mereka ingin mengarahkan pengguna untuk mengikuti pendapatnya mengenai politik, agama, sosial dan sebagainya.

Orangtua perlu mengenali dan memberi pemahaman pada anak mengenai tujuan-tujuan itu. Dampak pesan, jika digunakan secara baik media digital adalah sumber pengetahuan tak terbatas. Pengguna dapat menggunakannya untuk belajar hal-hal praktis hingga rumit. 

Tetapi konten negatif berdampak buruk juga banyak bertebaran di dunia maya seperti berita palsu, kekerasan, pornografi konsumsi. Pengguna harus mampu memilih dan memilah konten yang baik dan bermanfaat, orangtua adalah pendamping anak untuk itu. Kemudahan pembuatan, penyaluran dan penggunaan pesan media digital menawarkan peluang dan resiko tersendiri keluarga.

Orang tidak dapat mengabaikan dampak media digital bagi anak-anaknya sehingga mereka perlu mengembangkan pengasuhan digital untuk melindungi keluarganya. Karena media digital telah menjadi bagian dari kehidupan keluarga, maka orang tua perlu memilih cara pengasuhan di era digital. 

Sebagian besar orangtua dibesarkan di era media massa sehingga menemui kesulitan berhadapan dengan media digital. Sebelum menentukan cara pengasuhan digital, orang tua perlu memahami karakteristik media digital.

C. Pengasuhan Digital Anak
Prinsip Umum Pengasuhan Digital
Setelah memahami beberapa bentuk pengasuhan dan karakter media digital, maka orang tua dapat mengembangkan pengasuhan digital bagi anak-anaknya. Ada beberapa prinsip umum pengasuhan digital: norma,dampak teknologi, dampak pesan, masalah sensitif, contoh perilaku. 

Setiap keluarga memiliki prinsip norma yang berbeda-beda. Keluarga muslim misalnya,akan memiliki nilai-nilai yang berbeda dengan keluarga kristen. Begitu pula orang Jawa memiliki norma berbeda dengan orang Batak.

Maka setiap orang tua perlu meentukan nilai-nilai dasar keluarganya sebelum mengasuh anak sehingga batasan konten baik dan buruk sangat tergantung dengan nilai keluarga. Tidak perlu memaksakan diri menerima atau secara keras menolak prinsip keluarga lain karena hanya akan menimbulkan konflik yang tidak perlu. Nilai dasar keluarga disampaikan secara konsisten melalui pembicaraan, prilaku dan kebiasaan keluarga. 

Dampak teknologi digital dapat merugikan kesehatan. Bayi dan balita adalah kelompok usia yang paling rentan karena kekuatan tubuhnya masih rendah. Paparan layar terlalu lama membuat mata lelah dan sakit. Kesalahan posisi tubuh ketika mengakses gawai dapat menciptakan postur tubuh yang buruk seperti tulang belakang bengkok ke samping atau ke depan.

Semua orang termasuk anak-anak yang terlalu sering mengakses gawai jadi malas bergerak sehingga mengalami obesitas atau perlambatan pertumbuhan. Lebih parah, jika mereka terobsesi pada gim atau tontonan tertentu dapat mengalami kecanduan. Jika dilarang, mereka menjadi stres dan agresif terhadap orangtua. 

Dampak pesan digital akan memengaruhi pandangan dan pola berpikir penggunanya. Misalnya, jika seseorang sering menonton berita buruk maka iaakan berpikir dunia ini tanpa harapan. Maka konten kesedihan dan kekacauan sebaiknya tidak ditonton oleh anak-anak. Persoalan menjadi lebih rumit, kebiasaan mengakses konten terentu ditangkap oleh penyedia layanan media digital sehingga pengguna akan diberi rekomendasi serupa terus menerus.

