Oleh : Bambang Widjojanto

Bunyi palu itu terasa menyentak. Tok … tok … tok. MA, sehari jelang Hari Pahlawan, 9 November 2021, telah mengetukan palunya untuk menuntaskan permohonan Judicial Review (JR) yang secara spekulatif diajukan untuk menguji AD & ART suatu Partai Politik, khususnya, Partai Demokrat. 

MA menegaskan bahwa, Mahkamah “tidak berwenang memeriksa dan memutus obyek permohonan karena AD & ART tidak memenuhi unsur … perundangan … dalam Pasal 1 angka 2 dan Pasal 8 dari UU PPP …”.

Putusan MA semoga menjadi pertanda “Asa Demokrasi” masih terus bertunas di tengah terjangan badai kegusaran atas “kembang-kempisnya” kualitas demokrasi dalam 5 (lima) tahun terakhir ini, di sebagiannya, diyakini, sudah dibajak kekuatan oligarki hingga otentisitas demokrasi terjerembab menjadi sekedar proses transaksional kapital semata.

Putusan MA menegaskan 3 (tiga) hal penting atas permohonan JR yang diajukan, yaitu: kesatu, AD ART Parpol bukan norma hukum yang mengikat umum, tetapi hanya mengikat internal Parpol yang bersangkutan; kedua, Parpol bukanlah lembaga negara, badan atau lembaga yang dibentuk oleh UU atau Pemerintah atas perintah UU; ketiga, tidak ada delegasi dari UU yang memerintahkan Parpol untuk membentuk peraturan perundang-undangan.

Pelajaran penting dari Putusan MA ini, hidupkan terus harapan kendati di tengah ancaman pedang kedzaliman yang terus menerus ditebaskan. Pada akhirnya, hukum semesta telah memastikan, tunas kebaikan akan terus bertumbuh dan dihidupkan oleh pikiran positif dan konstruktif yang akan menjaga “Asa Demokrasi”. 

10 November 2021 

*Penulis adalah Kuasa Hukum Partai Demokrat di bawah kepemimpinan AHY.