telusur.co.id - Dalam rangka memperingati Hari Pekerja Rumah Tangga (PRT) Nasional yang jatuh pada tanggal 15 Februari 2022, HMI Wati (Kohati) PB HMI bersama Jaringan Nasional (JALA) PRT, Sentra Advokasi untuk Hak Dasar Rakyat (SAHdaR) Sumatera Utara (Sumut), dan SPRT Sumut menggelar kegiatan bincang santai dengan para pengurus SPRT Sumut melalui daring (Zoom Meeting).

Kegiatan ini diadakan sebagai ajang silaturahmi dan bertukar cerita tentang pengalaman-pengalaman yang pernah dialami oleh mereka yang bekerja sebagai PRT. Selama kegiatan mereka menceritakan beberapa kisah suka dukanya saat menjalani pekerjaan sebagai pekerja rumah tangga. Sebagian besar mereka bekerja untuk melanjutkan kehidupan mereka dan keluarga. 

Dari belbagai kisah yang sampaikan oleh pengurus SPRT Sumut, bahwasanya mereka telah bekerja lebih dari 10 tahun, bahkan sampai 30 tahun menjadi pekerja rumah tangga. 

“Saya bekerja sebagai PRT sudah dari SMA, dan sampai sekarang saya masih bekerja sebagai PRT untuk membantu ekonomi keluarga,” tukas Noni Syafrida. Senin, (14/2/2022).

Selama menjadi pekerja rumah tangga, banyak persoalan yang dialami para pekerja rumah tangga; mulai dari rendahnya upah yang tidak sebanding dengan beban kerja yang diberikan, tidak ada jaminan Kesehatan, perlakuan tidak manusiawi, hingga kekerasan seksual. 

Merebaknya kasus Covid-19 juga sangat berdampak bagi pekerja rumah tangga, tidak sedikit dari mereka yang mengalami tuduhan hingga diberhentikan sepihak akibat Covid-19. 

"Saya bekerja sama majikan saya dengan gaji 200 rb/bulan. Dan saat itu saya dituduh oleh majikan saya membawa virus Covid-19 ke dalam keluarga, karena saat itu majikan saya sekeluarga positif Covid-19. Dan saya disuruh tes covid tapi tidak membiayai. Mereka meminta saya untuk melakukan test dengan biaya sendiri,” terangnya.

Dari berbagai kisah yang PRT yang disampaikan, mereka meminta kepada pihak terkait (DPR RI -red) agar segera disahkan RUU PPRT agar  mereka bisa mendapatkan hak dan kewajibannya dalam bekerja di bawah payung hukum yang jelas.

Mendesak RUU PPRT Segera Disahkan 

RUU PPRT yang sejak diusulkan pada tahun 2004 mandeg kurang lebih 17 tahun lamanya. Pada tahun 2010, RUU ini baru masuk dalam tahap pembahasan di Komisi IX DPR RI. 

Meski belakang ini sudah masuk dalam prolegnas prioritas tapi sampai hari ini nasibnya belumlah jelas. Ketiadaan payung hukum yang jelas membuat para PRT tidak dapat menikmati kondisi kerja yang layak sebagaimana mestinya. Sehingga RUU PRT menjadi penting untuk segera disahkan. 

Koordinator SPRT Sumatera Utara, Linda menjelaskan, alasan kenapa pemerintah harus segera mengesahkan RUU PPRT adalah karena banyak ketidakadilan, kekerasan, diskriminasi dan permasalahan selama bekerja sebagai PRT.

“Di Medan, pernah terjadi kasus yang cukup menyita perhatian, tahun 2014 ada kasus Samsul Anwar yang melakukan kekerasan kepada PRT bersama anak, istri dan anggota keluarga lainnya. Samsul melakukan kekerasan kepada PRT, bahkan sampai ada korban yang meninggal,” ucapnya.

Masih dengan Linda, korban meninggal, kemudian dibuang ke kabupaten Karo, dan bahkan ditemukan potongan-potongan tulang yang diduga perbuatan mutilasi. 

Kemudian ada kasus PRTA tahun 2012, dimana PRTA ini tuli dan bisu, dan kerap dipukul. Dan mengerjakan pekerjaan yang tidak sesuai seperti memandikan anjing, mencuci mobil, dan lainnya.

“Di lingkup SPRT Sumut sendiri beberapa kasus yang terjadi yaitu majikan menuduh anggota mencuri, pelecehan seksual, kekerasan fisik dan psikis, kekerasan verbal, tidak memberikan libur mingguan, gaji murah dan lain sebagainya,” tambahnya.

Sementara itu, Sekretaris Umum Kohati PB HMI 2021-2023, Imayanti Kalean menambahkan, sebagai organisasi perempuan yang juga turut mengawal kasus-kasus pekerja rumah tangga. Kohati PB HMI juga mendesak untuk pemerintah segera mengesahkan rancangan undang-undang (RUU) yang mampu memberikan perlindungan hukum yang jelas bagi pekerja rumah tangga. 

"Kohati PB HMI bersama JALA PRT, SAHdaR Sumut, dan SPRT Sumut berkomitmen mengambil peran untuk mengkonsolidasikan agar RUU PPRT dapat segera disahkan. Karena Pekerja Rumah Tangga (PRT) memiliki hak penuh untuk dilindungi serta dipastikan payung hukumnya agar terjamin kebutuhan PRT sebagai tenaga kerja,” tutur Imayanti. (ari)