Jika telah terjebak, maka sulit bagi pengguna untuk mengubah pola tersebut. Ada beberapa masalah sensitif terkait konten digital: keamanan privasi, keyakinan diri (self-esteem), kekerasan,pornogrfian penipuan. Pastikan orang tua tidak menyebarkan informasi pribadianak seperti tempat tinggal, sekolah, bagian tubuh pribadi, jadwal harian dan sebagainya. Anak-anak harus terhindar dari konten kekerasan
dan pornografi maka orang tua wajib menyeleksi konten yang diakses anak-anak. 

Selain itu, tanamkan nilai-nilai anti kekerasan dan pornografi sehingga mereka dapat menolak konten sejenis itu yang muncul tiba-tiba. Terpaan konten sensitif dapat menganggu pertumbuhan anak secara psikologis dan perilaku. 

Bullying melalui komentar dan ancaman di media sosial kerap terjadi, pastikan anak-anak terhindar dari hal itu dengan tidak membuat hubungan sosial dengan orang asing. Jika remaja sudah telah memiliki akun sosial,ajari mereka soal penghargaan diri dan orang lain agar terhindar menjadi pelaku dan korban. Hubungan orang asing sebaiknya dibatasi.

Orang tua harus memberikan contoh perilaku bermedia digital pada anak karena anak-anak adalah peniru ulung. Jika ingin anak-anak bijaksana menggunakan media digital, orang tua harus memberi suri tauladan. Tentukan waktunya bermedia digital yang tidak menganggu aktivitas penting: makan, istirahat, belajar, bermain, beribadah, interaksi keluarga. 

Orangtua juga harus membiasakan diri hanya mengakses informasi yang penting dan bermanfaat, tunjukan pada anak-anak kebiasaan itu. Diskusi dengan anak masalah-masalah buruk yang diakibatkan media digital sesuai usia mereka. Berdasarkan prinsip tersebut, tersebut orangtua perlu mengembangkan pola pengasuhan yang melindungi sekaligus mengatur akses anak terhadap media digital.  

Perlindungan teknis dan pengawasan saja tidak cukup, orang tua perlu membicarakan tentang keamanan dan pengendalian diri, mendiskusikan prilaku bermedia digital dan mendorong keingintahuan untuk hal positif (Rode, 2009). Kembangkan pengasuhan digital sesuai dengan fase pertumbuhan anak.
 
D. Tips Pengasuhan Digital
Ada beberapa tindakan yang perlu dilakukan orang tua dalam mengasuh anak berhadapa dengan media digital.


1. Mendampingi Anak Mengakses Gawai
Orang tua seyogya selalu bersama anak ketika ia menggunakan media digital untuk dua kepentingan utama yaitu menegosiasikan waktu akses dan memilih media dan saluran. Meski para ahli menyarankan waktu berhadapan dengan layar maksimal 2 jam sehari namun jika aktivitas itu dikombinasikan dengan aktivitas produktif atau afektif (seperti berkomunikasi dengan keluarga di tempat jauh) maka durasi dapat bersifat fleksibel. 

Sebaliknya, jika orang tua mampu menyediakan aneka kegiatan yang lebih bermanfaat atau ada interaksi sosial yang penting mak waktu mengakses gawai dapat dikurangi. Hal lain, kemauan orang tua mengetahui media dan saluran yang disukai anak akan sangat bermanfaat untuk membangun komunikasi yang efektif dalam pengasuhan.

2.  Menyeleksi Konten Yang Sesuai Untuk Anak
Seleksi dapat dilakukan dengan piranti lunak dan pemahaman. Orang tua dapat menggunakan kategorisasi atau rating yang digunakan penyedia konten. Beberapa aplikasi seperti PlaStore misalnya, memiliki kategorikhusus keluarga yang berisi konten-konten ramah anak. 

Aplikasi lain seperti Youtube juga menyediakan saluran Youtube Kids, pastikan anak-anak hanya menonton dari saluran semacam itu saja. Tapi pengaturan semacam itu tidak cukup, karena nilai masing-masing keluarga berbeda, maka orang tua perlu menekankan batasan kewajaran konten terkait dengan penampilan tubuh, adegan kekerasan, nilai cerita dsb. 

