Koalisi Masyarakat Sipil Sebut TNI ‘Fait Accompli’ kepada Otoritas Sipil Ikut Atasi Aksi Terorisme - Telusur

Koalisi Masyarakat Sipil Sebut TNI ‘Fait Accompli’ kepada Otoritas Sipil Ikut Atasi Aksi Terorisme

Anggota Brimob dan TNI melakukan penyergapan terhadap teroris dalam Latihan (BNPT) bersama TNI-Polri / Net

telusur.co.id - Koalisi Masyarakat Sipil (KMS) menilai ada 'Fait Accompli' kepada otoritas sipil ikut atasi aksi terorisme.

Perwakilan dari Imparsial, Hussein Ahmad menilai, langkah tersebut adalah bentuk fait accompli TNI terhadap otoritas sipil.

Dalam siaran persnya, Hussein menilai sebagai alat pertahanan negara, TNI merupakan pelaksana kebijakan negara dan bukan membuat kebijakan negara.

"Sehingga TNI tidak seharusnya menunjukkan sikap politik kepada publik bahkan di duga melakukan lobi-lobi kepada DPR untuk mengesahkan rancangan Perpres tersebut. 

Langkah-langkah TNI itu terkesan memaksakan otoritas sipil untuk segera mengesahkan rancangan Perpres Pelibatan TNI dalam mengatasi aksi terorisme," terang dia pada rilisnya. Kamis, (03/9/2020).

Padahal, lanjut Hussein, rancangan Perpres pelibatan TNI dalam mengatasi aksi terorisme yang telah diserahkan pemerintah kepada DPR masih mengandung pasal-pasal bermasalah yang berpotensi mengancam hak asasi manusia dan kehidupan demokrasi.

"Rancangan Perpres tersebut banyak memuat substansi pasal yang bertentangan dengan undang-undang, yakni UU No. 34 Tahun 2004 Tengang TNI, UU No. 5 Tahun 2018 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, dan UU No. 39 Tahun 1999 Tentang HAM," tambahnya.

Masih dalam siaran pers itu, Komnas HAM menilai rancangan Perpres tersebut memberikan kewenangan yang terlalu luas dan berlebihan kepada TNI sehingga berpotensi terjadi pelanggaran HAM. 

"Di tengah urungnya pemerintah merevisi UU Peradilan Militer, tugas TNI yang terlalu luas dan berlebihan berpotensi menimbulkan problem impunitas dan akuntabilitas, mengingat TNI memiliki sistem peradilan sendiri dan tidak tunduk pada sistem peradilan umum," paparnya. 

Dalam negara demokrasi yang menghormati prinsip supremasi sipil, lanjutnya, pembentukan perpres dan undang-undang sepenuhnya berada di tangan otoritas sipil. 

"Karena itu, sepatutnya TNI tunduk pada kebijakan otoritas sipil dan melaksanakan kebijakan tersebut. TNI tidak seharusnya melakukan langkah-langkah politik yang berupaya mendorong proses pengesahan perpres.  

Jika TNI memiliki padangan terkait perpres, seharusnya padangan tersebut disampaikan ke dalam pemerintahan dalam hal ini Kementerian Pertahanan dan bukan disampaikan kepada publik, apalagi diduga sampai melobi ke DPR," lugasnya. 

Fait accompli TNI terhadap pembahasan Rancangan Perpres Pelibatan TNI dalam Mengatasi Aksi Terorisme, kata dia, merupakan bentuk lain dari upaya memengaruhi dan memaksa otoritas sipil utuk mengesahkan rancangan perpres tersebut. Sementara rancangan perpres tersebut masih dalam proses pembahasan antara Pemerintah dan DPR. 

"Langkah-langkah politik TNI dalam memengaruhi rancangan perpres sangat berbahaya bagi kehidupan demokrasi mengingat TNI memiliki monopoli atas penggunaan senjata dan kekuatan koersif.  

Kami memandang bahwa pelibatan TNI dalam mengatasi aksi terorisme memang dimungkinkan, tetapi akuntabilitas hukumnya harus tunduk pada sistem peradilan pidana umum.  

Pelibatan militer dimungkinkan untuk menghadapi ancaman terorisme yang sifatnya nyata (imminent threat) dimana ancaman terorisme mengancam kedaulatan negara yang kapasitas penegak hukum sudah tidak bisa lagi mengatasi aksi terorisme (last resort) dengan dasar keputusan politik negara bukan perintah Presiden," tambah Hussein. 

Koalisi Masyarakat sipil juga menilai perlu ditekankan bahwa pelbagai kritikan dalam Rancangan Perpres ini berkaitan dengan upaya menjaga reformasi TNI tetap berada di jalurnya, bukan berbasis overdosis HAM ataupun over supremasi sipil. 

"Selain itu, ini juga berkaitan dengan tatakelola yang konstitusional, sesuai dengan peraturan perundang-undangan, serta prinsip demokrasi dan HAM," tukasnya. 

Koalisi juga meminta kepada Presiden dan DPR untuk melakukan kontrol sipil demokratik terhadap TNI dan mengendalikan TNI agar tidak melakukan sikap dan langkah politik dalam mendorong pengesahan Perpres TNI mengatasi aksi terorisme. 

"Sudah semestinya tugas dan fungsi TNI melaksanakan kebijakan pertahanan negara dan bukan membuat kebijakan pertahanan negara," tutup Hussein Ahmad. (ari)


Tinggalkan Komentar