Contohnya, hubungan LGBT dibeberapa negara barat telah dianggap alamiah tetapi disebagian besar keluarga Indonesia masih menolaknya maka perlu bagi orang tua menekankan bahwa hubungan heteroseksual adalah sesuatuyang wajar sedangkan homoseksual tidak wajar.

3. Memahami Informasi yang Disediakan Media Digital
Pemahaman dilakukan dengan menggunakan kerangka moral dan rasional masing-masing keluarga. Agar pola pengasuhan dapat berfungsi pendidikan yaitu nilai orang tua dianut juga oleh anak maka informasi yang didapatkan melalui media digital perlu didiskusikan. Ada banyak konten kontroversial di internet seperti berita kecelakaan yang berdarah-darah. Konten semacam itu tentu tak pantas.

4.  Menganalisis Konten Digital untuk Menemukan Pola Positif dan Negatif 
Positif dan negatif, pembicaraan ini bertujuan agar orangtua dan anak memiliki kesepahaman tentang pandangan mereka terhadap fenomena di luar rumah. Diskusi juga membuat anak terbuka terhadap berbagai perbedaan sudut pandang yang mungkin ditemui di luar rumah sehingga ia tidak menjadi pribadi yang ekstrim. 

Pada saat yang sama, orangtua dapat menggali sudut ditonton anak namun jika anak sudah terlanjur mengaksesnya maka orang tua perlu memberi pemahaman untuk menghindari, tidak menyebarluaskan dan mengantisipasi dampaknya bagi perasaan dan pikiran anak. pandang anak-anak sesuai jamannya agar mudah mengasuh mereka saat ini dan kemudian hari.

5. Memferivikasi Media Digital
Tidak semua informasi yang beradar di media digital merupakan informasi yang bersifat fakta. Verifikasi dilakukan untuk memastikan apakah informasi yang diterima bersifat fiksi atau fakta, kabar benar, atau kabar bohong. Kemampuan memverifikasi konten memerlukan kejelian dan kesabaran karena orang tua dan anak harus dapat menelusuri sumber-sumber informasi yang didapatkan dan memastikan kualitasnya.  

6. Mengevaluasi Konten Media
Konten media digitaladalah keputusan akhir terhadap suatu informasi yang sudah melalui proses seleksi,pemahaman, analisis, dan verifikasi. Keputusan yang muncul misalnya apakah informasi ini layak dipercaya dan disebarluaskan, hanya cukup untuk pengetahuan pribadi, atau justru cukup diabaikan karena bukan merupakan informasi yang penting. Diskusi antara orang tua dan anak bisa dilakukan untuk melatih anak mengambil keputusan atas informasi yang diterimanya dan membiasakan diri untuk kritis terhadap informasi yang diterimanya melalui media digital.

7. Mendistribusikan Konten Media
Berdasarkan nilai yang dianut keluarga dan kecenderungan di media digital, orang tua dan anak dapat membangun kesepahaman mengenaik konten apa yang dapat dibagikan atau tidak dapat. Pada saat yang sama, penting bagi orang tua memperkenalkan konsep wilayah privat yang di era digital ini seringkali diabaikan bahkan dianggap tidak penting. Secara sederhana, segala sesuatu yang tidak pantas dibagikan pada banyak orang dalam kehidupan nyata juga tidak pantas dibagikan di media digital.

8. Memproduksi Konten Positif dan Produktif Bersama
Orangtua dapat mengarahkan waktu mengakses gawai untuk kegiatan produktif seperti belajar mengambar, mengolah kata dan data. Jika anak-anak diarahkan menjadi produsen maka waktu mereka menjadi konsumen akan jauh berkurang. Mereka juga akan belajar bahwa, penggunaan media digital secara efektif akan menunjang ketrampilan dan pengetahuan mereka saat ini dan kelak ketika dewasa.

9. Berpartisipasi Dalam Kegiatan-kegiatan Produktif Terkait Media Digital
Saat ini ada banyak workshop dan lomba yang dapat diikuti anakanak untuk melatih kemampuan menggunakan media digital secara produktif. Hal lain, orang tua dapat menunjukan bukti-bukti digital bahwa ada banyak isu di dunia nyata yang dapat dipengaruhi oleh interaksi pengguna internet. Sebagai misal, pengumpulan donasi untuk korban bencana alam dapat dilakukan melalui internet.

10. Berkolaborasi Menciptakan Konten Digital
Berkolaborasi merupakan puncak dari keterampilan literasi digital. Untuk dapat berkolaborasi dengan baik dan mengoptimalkan potensi-potensi media digital, kemampuan literasi digital dasar mulai dari mengakses sampai berpartisipasi secara aktif diperlukan. 

Kolaborasi juga berarti kemampuan untuk bekerjasama dengan banyak pihak dalam mengkreasikan suatu konten digital yang bermanfaat. Dalam lingkup keluarga, kolaborasi bisa dilakukan dengan cara sederhana, misalnya membuat konten kreatif  yang dikerjakan orang tua dan anak secara bersama-sama.
Secara khusus pengasuhan digital harus yang disesuaikan dengan fase pertumbuhan anak.

Bayi (0-2 tahun)
• Hindarkan pemaparan layar pada mata anak.
• Perdengarkan musik instrumentalia pada pagi hari dan sebelum tidur.
• Ailhkan perhatian anak pada mainan yang merangsang gerak fisik dan panca indera.

Balita+ (3-7 tahun)
• Pemaparan layar secara terbatas (maksimal 2 jam/hari)
• Keberimbangan waktu bermain dan mengakses gawai Konten harus bersifat riang, hindari konten sedih/konflik.
• Perhatikan sikap tubuh saat mengakses gawai: posisi mata sejajar, tidak membungkuk, ditempat terang, suara pelan.
• Belajar menyalakan atau mematikan gawai, menelpon,mengirim pesan dan memotret.
• Selalu damping anak ketika mengakses gawai.
• Orang tua tidak menyediakan gawai pribadi.
• Anak tidak diperkenankan memiliki akun media sosial atau e-mail.

Anak-anak (7-11 tahun)
• Perkenalkan nilai dan norma penting dalam keluarga
• Ajarkan soal konsep privasi dan informasi privat seperti: alamat, nomer telepon, penyakit dan ruang privat.
• Perhatikan penampilan tubuh di media.
• Berikan aturan akses gawai yang ketat: hiburan dan belajar
• Belajar merawat gawai dengan membersihkan,mengisi baterai, menyimpan di tempat aman.
• Arahkan anak mempelajari hal-hal teknis yang produktif seperti mengolah gambar, kata, angka, suara.
• Tunjukan konten-konten negatif yang harus dihindari: kekerasan dan seksualitas, konflik dan kebencian, perisakan.

Remaja (>11 tahun)
• Beri penekanan fungsi media digital untuk aktivitas produktif.
• Ajarkan mereka menggunakan media digital untuk partisipasi sosial yang produktif.
• Ajarkan cara membentuk kepribadian di dunia digital yang bermanfaat untuk kehidupan pribadi dan profesional di masa depan.
• Sering-seringlah mendiskusikan pengalaman mereka bermedia digital lalu kaitkan dengan pengalaman di dunia nyata.

E. Aplikasi yang Dapat Menunjang
Saat ini banyak aplikasi yang dapat membantu anak mengembangkan diri. Aplikasi ini beberapa di antaranya.

Duolingo
Duolingo adalah aplikasi untuk belajar bahasa anak. Selain bahasa Indonesia, Duolingo juga memiliki aturan untuk belajar berbagai bahasa asing.

Kindle
Kindle merupakan aplikasi buku elektronik yang memiliki banyak buku bacaan ramah anak. Buku dapat dibaca melalui smartphone atau komputer.

How To Make Origami
Aplikasi ini merupakan panduan untuk membuat berbagai kerajinan melipat. Anak-anak dapat mengikuti instruksi yang ditampilkan untuk mebuat origami sendiri. Saat ini banyak aplikasi yang dapat membantu anak mengembangkan diri. Aplikasi ini beberapa di antaranya.

Kids Coloring Fun
Aplikasi ramah anak ini dapat menstimulasi anak untuk mengenal warna dan mewarnai secara digital. Terdapat berbagai gambar yang dapat diwarnai anak secara mandiri.

Saluran Internet Ramah Anak
PBS Kids
PBS Kids yang beralamat di pbskids.org merupakan portal berisi berbagai permainan dan video animasi ramah anak produksi PBS Amerika Serikat. Terdapat berbagai saluran yang bisa diakses untuk membantu anak belajar mengakses informasi positif. Beberapa alternatif ini layakmenjadi rujukan.

Super Simple Online
Saluran yang beralamat di supersimpleonline.com ini menyajikan lagu-lagu anak sederhana. Anak dapat belajar bernyanyi, mengenal huruf, dan menggambar dari saluran ini.

Bobo.id
Bobo.id yang beralamat di www.bobo.id merupakan versi online dari majalah anak-anak Bobo. Berisikan berbagai informasi ramah anak yang menarik dan penuh pengetahuan baru.

Melindungi dari konten negatif
Meskipun era digital membuat informasi begitu mudah menerpa, kita sebagai orangtua dan khalayak juga memiliki kekuatan mengontrol informasi yang masuk. Salah satunya lewat fitur parental control. 

Parental control adalah fitur yang biasanya terdapat pada berbagai perangkat digital, baik layanan TV digital, sistem komputer, dan video games, serta beragam perangkat lunak. Fitur ini memungkinkan orang tua membatasi akses konten yang dirasa tidak cocok bagi anak.

Fungsi Parental Control:
• Filter Konten: membatasi konten yang bisa dikonsumsi anakanak.
• Kontrol penggunaan: membatasi kapan perangkat bisa digunakan dan seberapa banyak layanan data yang bisa digunakan.
• Perangkat manajemen komputer: menentukan software/aplikasi apa saja yang bisa diakses anak.
• Monitoring: mengikuti dan melacak lokasi serta aktivitas anak saat menggunakan gawai.
Beberapa media sosial dan aplikasi di ponsel menyediakan fitur parental control. Fitur ini biasanya terdapat pada menu opsi atau pengaturan (setting).

Dampak Positif dari Gadget

1.Mempermudah komunikasi. Misalnya saja ketika orangtua atau pihak keluarga akan menjemput anak ketika pulang sekolah/selesai melakukan kegiatan diluar rumah. 
2.Menambah pengetahuan tentang perkembangan teknologi. Karena bagaimanapun teknologi ini hari ini sudah merambah hingga ke pelosok-pelosok desa.
3.Memperluas jaringan persahabatan.

Dampak Negatif dari Gadget

1.Mengganggu Perkembangan Anak. Dengan canggihnya fitur-fitur yang tersedia di hand phone (HP) seperti : kamera, permainan (games) akan mengganggu siswa dalam menerima pelajaran di sekolah. Tidak jarang mereka disibukkan dengan menerima panggilan, sms, miscall dari teman mereka bahkan dari keluarga mereka sendiri. Lebih parah lagi ada yang menggunakan HP untuk mencontek (curang) dalam ulangan/ujian. Bermain HP saat guru menjelaskan pelajaran dan sebagainya. Kalau hal tersebut dibiarkan, maka generasi yang kita harapkan akan menjadi budak teknologi.

2. Efek radiasi. Selain berbagai kontroversi di seputar dampak negatif penggunaannya, penggunaan HP juga berakibat buruk terhadap kesehatan, ada baiknya siswa lebih berhati-hati dan bijaksana dalam menggunakan atau memilih HP, khususnya bagi pelajar anak-anak. Jika memang tidak terlalu diperlukan, sebaiknya anak-anak jangan dulu diberi kesempatan menggunakan HP secara permanen.

3. Rawan terhadap tindak kejahatan. Ingat, pelajar merupakan salah satu target utama dari pada penjahat. Apalagi HP merupakan perangkat yang mudah dijual, sehingga, anak-anak yang menenteng HP “high end” bisa-bisa dikuntit maling yang mengincar HPnya.

4. Sangat berpotensi mempengaruhi sikap dan perilaku siswa. Jika tidak ada kontrol dari guru dan orang tua. HP bisa digunakan untuk menyebarkan gambar-gambar yang mengandung unsur pornografi.

5. Pemborosan. Dengan mempunyai HP, maka pengeluaran kita akan bertambah, apalagi kalau HP hanya digunakan untuk hal-hal yang tidak bermanfaat maka hanya akan menjadi pemborosan yang saja.

6. Menciptakan lingkungan pergaulan sosial yang tidak sehat. Ada keluarga yang tidak mampu, tetapi karena pergaulan dimana teman-temannya sudah dibelikan HP sehingga mereka merengek-rengek kepada orangtuanya padahal orang tuanya tidak mampu, atau bahkan menimbulkan gap antara gank HP keren dan gank HP jadul atau yang belum memiliki.

7.  Membentuk sifat hedonisme pada anak. Ketika keluar gadget terbaru yang lebih canggih, mereka pun merengek-rengek meminta kepada orang tua, padahal mereka sebenarnya belum memahami benar manfaat setiap fitur-fitur baru secara menyeluruh.

8. Anak kita akan sulit diawasi, khususnya ketika masa-masa pubertas, disaat sudah muncul rasa ketertarikan dengan teman cowok/ceweknya, maka HP menjadi sarana ampuh bagi mereka untuk komunikasi, tetapi komunikasi yang tidak baik, hal ini akan mengganggu aktivitas yang seharusnya mereka lakukan, shalat, makan, belajar bahkan tidur !! Karena mereka asyik sms-smsan dengan teman lawan jenisnya.

9. Nah, yang terakhir ini rasanya dulu ada penelitian yang pernah saya baca, efek sampingan jari yang kebanyakan memencet tombol ketika SMS-an, bukankah ujung jari memiliki jutaan syaraf ? apalagi di saat anak-anak pada usia pertumbuhan, tentu kita tidak ingin pertumbuhannya terganggu gara-gara fungsi syaraf yang terhambat pertumbuhannya karena keseringan dipencet

KESIMPULAN

Teknologi digital terus merangsek kehidupan keluarga saat ini tanpa terbendung. Baik orang tua maupun anak-anak menjadi  pengguna media digital dalam berbagai bentuk, seperti komputer, handphone, permainan/game maupun internet. Penggunaan media digital di rumah ternyata tidak semua meningkatkan kualitas kehidupan berkeluarga.

Tak jarang anggota keluarga justru terpisahkan karena lebih tertarik menghabiskan waktu dengan perangkat digital mereka dari pada berinteraksi bersama. Lebih parah, orang tua dan anak bisa mengalami masalah kecanduan gawai (gadget). Maka orangtua perlu mengembangkan cara baru mendidik anak di era digital.Selama bertahun-tahun kita percaya anak-anak generasi Y adalah digital native, kalangan yang lahir bersamaan dengan teknologi digital sehingga otomatis mampu menguasainya. 

Ternyata, digital native adalah mitos belaka. Kemahiran generasi ini ditentukan oleh berbagai faktor, antara lain terpaan teknologi digital, tingkat pendidikan ibu, dan tingkat ekonomi keluarga, anak-anak yang lahir di keluarga kelas ekonomi dan sosial, kreatif, dan kolaboratif. 

*Penulis adalah Mahasiswa Prodi Bimbingan Konseling Islam Institut Ummul Quro Al-Islami (IUQI) Bogor.